Tindakan yang represif dari pemerintah merupakan langkah akhir ketika didalam pelaksanaan kebebasan beragama menciderai atau melukai kelompok lain
secara bathiniah karena hal yang sakral dan mulia didalam keyakinannya dinodai oleh kelompok baru yang belum jelas keberasalannya. Jika dilakukan pembiaran oleh
pemerintah maka, akan terjadi konflik horizontal didalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Selain itu negara juga perlu mendorong kelompok-kelompok agama yang ada
untuk terus melakukan pembinaan di internal agama untuk memahami akidah dari agama masing-masing.
B. PERAN PEMERINTAH DIDALAM MENANGANI KASUS-KASUS KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA
1. Peran Pemerintah Dalam Kasus Ahmadiyah
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, atau sering disebut sebagai Ahmad saja. Adalah pendiri Ahmadiyah. Dia adalah keturunan Haji barlas, raja kawasan Qesh.
Oleh karena sebuah serangan, keluarganya kemudian mengungsi hingga ke Khorasan, India. Mirza Ghullam Ahmad sendiri lahir di desa Quadian, Punjab, India pada
tanggal 13 Februari 1835. Ia terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Saudara kembarnya meninggal saat lahir. Sejak kecil Ahmad sangat tertarik mendalami agama
Islam. Berjam-jam waktunya dihabiskan untuk membaca Al-Quran atau sekedar berdebat masalah keagamaan dengan ahli agama Islam maupun agama lainnya. Hal
Universitas Sumatera Utara
ini mengecewakan ayahnya yang berharap Ahmad menjadi seorang pengacara atau pegawai negeri.
221
Ketika Mirza Ghulam Ahmad berusia 40 tahun, dia mengaku memperoleh wahyu dari Tuhan. Dia lalu menulis banyak karya yang isinya merupakan pembelaan
atas pandangan-pandangan miring yang menghujat Islam. Dia juga mengaku sebagai Mujaddid pembaharu, al-Masih, dan al-Mahdi yang dijanjikan. Menurutnya
Ahmadiyah bertujuan menegakkan syariat Islam, dengan meremajakan moral dan nilai-nilai dalam Islam. Baginya Ahmadiyah bukanlah sebuah agama baru namun
merupakan bagian dari agama Islam.
222
Mengenai al-Mahdi, Mirza Ghulam Ahmad dinyatakan telah memproklamasikan dirinya sebagai al-Mahdi dan bahkan sebagai penjelmaan Isa
ibnu Maryam dan Muhammad bagi umat muslim, disamping sebagai avatar penjelmaan Krisna bagi umat Hindu. Menurut Mirza Ghulam Ahmad, kepercayaan
terhadap dirinya sebagai al-Mahdi ini termasuk salah satu rukun iman bagi Ahmadiyah Quadian karena kedatangannnya di awal abad ke-14 H, diramalkan oleh
Muhammad sendiri. Disamping itu, dia menyatakan dirinya menerima wahyu dari Tuhan. Alasan kedua itulah yang akhirnya menyebabkan dirinya diakui oleh para
penganutnya sebagai nabi bagi Ahmadiyah Quadian dan sebagai mujaddid bagi Ahmadiyah Lahore.
223
221
Yogaswara Maulana Ahmad Jalidu, Aliran Sesat dan Nabi-nabi Palsu, Jakarta : Narasi, 2008, hal. 38-39.
222
Ibid
223
Iskandar Zulkarnain, Op. Cit. Hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
Setahun sebelum Ahmadiyah Quadian masuk ke Indonesia, pada tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore, Mirza Wali Ahmad Baiq dan Maulana Ahmad
datang ke Yogyakarta. Saat itu, Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam
muktamar ke 13 Muhammadiyah, yang menyebut bahwa Ahmadiyah sebagai “Organisasi Saudara Muhammadiyah”. Hal ini menimbulkan masalah karena 5 tahun
kemudian, pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa “orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah
kafir”. Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri
tanggal 4 April 1930.
224
Menyandarkan diri pada hadis Nabi: “Tidak ada nabi sesudahku” HR, al- Bukhari dan “kerasulan dan kenabian telah terputus, karena itu tidak ada rasul
maupun nabi sesudahku HR. Tirmidzi, MUI pada tahun 1980
225
memberikan fatwa larangan bagi kehadiran Ahmadiyah Quadiyaniyah karena mengangap Mirza Ghulam
Ahmad sebagai nabi. Keputusan ini dipertegas dengan dikeluarkannya Fatwa pada tanggal 29 Juli 2005
226
224
Ibid.
Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor: 11Munas VIIMUI152005 Tentang Aliran Ahmadiyah. Menegaskan kembali keputusan fatwa
225
Majelis Ulama Indonesia dalam Munas II tahun 1980 menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah jemaat diluar Islam, sesat dan menyesatkan. Keputusan Munas II MUI se Indonesia No.
05KepMunasMUI1980. http:www.myrazano.comfirqah-firqah-islam
, diakses tanggal 21Juni 2012
226
.http:moslemsunnah.wordpress.com20090612fatwa-mui-tentang-kesesatan-ahmadiyah, diakses tanggal 20 Juni 2012
Universitas Sumatera Utara
MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah
murtad keluar dari Islam. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran Ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq al-ruju’ ila al-haqq, yang
sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis.Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta
menutup semua tempat kegiatannya. Namun pada praktiknya, kelompok ini masih terus menjalankan aktivitasnya di Indonesia.
227
Perkembangan Ahmadiyah Lahore dan Quadian di Indonesia ini cukup pesat. Beberapa tahun setelah resmi berdiri, kedua kelompok aliran tersebut menyebar
keberbagai daerah di Indonesia. Ahmadiyah Quadian tersebar di Sumatera Barat, khususnya Padang, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Aceh, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan daerah-daerah lain di Indonesia. Sementara Ahmadiyah Lahore mulai menyebar di Yogyakarta, Jawa
Tengah, Jakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. perkembangan yang sangat pesat dari Gerakan Ahmadiyah
Quadian dan Lahore ini adalah karena mereka banyak menggunakan berbagai macam media, antara lain melalui majalah, tabligh, kegiatan sosial, dan buletin-buletin.
228
Saat ini ada sekitar 800 ribu jiwa pengikut Ahmadiyah untuk seluruh Indonesia.
229
227
Ibid.
228
Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, Jakarta: RM Books, 2006, hal. 33.
229
Hasil wawancara dengan Sufi Murti, Mubaligh Wilayah SUMUT dan Aceh Jemaah Ahmadiyah Indonesia, tanggal 14 Juni 2012
Universitas Sumatera Utara
Berbicara masalah legalitas Jemaah Ahmadiyah, jemaah Ahmadiyah adalah organisasi kerohanian, bukan organisai politik dan tidak memiliki tujuan-tujuan
politik. Didalam mengembangkan dakwah rohaninya, Jemaat Ahmadiyah senantiasa loyal dan patuh kepada undang-undang negara serta kepada pemerintah yang
berkuasa dimanapun Ahmadiyah berdiri. Pada akhir tahun 1952, Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengajukan surat kepada pemerintah Republik
Indonesia yaitu surat pengesahan AD dan ART Jemaat Ahmadiyah untuk diakui sebagai Badan Hukum. Pada tanggal 13 Maret 1953 Menteri Kehakiman Republik
Indonesia melalui Surat Keputusan No. JA.52313 menetapkan, bahwa perkumpulan Atau Organisasi Jemaah Ahmadiyah Indonesia diakui sebagai badan hukum. Surat
Keputusan Menteri Kehakiman tersebut dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 31 Maret 1953 Nomor 26.
230
Pengakuan Badan Hukum Jemaah Ahmadiyah Indonesia itu lebih dipertegas lagi oleh pernyataan Surat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 0628Ket1978
yang menyatakan bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia telah diakui badan Hukum berdasarkan Statsblaad 1870 No. 64. Selanjutnya kelengkapan organisasi Jemaat
Ahmadiyah Indonesia juga diakui telah memenuhi persyaratan ketentuan Undang- undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan. Keberadaan JAI
dinyatakan telah sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku oleh Direktorat Jenderal Sosial Politik Departemen Dalam Negeri dengan Surat Nomor 363.
230
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Jemaah Ahmadiyah Indonesia, Jakarta: Jemaah Ahmadiyah Indonesia, 2008, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
ADPM50593. Jemaat Ahmadiyah juga telah diakui keberadaannya oleh Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dengan Nomor inventarisasi di DEPDAGRI dengan sifat kekhususan Kesamaan Agama Islam tangal 5 Juni 2003 dengan Nomor 75D.IVI2003. Telah masuk juga
dalam daftar Inventarisasi Organisasi Kemasyarakatan pada Direktorat Jenderal Sosial Politik Departemen Dalam Negeri 19981989 dengan nomor urut Inventarisasi
297.
231
Melalui kasus Ahmadiyah ini, bisa dipahami bahwa karakter dari forum internum dan forum eksternum adalah saling berkaitan. Sebagai contoh, SKB yang
ditujukan untuk membatasi perkembangan ajaran Ahmadiyah ternyata bersumber dari “tidak diterimanya” interpretasi sekte tersebut yang menganggap bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi. Oleh karena itu pelarangan tersebut tidak hanya terbatas pada forum eksternum melainkan juga forum internum. Batasan terhadap
forum internum sebagai non derogable right atau tidak dapat dikurangi oleh apapun. Dalam bentuk apapun tidak dibenarkan meskipun negara dalam keadaan darurat
seperti adanya perang, bencana alam, konflik sosial dan ancaman-ancaman keamanan dan keutuhan negara lainnya.
232
Sehubungan dengan penilaian terhadap Konsitusi RI sudah memadai secara normatif atau tidak pihak Ahmadiyah menilai bahwa Konsitusi RI sudah cukup
memadai secara normatif didalam menjamin kebebasan beragama di Indonesia.
231
Ibid.
232
Ibid .264
Universitas Sumatera Utara
Namun dalam tatanan pelaksanaannya masih memiliki banyak kendala. Pasti ada konflik yang terjadi ketika aturan atau regulasi yang mengatur kebebasan beragama
pelaksanaannya bermasalah. Ketika apa yang diatur didalam konsitusi RI mengenai kebebasan beragama dilakasanakan maka kehidupan kebebasan beragama akan
terjadi harmonisasi. Karena konsitusi RI tidak hanya menjamin agama saja tetapi kepercayaan juga. Menarik karena konsitusi membedakan antara agama dengan
kepercayaan. Dalam hal ini aliran-aliran kepercayaan seperti Sapto Darmo, Parmalim, dan agama suku atau lokal lainnya tetap dijamin kebebasan keyakinan tersebut.
233
Sehubungan dengan penjabaran Konsitusi RI mengenai jaminan kebebasan beragama, pihak Ahmadiyah sendiri beranggapan, bahwa keberadaan SKB 3 Menteri
tentang JAI dan SK Gubernur Jawa Barat tentang JAI dan Perda-Perda lain yang bernuansa syariah. Pihak Ahmadiyah menilai bahwa ada masalah didalam penjabaran
konsitusi RI. Misalnya SK Gubernur Jawa Barat, yang melarang Ahmadiyah untuk menjalankan ibadahnya. Hal tersebut sangat bertentangan dengan SKB 3 Menteri
tentang Jemaah Ahmadiyah.
234
Sehubungan dengan SKB ini, pihak Ahmadiyah sendiri menilai bahwa SKB tidak ada diatur didalam Undang-undang. Harusnya
pemerintah harus konsisten untuk menjalankan konsitusi dan apa yang diatur didalam undang-undang. pemerintah harus menjalankan amanah sesuai dengan konstisusi dan
undang-undang.
235
233
Wawancara dengan Ahmadiyah.
Berbeda halnya dengan Forum Kerukunan Umat Beragama
234
Ibid.
235
Ibid
Universitas Sumatera Utara
FKUB, menurut FKUB, SKB 3 Menteri merupakan upaya pemerintah untuk meredam dan mengatasi konflik yang terjadi karena keberadaan Ahmadiyah namun
perlu memperhatikan isi dari SKB tersebut supaya tidak bertentangan dengan konsitusi RI.
236
Berbicara masalah peran pemerintah didalam menjamin kebebasan beragama, secara umum Ahmadiyah menilai bahwa pemeritah sudah cukup baik menjamin
kebebasan beragama di Indonesia. Jika melihat perbandingan dari jumlah jemaah Ahmadiyah yang tergangu haknya dengan yang tidak terdapat perbandingan yang
sangat besar, bahwa jumlah yang terlindungi jauh lebih besar. Hanya disegelintir tempat saja Ahmadiyah mengalami tekanan dan gangguan kebebasan beragama. Saat
ini paling sering mengalami ganguan untuk Ahmadiyah terjadi di Jawa Barat dan Mataram. Pihak yang paling banyak memberikan tekanan adalah Ormas Front
Pembela Islam FPI. Tetapi tidak dipungkiri banyak juga anggota FPI yang akhirnya menerima Ahmadiyah setelah banyak dialog dan diskusi.
237
Permasalahan masalah agama resmi, sejauh ini baik konstitusi maupun undang-undang belum ada pernyataaan ada agama resmi dan agama tidak resmi.
Tidak ada parameter untuk menyatakan suatu agama resmi maupun tidak resmi. Pemerintah tidak mempunyai hak untuk menyatakan pernyataan resmi atau tidak
resmi tersebut. Karena kalau dari lamanya, aliran-aliran atau kepercayaan-
236
Ibid.
237
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan lokal jauh lebih lama keberadaannya ada di Indonesia. Mengenai keberadaan Bakor Pakem yang merupakan badan pengawas aliran kepercayaan, pihak
Ahmadiyah menilai sepanjang hal tersebut merupakan perintah dari Undang-undang atau dengan aturan yang jelas maka keberdaaanya harus dihormati karena merupakan
kebijakan dari pemerintah sendiri untuk menjamin pelaksanaan kebebasan beragama dan demi terciptanya ketertiban umum.
Pernyataan mengenai sesat atau tidak sesat terhadap Ahmadiyah, FKUB perpendapat bahwa pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu
kelompok atau aliran kepercayaan sesat atau tidak. Tetapi hal tersebut merupakan pernyataan dari pihak internal yang merasa ajaran dari kelompok atau aliran
kepercayaan yang muncul menyimpang atau sesat. Setelah pernyataan itu pemerintah berhak mengambil tindakan berdasar amanah konsitusi dan undang-undang.
238
Berbeda halnya dengan pandangan MUI, dengan Fatwa yang telah dikeluarkan MUI menunjukkan sikap yang tegas mengenai keberadaan Ahmadiyah.
Ahmadiyah merupakan aliran yang sesat. Akan lebih lebih baik jika Ahmadiyah keluar dari Islam dan membentuk agama atau aliran baru. Karena Ahmadiyah patut
untuk dilarang karena menyatakan diri Islam, namun keluar dari prinsip-prinsip dan pokok-pokok ajaran Islam. Ketika dianggap sesat maka dengan sendirinya dapat
dinyatakan bahwa Ahmadiyah keluar dari Islam. Namun hingga saat ini belum ada ketegasan dari pemerintah menanggapi Fatwa MUI ini. Karena Fatwa bersifat internal
untuk masalah daya lakunya. Sifatnya merupakan rekomendasi atau pandangan
238
hasil Wawancara dengan FKUB Propinsi SUMUT yang diwakili oleh Arifinsyah.
Universitas Sumatera Utara
hukum. Tetapi pemerintah memiliki wewenang untuk meresponnya atau tidak. Namun untuk kalangan Islam harusnya Fatwa tersebut bisa menjadi acuan.
239
Sehubungan dengan banyaknya usulan dari kaum intelektual dan umat Islam supaya Ahmadiyah menjadi agama baru, pihak Ahmadiyah berpendapat bahwa
mereka akan tetap menjadi bagian dari Islam. Itu hak yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun. Ahmadiyah mempunyai hak untuk menyatakan diri masuk kelompok atau
agama apa saja dan itu tidak dapat dicampuri oleh siapapun. Karena kalau mengacu kepada Alquran, barang siapa yang sholat dengan cara sholat Islam, dan Kiblatnya
sama dengan Kiblatnya Islam, daging yang dimakan sama dengan Islam, mereka dapat dikatakan Islam. Islam harus berpegang teguh kepada apa yang dikatakan
Muhammad tentang hal itu, tidak bergantung kepada ulama-ulama. Ahmadiyah siap mempertanggungjawabkan hal tersebut melalui Al-Quran dan Hadits.
240
Masalah hak Ahmadiyah untuk tetap merupakan bagian dari Islam juga di perlu dihargai dan
dihormati keputusannya. Pihak Forum Kerukunan Umat Beragama menilai pemerintah tidak mempunyai hak untuk menyatakan bahwa Ahmadiyah dijadikan
agama baru. Hal tersebut harus muncul dari pihak internal Ahmadiyah sendiri.
241
Kendatipun demikian, FKUB berpendapat untuk pernyataan bagi kalangan muslim tentang Ahmadiyah, Majelis Ulama Indonesia berhak mengeluarkan Fatwa mengenai
Jemaah Ahmadiyah yang menyatakan jemaah tersebut sesat.
242
239
Wawancara dengan MUI SUMUT.
240
Ibid.
241
Ibid.
242
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan bahwa Ahmadiyah menggangu ketertiban umum, tuduhan ini tidak beralasan karena tidak bukti bahwa Ahmadiyah menggangu ketertiban umum.
Malah penentang Ahmadiyah yang melakukan tindakan yang melanggar ketertiban umum dengan merusak properti Ahmadiyah, melakukan penyerangan terhadap
Ahmadiyah yang secara legalitas keberadaan Ahmadiyah diakui keberadaannya di Indonesia. menggangu ketertiban umum hanya merupakan alasan yang mengada-ada
supaya jemaah Ahmadiyah di larang di Indonesia. Perlu ada uraian yang jelas dalam regulasi di Indonesia hal yang bagaimana yang dikatakan melanggar ketertiban
umum. Karena ketika mesjid Ahmadiyah dibakar hal itulah yang merupakan melanggar ketertiban umum dalam perspektif Ahmadiyah. Sehingga masyarakat tidak
punya standar atau cara pandang tersendiri tentang melanggar ketertiban umum karena tidak ada aturan jelas mengenai hal tersebut.
243
Perihal tentang Undang-Undang kebebasan beragama, Ahmadiyah beranggapan Undang-Undang tersebut tidak perlu. Karena hal tersebut akan memicu
terjadinya konflik antar umat beragama. Karena akan diatur hal-hal yang seharusnya tidak perlu diatur. Keberadaaannya tidak menjamin kebebasan beragama.
244
243
Ibid.
Berbeda dengan Ahmadiyah, FKUB berpendapat, sangatlah perlu untuk membuat suatu
regulasi tentang kebebasan beragama. Sehingga ada suatu acuan dan pedoman didalam pelaksanaan kebebasan beragama. Sehingga setiap hal yang kurang jelas dan
detail didalam konsitusi dapat diatur didalam Undang-undang turunannya. Karena
244
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tanpa kerangka acuan atau pedoman yang formal, setiap kelompok atau masyarakat secara umum akan melakukan penafsiran yang berdasarkan cara pandang masing-
masing.
245
MUI juga sependapat dengan FKUB, bahwa perlu ada pedoman sebagai acuan terhadap pelaksanaan kebebasan beragama yang akan berhubungan langsung
dengan kerukunan umat beragama. Itulah sebabnya MUI juga memberi partisipasi dengan memberi masukan terhadap Rancangan Undang Undang Tentang Kerukunan
Umat Beragama.
246
Kontroversi mengenai keberadaan Ahmadiyah ini, karena secara yuridis normatif belum ada ketentuan khusus yang memberi jawaban untuk hal ini. kebijakan
apa yang akan diambil pemerintah jika ada timbul aliran atau penafsiran baru dari suatu kelompok masyarakat yang keluar dari pokok-pokok ajaran dari agama tertentu
yang sangat fundamental bagi agama tersebut. Jika dilanjutkan akan menimbulkan konflik horizontal yang tidak berkesudahan. Karena kembali ditegaskan isu agama ini
adalah isu yang sangat sensitif. Namun jika ada muncul agama baru, pemerintah perlu membuat rumusan khusus mengenai pengertian agama, bagaimana kategori
kelompok tersebut dinyatakan agama, baik masalah kitabnya, wahyunya, nabi atau rasul dan lain sebagainya. Demikian juga terhadap aliran kepercayaan-kepercayaan
baru, perlu ada aturan dan definisi yang jelas mengenai aliran kepercayaan. Kategori yang dipakai untuk menyatakan suatu kelompok suatu agama atau aliran
kepercayaan.
245
Ibid.
246
Wawancara dengan MUI SUMUT
Universitas Sumatera Utara
Untuk kasus Ahmadiyah ini, pemerintah sudah melakukan upaya untuk mencegah konflik horizontal diantara masyarakat. Kebijakan Pemerintah
mengeluarkan SKB 3 Menteri dianggap salah satu upaya untuk mengakomodir hak- hak jemaah Ahmadiyah walaupun membatasi pelaksanaan hak tersebut guna
mewadahi aspirasi umat muslim pada umumnya yang keberatan dengan keberadaan Ahmadiyah. Guna ketertiban umum dan kepentingan umum. Namun, perlu
ditegaskan bahwa pemerintah tidak berhak menyatakan Ahmadiyah sesat atau tidak, bahkan membentuk agama baru atau merupakan bagian dari Islam. Hak tersebut
sepenuhnya merupakan hak yang bersifat Forum Internum dari penganut JAI yang tidak dapat dikurangi oleh apapun. Namun pemerintah berhak mengeluarkan regulasi
yang mengakomodir semua persoalan yang timbul mengenai keberadaan Ahamdiyah ini.
Selain itu, pemerintah melalui FKUB lebih menggalakkan dialog-dialog lintas iman dan pelatihan-pelatihan guna menciptakan kerukunan umat beragama. Demikian
juga didalam mesosialisasikan aturan-aturan yang berhubungan dengan kebebasan beragama, mengadvokasi masyarakat awam sehingga memiliki pengertian yang benar
tentang kebebasan beragama tetapi bebas yang bertanggung jawab, bukan tanpa batas. Negara berkwajiban untuk terus melakukan konsolidasi dengan para pemimpin
agama dan mencari solusi untuk konflik yang terjadi. Demikian juga mendorong supaya setiap agama-agama meningkatkan pembinaan yang bersifat internal untuk
belajar menghargai hak-hak orang lain yang langsung diberikan oleh sang Khalik.
Universitas Sumatera Utara
2. Peran Pemerintah Dalam Kasus GKI Yasmin.