C. Peran Pemeritah Didalam Melindugi Aliran-AliranPenghayat Kepercayaan di Indonesia.
Konsitusi tidak hanya menjamin hak kebebasan beragama tetapi juga kebebasan terhadap aliran-aliran kepercayaan yang ada di Indonesia. Bahkan secara
universal keberadaan aliran-aliran kepercayaan ini dijamin terbukti melalui pengaturannya didalam kovenan internasional. Terbukti didalam Kovenan Tentang
Hak Sipil dan Politik pengaturan mengenai kebebasan beragama dan keyakinan ini ada kata “religion and belief”.
Agama asli Nusantara adalah agama
-agama tradisional
yang telah ada sebelum agama
Islam ,
Kristen Katolik ,
Kristen Protestan ,
Hindu ,
Buddha ,
Konghucu masuk ke
Nusantara Indonesia
. Mungkin banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa sebelum agama-agama resmi agama yang
diakui; Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke
Nusantara atau
Indonesia , di setiap daerah telah ada agama-
agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan
yang dipeluk oleh masyarakat
Sunda di Kanekes ,
Lebak ,
Banten ; Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal
sebagai agama Cigugur dan ada beberapa penamaan lain di Cigugur, Kuningan
, Jawa Barat
; agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah
dan Jawa Timur
; agama Parmalim, agama asli
Batak ; agama Kaharingan di
Kalimantan ; kepercayaan
Tonaas Walian di Minahasa
, Sulawesi Utara
; Tolottang di Sulawesi Selatan
; Wetu Telu di
Lombok ; Naurus di
Pulau Seram di Propinsi
Maluku , dll. Didalam Negara
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia, agama-agama asli Nusantara tersebut didegradasi sebagai ajaran animisme
, penyembah berhala batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan
.
269
Menurut data yang diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, saat ini jumlah warga penghayat di
Indonesia lebih kurang 10 juta orang yang terhimpun dalam 249 kelompok Penghayat yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena dasar ini pula, Pemerintah Republik
Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tetap berupaya menerbitkan UU dan Peraturan Pemerintah untuk
melindungi dan melayani hak-hak para penghayat sesuai warga negera lainnya.
270
Sejarah sebenarnya mencatat bahwa pada tahun 1970 pemerintah pernah berencana mengakui aliran kepercayaan sebagai agama. Namun, reaksi keras
bermunculan. Akhirnya, niat itu surut, lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dan instruksi Menteri Agama pada 1978
bahwa aliran kepercayaan bukan agama. Tetapi bagian dari budaya yang harus dibina. Karena apabila aliran kepercayaan menjadi atau setara dengan agama, akan timbul
konflik sosial antara pemeluk agama dan aliran kepercayaan. Selama ini pemeluk kepercayaan telah mengakui bahwa keyakinannya hanyalah budaya.
271
269
Agama asli Nusantara,
Oleh
http:id.wikipedia.orgwikiAgama_asli_Nusantara , diakses tanggal
19 Juli 2012
270
Wawancara langsung dengan Humala Pardede, Mewakili Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara, tanggal 10 Juli 2012
271
Nurul Huda, Aliran Kepercayaan, Agama atau Budaya, Koran Tempo, Senin, 27 Nopember 2006. Diakses tanggal 19 Juli 2012
Universitas Sumatera Utara
karenanya aliran-aliran kepercayaan ini terdaftar dan mendapat pembinaan dibawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Perhatian Pemerintah masalah hak dan kewajiban bagi penganut penghayat kepercyaan patutu dibanggakan, seperti penerbitan UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan Aminduk dan PP No. 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan UU tersebut. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Bersama Menteri
PBM Dalam Negerri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. 43 Tahun 2009, No. 41 Tahun 2009 Tentang Pedoman pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan dikeluarkan dasar hukum yang dimaksud, penghayat kepercayaan dapat menikmati hak-hak sipilnya.
272
Konteks Sumatera Utara Sumut, Kementertian Kebudayaan dan Pariwisata mencatat bahwa ada sekitar 14 organisasipaguyuban sebagai organisasi penghayat
kepercayaan.
273
Selain itu ada jumlahnya berkisar 85.000 jiwa.
274
272
Hasil Wawancara dengan Humala Pardede.
Humala menyatakan bahwa sejauh ini malah penghayat kepercayaan sangat hidup rukun.
Berbeda dengan agama-agama besar dan dianggap resmi di Indonesia. Namun bisa jadi hal tersebut karena semua penghayat kepercayaan ini juga masih belum siap
mengaktualisasikan kelompoknya di tengah-tengah masyarakat karena akan dianggap penyembah setan atau agama sesat. Namun sejauh ini penghayat kepercayaan tetap
mengaku dan mepercayai Tuhan Yang Maha Esa namun didalam beribadah baik
273
Ibid.
274
Maruli Sirait, Pemerintah Harus Rutin Mensosialisasikan UU Terkait Penghayat Kepercayaan, Majalah Sulu Panondang, Edisi I, November 2011-Januari 2012.
Universitas Sumatera Utara
keyakinan sangat berbeda dengan agama-agama yang dianggap besar atau resmi di Indonesia.
275
Jumlah dari penghayat kepercayaan yang paling besar di Sumut adalah Parmalim. Uniknya Parmalim saat ini sudah memiliki tempat peribadatan mereka.
Pada tanggal 23 Juni 2011 diresmikan dan dihadiri dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Pusat dan Sumut. Nama rumah ibadah ini Bale Parsantin. Direktorat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kementerian Budaya dan Pariwisata, memberikan apresiasi besar kepada kelompok Parmalim ini menyatakan apresiasi
tinggi terhadap keberhasilan Parmalim ini. Pihak Kementerian ini akan terus melakukan pembinaan kepada penghayat kepercayaan Parmalim ini.
276
MUI, PGI, Ahmadiyah, FKUB dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata memberikan pernyataan yang sama, bahwa konsitusi tetap menjamin aliran-aliran
kepercayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Pemerintah wajib menjamin hak asasi mereka. Didalam memperlakukan mereka sebagai warga negara, tidak bisa
ada diskriminasi. Regulasi mengenai kelompok penghayat kepercayaan ini sudah jelas menyatakan bahwa hak-hak sipil mereka harus dilindungi.
277
Kendatipun belum maksimal, dari uraian diatas pemerintah cukup memberikan peran yang sangat baik didalam menjamin dan membina kelompok-
kelompok penghayat kepercayaan ini. Aturan atau regulasi mengenai penghayat kepercayaan ini kurang disosialisasikan kepada masyarakat umum. Belum lagi upaya
275
Wawancara dengan Humala Pardede.
276
Ibid.
277
Hasil Wawancara dengan semua narasumber.
Universitas Sumatera Utara
untuk menghacurkan stigma negatif terhadap aliran-aliran kepercayaan yang tumbuh berkembang di Indonesia.
Berkenaan dengan pendirian rumah ibadah, sebenarnya sudah aturan khusus yang mengatur masalah pendirian rumah ibadah bagi penghayat kepercayaan ini.
uniknya PBM tentang Penghayatan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa ini tidak mencatumkan persyaratan masalah jumlah penganut dan rekomendasi dukungan
masyarakat terhadap pembangunan rumah ibada tersebut. Hanya mengajukan permohonan kepada Bupatiwalikota. Karena PBM tentang pendirian rumah ibadah
tidak ada menyinggung sama sekali mengenai pendirian rumah ibadah bagi penghayat kepercayaan. Namun dalam prakteknya di Sumut sudah ada Bale
Parsantian atau rumah ibadah bagi kelompok parmalim. Intinya secar yuridis normatif perlu ada pengaturan khusus masalah pendirian rumah ibadah ini. Jika pendirian
rumah ibadah oleh agama-agama yang yang ada di Indonesia sering terjadi konflik, apalagi pendirian rumah ibadah terhadap aliran-aliran kepercayaan yang memiliki
stigma negatif di tengah-tegah kehidupan masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan akan semakin banyak penghayat kepercayaan yang akan mendirikan rumah
peribadatannya. Perihal ijin membangun juga perlu diperhatikan dengan serius mulai saat ini.
Selain itu perlu ada regulasi khusus yang jauh lebih jelas dan detail yang mengatur masalah penghayat kepercayaan ini. Pernyataan bahwa Kementerian
Kebudayaan dan Dinas Pariwisata akan rutin melakukan pembinaan juga masih mengalami kerancuan. Upaya pembinaan ini dilakukan supaya aliran-aliran
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan ini tidak menjadi agama baru. Perlu diatur secara normatif kejelasan perihal pembinaan ini. karena menimbulkan multitafsir.
Berbicara masalah pembatasan terhadap manifestasi dari aliran kepercayaan ini sudah jelas, karena mengacu kepada pasal 28 J UUD 1945. Bagi aliran
kepercayaan juga berlaku sama halnya dengan perihal pelaksaan kebebasan beragama. Demikian juga berdasarkan UU No. 1PNPS 1965 tentang penodaan dan
penistaan agama.
D. Peran Pemerintah Terhadap Konflik Umat Beragama di Sumatera Utara.