Praktik Sunat Perempuan di Indonesia

oleh wanita lebih tua, Dukun, tukang cukur, atau Bidan dan Dokter yang professional. Seperti halnya prosedur sunat perempuan, usia seorang perempuan disunat juga sangat bervariasi, tergantung pada adat dan kebudayaan nasyarakat tersebut. Sunat dapat dilakukan pada seorang wanita pada saat ia masih bayi, anak-anak usia 7-10 tahun, remaja maupun wanita dewasa. Pada beberapa masyarakat seperti di Somalia disunat pada usia berkisar antara 18-68 tahun, di Ethiopia dan Eritrean usia sunat perempuan berkisar antara 30-52 tahun, tetapi usia paling umum sunat perempuan dilaksanakan adalah 4-8 tahun Irianto, 2006.

2.1.7 Praktik Sunat Perempuan di Indonesia

Sunat perempuan dapat dikatakan juga terjadi di Indonesia secara luas, namun sunat perempuan di Indonesia pada umumnya dipraktikkan pada taraf yang ringan bahkan hanya secara simbolis. Menurut Putranti 2003 yang mengutip pendapat Feillard dan Marcoes bahwa di Indonesia, sunat perempuan baru mulai dipersoalkan setelah gencarnya perbincangan mengenai Gender, seksualitas, dan kesehatan reproduksi yang disuarakan aktivis perempuan kira-kira sejak 5 tahun terakhir ini. Sebelumnya, isu ini kurang mendapat perhatian karena prevalensinya tidak diketahui secara pasti, dan prosedur pelaksanaannya dipandang tidak cukup membahayakan kesehatan. Satu-satunya informasi mengenai sunat perempuan di Indonesia yang cukup lengkap adalah studi Schrieke pada tahun 1921 yang mengindikasikan dilakukannya praktik sunat perempuan di sebagian besar tanah Jawa, beberapa 31 Universitas Sumatera Utara daerah di Sulawesi Makasar, Gorontalo, Kalimantan Pontianak, Banjarmasin, Sumatera Lampung, Riau, Padang, Aceh, pulau Kei di Ambon, pulau Alor, dan suku Sasak di Lombok. Studi tersebut juga melaporkan bahwa sunat perempuan pada umumnya dilakukan secara rahasia, pada usia sangat muda, dan dengan cara menghilangkan sebagian kecil ujung klitoris. Berdasarkan hasil penelitian Astuti dkk 2011 melaporkan bahwa penerimaan wanita dewasa terhadap praktik sunat perempuan yang dieksplorasi melalui diskusi kelompok terarah dengan ibu-ibu yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikannya, didapatkan respon yang cukup berbeda. Pada ibu-ibu berpendidikan SMA ke atas penerimaan terhadap sunat perempuan lebih terbuka dan bisa melihatnya dari sudut pandang kepentingan kesehatan, isu agama dan adat, dipandang tidak akan menjadi kendala sejauh pemahaman yang baik diberikan. Ibu-ibu dari pendidikan SMP ke bawah masih ada yang memandang sunat perempuan erat kaitannya dengan isu bukan tradisi dan budaya. Demikian juga halnya tentang penerimaan terhadap sunat perempuan pada kelompok ini menyatakan akan bisa menerima untuk alasan kesehatan walaupun lebih menyerahkan keputusan pada suami baik untuk sunat perempuan pada suami maupun anak laki-laki mereka. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada dengan judul laporan akhir “Male and Female Genital Cutting Konteks, Makna, dan Keberlangsungan Praktik dalam Masyarakat Yogyakarta dan Madura”, bahwa praktik sunat 32 Universitas Sumatera Utara perempuan yang melibatkan tindakan untuk melukai alat kelamin perempuan dilakukan dengan cara memotong atau menggores pada ujung klitoris, atau pada bagian labia. Yang terpenting dari penggoresan ini adalah keluarnya sedikit darah yang menandakan bahwa prosedur tersebut telah sah menurut agama. Dasar diparktikkannya sunat perempuan di Indonesia masih sangat bercampur antara kepercayaan, adat, dan agama. Tindakan sunat perempuan di Indonesia biasanya dipraktikkan oleh Dukun wanita, yang secara turun-temurun telah mewarisi kemampuan ini, namun pada masa sekarang tidak sediktit peran dari Dukun tersebut yang telah digantikan oleh petugas kesehatan seperti Bidan Irianto, 2006. Praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh petugas kesehatan, bertindak berdasarkan Permenkes Nomor 1636 Tahun 2010 pasal 4 Ayat 2 yaitu, menetapkan pelaksanaan sunat perempuan dilakukan dengan prosedur tindakan sebagai berikut : a. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10 sepuluh menit. b. Gunakan sarung tangan steril. c. Pasien terbaring terlentang, kaki direntangkan secara hati-hati. d. Fiksasi lutut dengan tangan, vulva ditampakkan. e. Cuci vulva dengan povidon iodine 10, menggunakan kain kasa. f. Bersihkan kotoran smegma yang ada diantara frenulum klitoris dan gland klitoris sampai bersih. 33 Universitas Sumatera Utara g. Lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris frenulum klitoris dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20G-22G dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris. h. Cuci ulang daerah tindakan dengan povidon iodine 10. i. Lepas sarung tangan. dan j. Cuci tangan dengan sabun dengan air bersih yang mengalir. 2.2 Alat Kelamin Wanita dan Fungsinya Menurut Makarau 2009 menyebutkan bahwa, pengertian seks atau jenis kelamin berhubungan dengan perbedaan biologi antara perempuan dan laki-laki. Seks merupakan anugerah yang melekat pada manusia sejak lahir yang tidak mungkin kita ubah. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.

2.2.1 Alat Kelamin Bagian Luar Genetalia Eksterna