Kepale Dese, Keruas, Pagan, Selian, Acih, Beruh, Gale, Karo-karo, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe, Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo,
Sekedang, Sugihen, Sepayung, Sebayang dan marga Tarigan.
2.3.1 Asal Usul Masyarakat Alas
Menurut Ridwan 2005 yang mengutip dari beberapa sumber, menjelaskan bahwa asal usul masyarakat Alas berasal dari beberapa unsur, yaitu:
1. Berasal dari Aceh dan membentuk kerajaan, yang pertama dan
bermukim di Batu Boguh Kerajaan Raja Dewa. 2.
Berasal dari pesisir Aceh Utara dan berpindah kebagian pegunungan di sekitar danau Laut Tawar, sebagian lagi berpindah ke Gayo Lues
Gumpang dan sebagian lagi bermungkim di Lembah Alas. Penduduk tersebut membentuk kerajaan ke 2, yaitu Kerajaan Bambel dan
bermukim di Desa Perapat Tinggi. 3.
Perpindahan penduduk dari Pak-Pak Dairi dan membentuk Kerajaan Pulonas.
4. Dari Singkil orang Melayu suku Singkil melalui Sungai Simpang
Kanan ke Kutacane dengan menggunakan perahu melalui Sungai Alas Lawe Alas.
5. Tapanuli, Kabanjahe suku Karo dan Pak-Pak Dairi melalui jalan
setapak menuju ke Kutacane, dan suku Karo mendiami desa Pulo Sepang merupakan asal usul penduduk Perapat Hilir.
41
Universitas Sumatera Utara
6. Dibawa dari Medan oleh Belanda yang bernama Letnan. De Boer, 600
orang pemikul yang terdiri dari orang-orang Cina, Melayu, dan Batak pada tanggal 26 Juni 1904.
7. Perpindahan penduduk yang disebabkan perdagangan yaitu dari
Singkil orang Melayu dan orang Singkil melalui Sungai Simpang Kanan ke Kutacane menggunakan perahu melalui Sungai Alas Lawe
Alas. 8.
Pengungsian, yang berasal dari Sumatera Utara, yaitu suku Karo dan Tapanuli pada Ageresi I Belanda tahun 1947 dan II tahun 1948.
9. Penduduk Takengon lalu ke Belang Kejeren melalui jalan setapak dan
menggunakan transportasi hewan kuda atau kerbau menuju ke Kutacane.
Penduduk yang datang dari berbagai daerah tersebut di atas memasuki daerah pedalaman dan di sekitar pinggiran sungai alas di Kutacane. Dapat
disimpulkan bahwa asal masyarakat Alas sangat beragam dan berpariasi menjadi sebuah suku yaitu ”SUKU ALAS” dengan bermacam-macam marga.
2.3.2 Sunat pada Masyarakat Alas
Hasil Musyawarah Adat Alas dan Gayo 2003 menjelaskan bahwa menurut adat istiadat masyarakat suku Alas apabila hendak menyunat Alas :
pesenatken anaknya maka kedua orang tua bermusyawarah apakah dalam pelaksanaan sunat tersebut mampu dilaksanakan secara besar-besaran atau
sekedarnya saja, bila sudah sepakat antara kedua orang tua si anak maka terlebih 42
Universitas Sumatera Utara
dahulu sekedar pemberitahuan kepada keluarga terdekat dari Bapak orang tua, saudara-saudara dari Bapak si anak selanjutnya akan melaksanakan beberapa
tahapan adat, yaitu: 1
Ngateken tebekhas; yaitu merupakan acara adat dimana pihak keluarga si anak datang ke rumah wali pihak pemamanen pihak paman dari si anak
untuk memberitahukan bahwa bere kemenakan atau cucu kalian akan dilaksanakan acara pesenatken.
2 Acara titah perintah; setelah dilaksanakan ngateken tebekhas maka pihak
keluarga yang melaksanakan sunat mengundang semua keluarga terdekat dan masyarakat kampung datang ke rumah sambil memberitahukan bahwa
pekerjaan acara sunatan dimulai pada hari yang ditetapkan, njagai sekian malam, kedatangan tamu pemamanen dan sebagainya yang dianggap
penting untuk disampaikan. Setelah disampaikan oleh keluarga tersebut, kita diserahkan untuk bersama-sama bertanggungjawab pelaksanaanya
sambil langsung membentuk panitia pelaksanaanya, hal ini disebut dengan titah perintah.
3 Mbagah mengundang; pada hari yang telah ditentukan diteruskan dengan
mbagah jika pekerjaan tersebut besar maka di dalam acara mbagah ada beberapa cara, yaitu:
a. Mbagah pemamanen mengundang kembali pihak wali kepastian hari
puncak acara hari H. 43
Universitas Sumatera Utara
b. Mbagah te beken anak malu mengundang saudara-saudara dari pihak
suami yang telah menikah dengan orang luar desa saudara perempuan mereka datang pada saat njagai yang dilaksanakannya.
c. Mbagah persaudaraan mengundang saudara terdekat atau kerabat.
d. Mbagah te beken sukut atau sade buet.
4 Persiapan menyambut pemamanen 5 Persiapan bagi pemamanen yang datang; dan
6 Acara sunat dan njagai pada malam harinya. 44
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat etnografis dengan penggambaran analitis yang dilakukan secara kualitatif, penelitian fokus kepada pola pikir dan pengetahuan
masyarakat Alas tentang sunat perempuan. Pendekatan kualitatif yang dimaksud, seperti yang dijelaskan Bogdan dan Taylor dalam Moleong 2001 bahwa,
mengartikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan prilaku
yang diamati, yang diarahkan pada latar individu tersebut secara menyeluruh holistic dan utuh.
Sedangkan tipe pendekatan deskriptif yang dimaksud adalah, untuk memberikan gambaran yang terperinci dari pengetahuan masyarakat tentang
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Sehingga dengan tipe deskriptif ini peneliti dapat memberikan gambaran secara benar dan cermat tentang masing-
masing subjek penelitian baik berupa pengetahuan, pandangan, pelaksanaan dan harapan masyarakat apa yang menjadi tradisi bagi etnis mereka
Data kualitatif dikumpulkan dengan wawancara mendalam indepth interview, dengan cara mengajukan pertanyaan kepada informan secara
menyeluruh untuk mendapatkan informasi dari informan. Selain secara indepth
45
Universitas Sumatera Utara