Pembakaran Mesjid di Kebakaran Mesjid di

penyerangan warga muslim di Kampung Melayu, Selambo, Desa Amplas, Kecamatan Percut Sei tuan, Kabupaten Deli Serdang. Barakah dan sekitar 20 warga didalam mesjid serta membakar 7 rumah, merusak 5 rumah, dan merusakmembabat tanaman jagung, pisang, cabai, dan ubi, seluas 3 hektar lebih.

17. Adanya penyebaran

buku dan selebaran yang menodai salah satu agama yaitu agama Islam disebarkan di labuhan batu secara terbuka. Buku selebaran yang menodai agama Islam meresahkan masyarakat. Pelaku penyebaran telah berhasil ditangkap polisi telah diproses oleh Pengadilan Negeri Rantau Prapat dan dihukum 5 Tahun Penjara.

18. Pembakaran Mesjid di

Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan. Adanya pembakaran 2 buah mesjid yang berdekatan bersamaan dengan itu terbakar pula rumah penduduk dan pos polisi. FKUB Provinsi Sumatera utara dan FKUB Asahan telah meninjau lokasi kejadian dan berusaha menenangkan masyarakat dan meminta pihak terkait agar menindak lanjuti peristiwa ini. Pelaku pembakaran telah berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian dan telah diproses secara hukum. 19. Konflik antara masyarakat Islam dengan Warga Kristen di Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai. Pada tanggal 22 April 2012, ada warga Kristen yang melakukan peribadatan minggu dirumah pendeta yang terletak di tengah-tengah pemukiman umat Islam. FKUB Propinsi Sumut telah meminta FKUB Serdang Bedagai agar bekerjasama dengan Camat, Polsek dan Koramil setempat untuk mendamaikan dan menghentikan kegiatan ditempat yang bukan rumah ibadahgereja tersebut. Masalah ini dapat diatasi dan saat ini keadaan telah berdamai. Universitas Sumatera Utara

20. Kebakaran Mesjid di

Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 04.00 WIB terjadi kebakaran. Peristiwa ini masih ditangani oleh Polsek Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kebupaten Asahan. Sumber: FKUB Propinsi Sumatera Utara Berdasarkan kasus-kasus yang diuraikan diatas, dalam konteks Sumut, sebenarnya juga mengalami permasalahan yang sama didalam praktek kebebasan beragama di tengah kehidupan masyarakatnya yang jemuk. Pernyataan bahwa Sumut merupakan daerah yang cukup berhasil dalam hal pelaksanaan kebebasan beragama tidak sepernuhnya benar. Dimanapun konflik horizontal perihal pelaksanaan kebebasan beragama pasti ada mengalami permasalahan. Berdasarkan data diatas dari 20 kasus dalam kebebasan beragama dapat dibagi dalam 5 kategori: 1. Kasus Pendirian Rumah Ibadah, 7 kasus. 2. Kasus Pembakaran dan Pengrusakan terhadap Rumah Ibadah, 6 kasus. 3. Kasus Pelecehan atau Penistaan Agama, 2 kasus. 4. Kasus Beribadah tidak pada tempat berdasarkan aturan, 5 kasus. Kasus pendirian rumah ibadah yang ada dalam konteks Sumut, pada umumnya dikarenakan warga yang keberatan terhadap pendirian rumah ibadah tersebut. Dalam hal ini baik Gereja, maupun Kuil dan Vihara. Ketujuh kasus pendirian rumah ibadah yang dimaksudkan, termasuk juga masalah renovasi rumah Universitas Sumatera Utara ibadah yang kendatipun sejak awal sudah mendapatkan ijin tetap juga terhambat pelaksanaanya karena keberatan warga. Didalam proses penyelesaiannya, juga berbeda-beda pendekatan yang berhasil memecahkan persoalan. Terbukti bahwa dalam prakteknya pemerintah maupun warga yang memperjuangkan haknya melalui pendekatan normatif tidak selalu berhasil. Bahkan pendekatan normatif sering tidak berhasil untuk menyelesaikan kasus pendirian rumah ibadah ini. Perlu ada itikad baik dari kedua belah pihak yang berkonflik. Itikad untuk memperjuangkan keharmonisan didalam hubungan antar umat beragama. Salah satu contoh kasus dari pihak Budha yang memiliki itikad baik untuk memperjuangkan keharmonisan. Pada pembangunan patung Amithaba di Tanjung Balai. Pihak Budha dalam hal ini pimpinan vihara berkenan memindahkan patung Amithaba ketempat lain karena masyarakat yang protes. Tentunya ada musyawarah dan dialog didalam penyelesaian masalah untuk mencapai mufakat. Namun disisi lain, dengan cara musyawarah tidak selalu hasilnya demikian. Pihak yang diprotes selalu mengalah. Dalam konteks kasus Pendirian rumah ibadat Kuil Balaji Venkateshwara di Kelurahan Selayang, inisiatif dari panitia pembangunan kuil membuahkan hasil ketika mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh lintas agama yang pada akhirnya, FKUB Kota Medan meminta warga yang keberatan untuk menyetujuinya. Jadi, pendekatan kekeluargaan melaui musyawarah untuk mufakat, komunikasi yang baik menjadi salah satu jalan terbaik bagi pemerintah untuk menyelesaikan konflik pendirian rumah ibadah. Karena hal tidak bisa dipungkuri bahwa dari aspek sosiologi pendirian rumah ibadah ini sangat sensitif, karena Universitas Sumatera Utara menyangkut masalah keyakinan yang juga merupakan hak asasi. Perlu memperhatikan kearifan lokal tempat dimana rumah ibadah akan didirikan. Namun, sangat penting jika kearifan lokal ini secara yuridis normatif diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kasus pembakaran dan pengrusakan rumah ibadah pada prinsipnya berakar dari rendahnya rasa toleransi beragama. Dari 6 kasus tentang pengrusakan dan pembakaran rumah ibadah pemeritah dengan tegas menindak tegas pelaku. Pemerintah melakukan tindakan represif. Namun, menjadi permasalahan ketika ada kegerakkan massa seperti di Silambo, penyerangan terhadap warga muslim dan pengrusakan Mesjid Al Barakah. Hal ini terbukti tidak ada penyelesaian terhadap kasus ini. Namun, karena pembakaran dan pengrusakan ini sangat sensitif pemerintah dalam hal ini FKUB berkordinasi dengan instansi lainnya untuk menetralisir situasi sehingga tidak terjadi konflik yang lebih besar lagi. Hal baik yang pemerintah lakukan dalam kasus pembakaran rumah ibadah di Sibuhuan, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padang Lawas karena adanya keberatan warga adalah memfasilitasi kebebasan beribadah bagi umat Kristiani dan mencari lokasi yang lebih tepat dan layak serta dapat diterima masyarakat dengan memenuhi prosedur yang berlaku. Terhadap 2 kasus penistaan dan penodaan agama yang terjadi di Sumut juga ditangani pemerintah dengan baik. Kasus yang terjadi di Labuhan Batu, penyebaran buklet yang menodai agama Islam. Pemerintah melakukan tindakan represif dengan menindak pelaku dengan tegas yaitu 5 tahun hukuman penjara. Tetapi ada juga kasus Universitas Sumatera Utara penistaan dan penodaan agama yang diselesaikan diluar persidangan non litigasi yakni dengan kekeluargaan seperti dalam kasus Pemuatan Gambar Dewa Ganesha dan Krisna di sandal jepit yang beredar di kota Medan. Terhadap kasus penggunaan tempat ibadah tidak pada tempat sebagaimana diatur secara normatif, tindakan yang diambil pemerintah berbeda-beda sesuai dengan konteks kasusnya. Jika sudah melibatkan massa seperti di Dolok Masihul, Sedang Bedagai maka akan diselesaikan dengan perdamaian. Difasilitasi oleh FKUB dengan melibatkan instasnsi lain, seperti Camat, Polsek, Koramil guna mencegah konflik yang lebih meluas. Ada juga dengan merekomendasi berpindah tempat setelah memberi jangka waku. Sampai saat ini belum ada aturan normatif jika kegiatan keagamaan atau ibadah dilakukan ditempat yang bukan diatur dalam undang-undang. Karenanya perlu diatur secara yuridis normatif. Perlu ditegaskan dalam kasus kebebasan beragama, kendatipun diatur secara normatif akan tetap ada benturan. Karena sulit menghindarkan benturan jika pengaturan yang bersifat normatif dihubungkan dengan hak asasi manusia. Selain aspek normatif, pelaksanaan ini berhubungan juga denga aspek sosiologis, politik bahkan ekonomi. Secara khusus masalah pembagunan rumah ibadah, ternyata yang sama kasusnya dengan GKI Yasmin ada beberapa Gereja maupun Mesjid. Ternyata permasalahannya bukan terletak pada syarat pengguna atau jumlah pendukung yang memadai. Namun ada faktor sosiologis yang mengakibatkan peraturan menteri tersebut tidak dapat dilaksakan. Keharmonisan antar umat dan cara pandang yang benar tentang agama lainlah yang menjadi faktor utamanya. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya yang dikaitkan dengan permasalahan yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Konsitusi RI Pasca Amandemen merupakan konstitusi yang paling lengkap yang mengatur perihal jaminan atas kebebasan beragama jika dibandingkan dengan konsitusi sebelumnya UUD 1945, Konsitusi RIS 1949, UUDS 1950. Secara normatif sudah memadai didalam menjamin kebebasan beragama. Selain itu ditegaskan bahwa Pancasila adalah sumber nilai norma serta kaidah hukum negara. Hal yang mengatur perihal kebebasan beragama didalamnya sudah termaktub nilai-nilai Pancasila. Jika konstitusi kabur mengurai sesuatu hal maka akan mengacu kepada Pancasila, sebagai sumber dari norma hukum. Bahkan dari keseluruhan pasal yang mengatur kebebasan beragama, hampir memuat seluruh yang ada di kovenan internasional. Tetapi konsitusi masih membutuhkan penyempurnaan didalam memuat jaminan kebebasan beragama. 2. Penjabaran konsitusi RI sebenarnya ditemukan sinkronisasi satu sama lain. Tetapi tidak bisa dipungkiri dari isi beberapa aturan yang merupakan turunan menimbulkan multitafsir yang akhirnya memberi kesan bahwa aturan tersebut inkonstitusional. Namun belum ada aturan khusus yang merupakan penjabaran Konstitusi yang cukup detail dan jelas menjawab konflik mengenai kebebasan Universitas Sumatera Utara