pertahankan. Jangan sampai itu kita hilangkan, dan anak kami pasti akan kami sunat, karena itu besar manfaatnya sebagai tandanya kita umat Islam
dan mengikuti sunnah Rasul.” Yanti juga mengaku bahwa, kami tidak akan melakukan sunat jika, orang
tua kami, tokoh adat dan tokoh agama setuju untuk tidak dilakukan. Informan menambahkan, apabila nantinya terjadi sesuatu yang membahayakan sehingga
dapat mencederai kami dan anak perempuan kami, maka sunat itu tidak perlu lagi kami dilakukan. Menurut informan, mereka tidak perlu tau mengapa dan untuk
apa dilakukan sunat perempuan, karena sepengetahuan mereka sunat perempuan itu merupakan tradisi dan perintah agama, dan tidak penting bagaimana manfaat
ataupun tujuan pelaksanaannya, yang terpenting kita menjalankan apa yang telah diwariskan oleh orang sebelum kita.
4.4 Dampak dan Manfaat Sunat Perempuan bagi Masyarakat Alas
Untuk mengetahui bagaimana dampak dan manfaat sunat perempuan, peneliti melakukan wawancara dengan informan bernama samaran Sarifah Umri
umur 35 tahun mengatakan bahwa, jika seorang anak perempuan tidak disunat maka klitorisnya akan terus memanjang sehingga menjadi sumber penyakit karena
menjadi tempat kotoran. Informasi yang didapat dari informan, bahwa sunat pada anak perempuan umumnya dilakukan pada bulan Idul AdhaHaji pada saat usia
anak 1 sampai 2 tahun. Karena bulan Idul AdhaHaji tersebut, dipercaya sunnah untuk mengeluarkan darah, sehingga banyak ibu-ibu menyunatkan anak
perempuannya pada bulan ini. 69
Universitas Sumatera Utara
Sarifah juga mengatakan bahwa, anak perempuan yang di sunat pada saat bayi akan memberikan banyak manfaat, seperti jauh dari berbagai penyakit dan
anak menjadi bersih. Informan juga mengetahui bahwa, sunat perempuan dapat mengakibatkan infeksi, tetanus dan resiko secara psikologis pada anak, namun
informan mengaku tidak akan ambil pusing, karena praktik ini dipercaya sebagai ajaran agama dan tradisi. Saat peneliti mencoba memberikan informasi bahwa,
sunat perempuan dapat mengganggu fungsi seksualitas. Informan menjelaskan bahwa, dampak itu tidak pernah kami rasakan dan semua berjalan dengan baik-
baik saja. Jikapun dampak itu benar, tidak akan membuat kami mengambil keputusan seketika untuk menghentikan tradisi ini, karena kami tidak berani
melawan kebiasaan yang sudah ada pada masyarakat. Alasan agama dan budaya yang telah kami ketahui, pasti memiliki maksud
dan tujuan yang baik dalam pelaksanaan sunat perempuan. Dan informan juga mengaku bahwa, “Saya tidak pernah merasakan perubahan apapun pada alat
kelamin saya, karena semua baik-baik saja. Resiko yang dapat ditimbulkan dari sunat ini, merupakan hal yang wajar.” Informan menjelaskan sambil duduk santai.
Alasan orang tua untuk menyunat anak perempuannya, sering beranggapan bahwa, pada bagian ujung klitoris terdapat sumber penyakit yang sering disebut
sebagai “daging haram”. Sehingga jika “daging haram” ini tidak dibuang maka, banyak kemungkinan penyakit pada alat kelamin si anak. Dan yang terpenting
bagi meraka, adalah praktik ini merupakan perintah agama dan tradisi adat Alas. Rasa nyeri, anak menangis kencang, trauma, anak menjadi takut membuka
70
Universitas Sumatera Utara
pahanya sehingga susah kencing dan rasa takut berlebihan pada anak merupakan hal yang biasa bagi orang tua yang menyunat anak perempuannya. Karena
menurut informan, itu semua tidak akan berlangsung lama. Bagi masyarakat Alas, sunat perempuan merupakan tradisi yang sudah
lama ada, walaupun sunat pada anak perempuan hanya menjadi urusan ibu atau saudara perempuan yang dianggap pantas dan tidak tabu untuk melihat anaknya
disunat. Sedangkan ayah si anak, hanya mengurusi persiapan acara sukuran atau Alas : maceken nakan, Aceh : kenduri. Banyak orang tua atau ayah tidak
mengetahui sama sekali bahwa anak perempuannya sudah di sunat karena tidak dilakukan sukuran atau tidak diberitahukan oleh sang ibu. Tentang kerahasiaan
sunat perempuan bagi masyarakat Alas ini, informan mengatakan seperti berikut : “Senat debekhu e, de nemu tungekh pe ulang mege dan edi hakhus ni
bahani. Masalah sunat perempuan itu jika perlu tungau binatang kecil pun tidak boleh mendengar dan itu harus dilaksanakan”
Informan juga mengaku, bahwa anak perempuan ke-duanya sudah di sunat, namun ayahnya tidak tau. Saat peneliti menanyakan mengapa tidak dikasih
tau ? kan ayahnya juga berhak tau bahwa anaknya sudah di sunat. Sarifah menjawab dengan santai bahwa “itu bukan urusannya….” Hal ini membuat
peneliti penasaran, mengapa ini bisa terjadi. Peneliti tanpa sengaja bertemu dengan suami Sarifah, nama samaran Ali Imran umur 39 tahun, peneliti dan
informan duduk berdua dengan suasana santai di warung kopi. 71
Universitas Sumatera Utara
Saat peneliti bertanya kepada pak Ali, apakah dia tau bahwa anak perempuannya sudah di sunat ? Pak Ali menjawab dengan entengnya sebagai
berikut : “De masalah sunat anak khu kite kae so metoh, edi me ukhusen amekne.
Masalah sunat anak perempuan kita ngak perlu tau, itu urusan ibunya.” Informan juga mengatakan bahwa, sunat perempuan pada anaknya
memang memang dilakukan, dan dia tidak merasa keberatan karena dia percaya itu sudah menjadi tradisi dan perintah agama. “Saya tidak perlu ada dan tau pada
saat istri saya menyunat anak perempuan saya”, tambah pak Ali sambil duduk santai ditemani segelas teh manis.
Masyarakat Alas juga beranggapan bahwa, klitoris merupakan hal yang sama dengan penis pada laki-laki, klitoris masyarakat Alas sering menyebutkan
dengan istilah “biji” yang memiliki makna sebagai buah pada alat kelamin perempuan. Mereka mengatakan bahwa perbedaan klitoris dengan penis hanya
bentuk dan ukurannya, klitoris yang kecil dan pendek sedangkan penis lebih panjang dan besar. Mereka juga memandang bahwa, sunat pada perempuan
merupakan identitas bagi umat Islam karena suku Alas sangat memegang kuat hukum agama dan adat, sehingga masyarakat Alas mengaharuskan bagi mualaf
perempuan untuk disunat sebagai identitas dan kesuciannya. Jika tidak, maka dia dianggap tidak sah sebagai pemeluk agama Islam.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat, bagaimana pentingnya sunat perempuan menurut Tokoh Agama peneliti menemui anggota Majelis
72
Universitas Sumatera Utara
Permusyawaratan Ulama MPU Kabupaten Aceh Tenggara yang bernama Majidun Karo-Karo, umur 41 tahun di kantornya jalalan Iskandar Muda – Titi
Panjang. Peneliti mencoba bertanya, bagaimana kedudukan sunat perempuan menurut agama Islam ? Informan menjelaskan dengan tenang, sambil mengambil
bukunya dari rak buku yang ada dibelakangnya. Informan menjelaskan bahwa, sunat perempuan wajib dilakukan, sama halnya dengan sunat pada laki-laki.
Karena Rasullulah SAW pernah bersabda, “Apabila dua khitansunat bertemu, maka wajib baginya mandi.” HR. Muslim dalam riwayat Qatadah. Berdasarkan
sabda ini Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Dari sini jelas bahwa perempuan juga disunat seperti laki-laki. Tidak ada pandangan Islam yang melarang sunat
perempuan, ada yang mensunnahkan dan ada yang mewajibkan, hanya itu…..” Informan menegaskan.
Pak Majidun juga mengatakan bahwa, dalam Al-Quran surat an-Nahl Ayat 123 yang artinya : “Kemudian kami wahyukan kepadamu Muhammad, ikutlah
agama Ibrahim, seorang yang hanif. Dia bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Adapun diantaranya ajaran Nabi Ibrahim adalah khitan.
Termasuk disini khitan pada anak perempuan.” Saat peneliti mengajukan pertanyaan lagi, sunat perempuan yang sekarang di masyarakat Alas seperti apa
pak, apa sudah sesuai seperti ajaran agama Islam ? Ya…. tidak melanggar karena sepengetahuan kami, sunat pada orang Alas
tidak berlebihan, boleh tanyak sama mudim. Karena dia yang lebih tau bagaimana pelaksanaan di lapangan. Kata informan.
73
Universitas Sumatera Utara
Pada akhirnya, informan menitip pesan kepada peneliti, agar masalah sunat perempuan pada masyarakat Alas dapat di amati dengan benar, supaya
masalah ini tidak menjadi isu yang meragukan masyarakat secara umum. Walaupun ada pertentangan dalam hukumnya, praktik ini jangan dijadikan
menjadi sebuah masalah, sehingga dapat membelah persatuan pada masyarakat Alas. Informan juga berharap hasil penelitian ini, dapat di diskusikan nantinya
dengan rekan-rekan yang lainnya, jelas informan. 74
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN