BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Sunat perempuan pada dasarnya merupakan cermin bangunan sosial seksualitas suatu masyarakat. Pada konteks masyarakat Alas, praktik ini terbentuk
atas dasar kepentingan agama dan tradisi yang telah ada dari turun-temurun dan tabu untuk di bicarakan, terutama kaum laki-laki. Peran dominan orang tua, tokoh
agama dan tokoh adat memberikan sumbangan bagi berkembangnya praktik sunat perempuan. Meski demikian, makna ritual dan mitos-mitos pada praktik sunat
perempuan masih terus melekat di kalangan masyarakat Alas, sebagai sebuah tradisi adat Alas yang tetap terus dipertahankan.
Sunat perempuan pada masyarakat Alas dilakukan pada saat usia anak 1 atau 2 tahun, praktik ini biasanya dilakukan masyarakat setempat pada bulan Idul
Adhabulan Haji. Sampai saat ini, sunat perempuan pada masyarakat Alas di Kabupaten Aceh Tenggara, masih dilakukan oleh seorang dukun sunat perempuan
Alas : mudim de bekhu. Pelaksanaan praktik ini dilakukan dengan cara membuang sedikit dengan cara menyayat pada bagian permukaan klitoris, yaitu
sebesar biji beras, tindakan ini dilakukan dengan menggunakan pisau silet dan kunyit sebagai telanan tanpa ada pengobatan medis. Namun, praktik yang
dilakukan mudim de bekhu belum dapat dikatakan aman secara kesehatan. Karena
88
Universitas Sumatera Utara
praktik ini dilakukan dengan cara menyayat bagian alat kelamin, menggunakan alat yang tidak melalui proses steril sebelumnya.
Sunat perempuan yang dilakukan oleh mudim de bekhu, terdapat perbedaan seperti yang dilakukan oleh Bidan. Bidan dalam melakukan sunat
perempuan, tidak akan melakukan penyayatan ataupun membuang sedikitpun bagian pada klitoris, melainkan hannya menggoresnya dengan menggunakan
jarum yang steril. Walaupun demikian, prosedur yang dilakukan mudim de bekhu masih diterima oleh masyarakat Alas, karena tindakan ini dimaknai sebagai suatu
tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan tradisi suku Alas dan perintah agama. Sampai saat ini, belum pernah ada terjadi hal yang dapat membahayakan
anak perempuan yang di sunat, sehingga masyarakat Alas tetap akan mempertahankan praktik ini walaupun ada penolakan dari LSM dan pihak-pihak
lain. Manfaat sunat perempuan bagi masyarakat Alas yaitu, dapat memberikan
banyak manfaat, seperti pembersih diri dan yang terpenting dari prakrik ini sebagai identitas agama. Meski praktik ini dapat menyebabkan pendarahan parah,
masalah buang air kecil, kista, infeksi, infertilitas serta komplikasi dalam persalinan meningkatkan risiko kematian bayi yang baru lahir, seperti yang
katakan oleh WHO dan pihak-pihak lain yang menolak praktik ini. Mereka mengaku akan tetap mempertahankan praktik tersebut, karena praktik ini
dianggap sebagai tradisi adat dan perintah agama. Dari sudut pandang kesehatan, mereka juga menganggap bahwa, sunat perempuan yang dilakukan akan
89
Universitas Sumatera Utara
membawa manfaat sebagai tindakan pembersih alat kelamin, sehingga bagian klitoris “daging haram” yang dianggap sebagai sumber penyakit akan menjadi
bersih. Sehingga dari hasil penelitian ini telah terjawab pertanyaan-pertanyaan
yang jabarkan dalam permasalahan. Pertanyaan pertama, bagaimana praktik sunat perempuan pada masyarakat Alas dewasa ini dilaksanakan. Praktik sunat
perempuan pada masyarakat Alas terbentuk atas dasar kepentingan agama dan tradisi yang telah ada dari turun-temurun dan bersifat tabu untuk dibicarakan.
Sunat perempuan pada masyarakat Alas, dilakukan dengan cara menyayat pada bagian permukaan klitoris preputium klitoris, dengan membuang bagian tersebut
sebesar biji beras yang dikenal masyarakat setempat sebagai “daging haram”, tindakan ini dilakukan dengan menggunakan pisau silet dan kunyit sebagai
telanan tanpa ada pengobatan medis. Praktik ini dilakukan dengan pesta adat yang sederhana, dengan makna ritual dan mitos-mitos yang masih terus melekat di
kalangan masyarakat Alas, sebagai sebuah tradisi adat Alas yang terus dipertahankan.
Pertanyaan kedua, mengapa praktik sunat perempuan tetap dilaksanakan, walaupun ada resiko yang dapat ditimbulkan, dan mengapa masyarakat Alas lebih
mempercayai mudim de bekhu untuk menyunat anak perempuan mereka, yang ternyata tidak sesuai dengan anjuran Menteri Kesehatan melalui Permenkes
Nomor 1636 Tahun 2010. Masyarakat Alas tau bahwa, sunat perempuan dapat mengakibatkan infeksi, tetanus dan resiko secara psikologis pada anak, namun
90
Universitas Sumatera Utara
mereka mengaku tidak akan ambil pusing, karena praktik ini dipercaya sebagai ajaran agama dan tradisi yang tetap akan dipertahanka.
Mereka juga mengatakan bahwa, praktik yang mereka lakukan tidak akan merugikan mereka, melainkan akan membawa manfaat kebersihan dan sebagai
identitas agama, jikapun ada dampak yang akan di timbulkan, tidak akan membuat mereka mengambil keputusan seketika untuk menghentikan tradisi ini,
karena mereka tidak berani melawan kebiasaan yang sudah ada. Alasan agama dan budaya yang telah mereka ketahui, pasti memiliki maksud dan tujuan yang
baik dalam pelaksanaan sunat perempuan. Mereka juga akan tetap melakukan sunat pada anak perempuannya, karena alasan orang tua, nenek dan masyarakat
sekitar menyarankan dan mengajarkan hal tersebut. Sampai saat ini, sunat perempuan pada masyarakat Alas di Kabupaten
Aceh Tenggara, masih dilakukan oleh seorang dukun sunat perempuan Alas : mudim de bekhu. karena mudim de bekhu dipercaya sebagai orang yang taat
menjalankan perintah agama, seperti menjalankan ibadah shalat, puasa dan, ditambah dengan kepercayaan bahwa mudim de bekhu memiliki karismatik dan
keahlian tertentu oleh masyarakat Alas. Kepercayaan ini juga didasari dengan keyakinan masyarakat, bahwa hanya seorang mudim de bekhu sajalah yang
memiliki kemampuan secara turun-temurun untuk melakukan sunat. Meraka juga meyakini bahwa, hanya mudim de bekhu lah yang “sah” untuk menyunat anak
perempuan mereka. 91
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran