yang tidak disunat klitorisnya akan memanjang dan besar sehingga perempuan itu terlihat jelek dan kotor. Dengan demikian diharapkan, sunat pada perempuan
merupakan penyeimbangan nafsu seksual perempuan agar tidak terlalu tinggi dan tidak lerlalu rendah. Sehingga pemahaman seperti ini, akan membuat praktik
sunat perempuan pada masyarakat Alas akan menjadikan tradisi yang harus dialami oleh setiap perempuan orang Alas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian WHO 2001 yang mengatakan bahwa, alasan dilakukannya praktik sunat perempuan adalah higienis
dan alasan estetika. Pada masyarakat yang percaya, bahwa alat kelamin luargenetalia eksterna jelek dan kotor dan akan terus tumbuh semakin besar jika
bagian tersebut tidak dipotong. Dengan cara menghilangkan bagian tersebut, akan membuat seorang gadis menjadi bersih dan diyakini membuat seorang gadis
terlihat cantik.
5.2.2 Kesehatan Reproduksi
Masyarakat Alas adalah pemeluk agama Islam, prosedur sunat pada perempuan mau tidak mau menjadi perhatian yang penting, bukan saja adanya dua
kepentingan yang saling bertentangan, yaitu pengajaran Islam dan medikalisasi Barat. Pengaruh pemikiran medikalisasi yang rasional menentang keras
pelaksanaan sunat perempuan karena pelanggaran Hak Azasi Manusia HAM dan membahayakan kesehatan reproduksi seorang wanita. Namun disisi lain,
agama Islam mengajarkan bahwa sunat perempuan perintah agama yang penting maknanya bagi identitas agama itu sendiri dan keharusan untuk melaksanakannya.
81
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Alas percaya bahwa, sunat perempuan sudah menjadi kewajiban untuk melaksanakannya,
agar mendapatkan kebaikan dari pelaksanaanya. Dengan cara membuang bagian yang dianggap kotor pada alat
kelamin perempuan, maka perempuan tersebut sudah menjadi bersih dan sah menjadi muslim. Peran tokoh adat dan tokoh agama di lingkungan sekitar,
membuka peluang praktik ini akan tetap berlangsung pada masyarakat Alas, karena para tokoh masyarakat itu sepakat dengan keharusan sunat perempuan
asalkan tidak secara berlebihan sesuai dengan sunnahnya Nabi Muhammad SAW. Sunat perempuan yang dilakukan oleh suku Alas, mereka mengaku tidak
termasuk ke dalam golongan yang berbahaya. Karena hanya membuang sedikit pada bagian penutup klitoris. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan
Andrews 2009 menyebutkan bahwa, bentuk mutilasi genetalia yang paling sederhana adalah sirkumsisi, yang dilakukan dengan memotong tudung atau
bagian kepala klitoris preputium klitoris. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah
Mada dalam Irianto, 2006 dengan judul laporan akhir Male and Female Genital Cutting Konteks, Makna, dan Keberlangsungan Praktik dalam Masyarakat
Yogyakarta dan Madura, ada 2 prosedur praktik sunat perempuan di Indonesia, yaitu:
1. Tindakan pemotongan atau penggoresan pada bagian alat kelamin
perempuan. 2.
Tindakan simbolis tanpa melukai alat kelamin. 82
Universitas Sumatera Utara
Sunat pada perempuan adalah suatu tindakan yang paling ringan dari tipe yang disebut WHO, sunat pada perempuan ini mencakup perlakuan seperti
penusukan dan penggoresan pada kulit klitoris sampai pemotongan sebagian preputium sampai mengeluarkan darah. Tindakan ini dikenal dibeberapa negara
muslim, seperti Indonesia sebagai tindakan yang bersifat sunnah, dan praktik ini secara fisik tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi-fungsi
seksual kelamin perempuan. Menurut ajaran agama Islam, tidak semua ulama yang berpendapat bahwa
sunat perempuan wajib untuk dilaksanakan, karena kitab suci Al-Quran tidak menjelaskan tentang kewajiban praktik ini. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Anees 1989 bahwa sunat perempuan tidak ada ketentuan di dalam Al-Quran, hadis-hadis menjadi satu-satunya sumber untuk memberlakukan izin
bagi praktik ini. Dia menambahkan, di dalam konteks sosial, sunat dianggap sebagai tanda pengenal untuk masuk ke dalam masyarakat muslim.
Bila kita memperhatikan keterangan di atas, maka sunat perempuan yang dilakukan pada masyarakat Alas tidak sama dengan sunat yang dilakukan di
Mesir, Somalia, Sinegal dan negara-negara lainnya yang melakukan praktik secara berlebihan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Irianto
2006 pada masyarakat Yogyakarta dan Madura bahwa, praktik sunat perempuan yang melibatkan tindakan untuk melukai alat kelamin perempuan dilakukan
dengan cara memotong atau menggores pada ujung klitoris, atau bagian labia. 83
Universitas Sumatera Utara
Yang terpenting dari penggoresan ini adalah keluarnya sedikit darah yang menandakan bahwa prosedur tersebut telah sah menurut agama.
Untuk batasan pelaksanaan praktik sunat perempuan, masyarakat Alas melakukan dengan cara membuang sedikit sebesar biji beras pada bagian
preputium klitoris. Hal ini sesuai dengan informasi dari informan yang merupakan seorang mudim de bekhu mengatakan bahwa :
“Sunat dilakukan hanya dengan menyayat sedikit daging dipermukaan klitoris, sebesar biji beras. Daging yang dibuang itu merupakan “daging
haram” yang memang berbeda dengan daging di sekitarnya.”
Rasa nyeri, anak menangis kencang, trauma, anak menjadi takut membuka pahanya sehingga susah kencing dan rasa takut berlebihan pada anak merupakan
hal yang biasa bagi orang tua yang menyunat anak perempuannya. Karena menurut informan, itu semua tidak akan berlangsung lama.
Pernyataan ini sejalan dengan WHO 2012 mengatakan bahwa, sunat perempuan atau diistilahkannya sebagai Female Genital Mutilation FGM tidak
memiliki manfaat bagi kesehatan, dan itu merugikan perempuan dan anak perempuan dalam banyak hal seperti rusak bahkan menghilangkan jaringan sehat
dan normal pada alat kelamin perempuan, sehingga mengganggu fungsi tubuh perempuan yang mengalami praktik sunat. Praktik sunat perempuan juga dapat
menyebabkan pendarahan parah, masalah buang air kecil, kista, infeksi, infertilitas serta komplikasi dalam persalinan meningkatkan risiko kematian bayi
yang baru lahir. 84
Universitas Sumatera Utara
5.3 Pola Pelaksanaan Sunat Perempuan