Makna dari Sunat Perempuan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Makna dari Sunat Perempuan

Dari informasi yang diperoleh, sunat perempuan merupakan praktik yang telah lama ada dan diperkuat oleh perintah agama Islam yang saat ini banyak dianut oleh penduduk Indonesia. Alasan tradisi, agama dan kesehatan dijadikan landasan pemikiran untuk tetap melakukan praktik sunat perempuan sampai saat ini. Pada masyarakat Alas, sunat perempuan juga dilandaskan kepada kepercayaan mistik yang ada di dalam tubuh dan lingkungan mereka, hal ini juga ditambah dengan adanya hubungan kepercayaan mistik dengan kepercayaan terhadap agama Islam, sehingga masyarakat Alas tidak mengabaikan dalam hal penerapannya sesuai dengan ajaran agama Islam. Bagi orang tua menyunat anak perempuannya, sering beranggapan bahwa pada bagian ujung klitoris terdapat sumber penyakit yang sering disebut sebagai “daging haram”. Sehingga jika “daging haram” ini tidak di buang maka, kemungkinan menjadi penyakit pada alat kelamin si anak. Sedangkan informan lain, yaitu salah seorang anggota MPU Kabupaten Aceh Tenggara mengatakan bahwa, sunat perempuan merupakan perintah agama Islam. Pelaksanaan sunat perempuan tidaklah sama dengan sunat laki-laki. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW. Beliau memerintahkan kepada Ummi Athiyyah, tukang sunat perempuan di Madinah, “Janganlah berlebihan, karena hal itu adalah bagian 75 Universitas Sumatera Utara kenikmatan perempuan dan kecintaan suami.” Sunat perempuan bagi orang Alas, diyakini mempunyai makna sebagai identitas agama Islam dan sebagai pembersihan diri dari benda haram pada alat kelamin wanita yang dibawa sejak lahir, seperti yang di ungkapkan oleh seorang informan : “Sunat perempuan itu untuk menghilangkan “daging haram” yang terdapat pada alat kelamin perempuan, jadi sunat pada perempuan dimaksudkan untuk perempuan yang bersih dan suci sebagai pemeluk agama Islam.” Bila kita memperhatikan penjelasan di atas, maka sunat pada anak laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, mereka mengatakan bahwa manfaatnya sama- sama untuk kesehatan dan sebagai simbol agama. Masyarakat Alas juga memiliki pemahaman bahwa, jika anak perempuan di sunat maka si anak akan menjadi perempuan yang baik-baik dan apabila si anak sudah menikah maka dia akan mendapatkan suami yang baik juga dan sayang kepadanya, sehingga dapat membina rumah tangganya dengan bahagia, tumbuh dengan baik, tidak akan bertingkah laku yang aneh-aneh, dan suatu saat nanti akan mendapatkan keturunan yang sehat. Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang agama Islam, bahwa sunat perempuan adalah perintah agama Islam serta sebagai pembersih diri dari segala kotoran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramali Ahmad dalam Muhamad, 1998 mengatakan bahwa, memang ada hadist yang berkaitan dengan khitan pada perempuan yang menyatakan bahwa : 76 Universitas Sumatera Utara Rasulullah SAW, memerintahkan kepada wanita-wanita juru khitan : Bila engkau mengkhitan, maka khitanlah dengan baik jangan merusak karena khitan yang baik itu akan membuat wajah lebih berseri dan memberikan kenikmatan bagi suami Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ummi Athiyah. Namun dalam hadis tersebut tidak tersirat atau tersurat ada perintah untuk mengkhitan anak perempuan. Yang ada hanyalah peringatan kepada juru khitan perempuan agar mengkhitan dengan cara yang baik. Berarti khitan ketika itu sudah ada dan Nabi Muhammad SAW, hanyalah memperingatkan terhadap tata caranya. Dengan hadis tersebut dapat dipahami bahwa sunat perempuan dalam pandangan Islam tidak dilarang, namun tata cara melakukannya harus di perhatikan, agar tidak merusak atau berbahaya bagi perempuan. Praktik Sunat perempuan pada masyarakat Alas dilakukan pada saat usia anak 1-2 tahun. Menurut jawaban informan dapat disimpulkan bahwa, tidak ada hal yang mengganjal dan tidak ada yang merusak alat kelamin atau berkurangnya kenikmatan pada saat berhubungan dengan suaminya, karena semua itu dilakukan pada saat mereka masih balita, dan mereka tetap akan mempertahankannya. Pendapat ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Saadawi 2011 bersama Dr. Mahmud Karim dan Dr. Rushdi Ammar, yang mengatakan bahwa penyunatan adalah sebuah operasi dengan efek yang membahayakan kesehatan wanita serta menyebabkan kejutan seksual pada diri seorang gadis, dan juga mengurangi kemampuan seorang wanita untuk mencapai puncak kenikmatan seksualnya orgasme dan sedikit berpengaruh dalam mengurangi hasrat seksual. 77 Universitas Sumatera Utara Masyarakat Alas pada saat ini tidak begitu memahami pemaknaan sunat perempuan, hal ini mengindikasikan bahwa praktik tersebut tidak lagi dimaknai sebagai tradisi, yang dapat memberikan dorongan sosial bagi seseorang untuk melakukannya. Kurangnya dorongan ini menggambarkan pemaknaan sunat perempuan menurut adat dan tradisi yang semakin luntur di kalangan masyarakat Alas, digantikan dengan pemaknaan Islam yang cenderung dipahami secara mekanis. Tidak adanya pemahaman pemaknaan terhadap sunat perempuan ini sendiri, hal ini bisa terjadi akibat tertutupnya informasi tentang praktik ini, karena berbicara masalah “wanita” dan “alat kelamin” merupakan hal yang kotor bagi mereka untuk dibicarakan, terutama kepada kaum laki-laki. Seperti yang di katakan oleh informan dalam penelitian ini bahwa masalah sunat perempuan itu “Jika perlu tungau binatang kecil pun tidak boleh mendengar.” Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Putranti 2003 di Pulau Jawa dan Sulawesi bahwa, sunat perempuan pada umumnya dilakukan secara rahasia, pada usia sangat muda, dan dengan cara menghilangkan sebagian kecil ujung klitoris.

5.2 Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi