yang harmoni yang dikehendaki oleh pemerintah dan para tokohpemuka agama bukanlah hubungan antarumat beragama yang harmonis dan sinkritis, melainkan
hubungan antarumat yang masing-masing umat memiliki kualitas pengetahuan dan pengamalan agama yang baik. Akan tetapi, mereka bisa hidup berdampingan penuh
toleran.
74
Uraian tersebut cukup membuktikan bahwa pada masa kerajaan-kerajaan di nusantara juga mengalami pasang surut didalam pelaksanaan kerukunan atau
kebebasan menganut agama. Banyak hal yang membuktikan kerukunan dapat dicapai dengan beberapa aksi nyata, namun ada juga, hal-hal yang terjadi yang juga
memasung kebebasan beragama itu sendiri. Hal ini membuktikan, masalah pelaksanaan kebebasan beragama dan muncul keyakinan-keyakinan di kerajaan-
kerajaan nusantara ini suatu hal yang berulang dari masa ke masa. Namun, tetap pemimpin baik Raja maupun Pemerintah dalam konteks sekarang, memegang andil
yang besar didalam menjamin pelaksanaannya
B. Urgensi Materi HAM dalam Konstitusi
Secara teoritis, salah satu syarat bagi suatu negara hukum adalah adanya jaminan atas hak-hak asasi manusia HAM.
75
74
Ibid.
HAM lazimnya diartikan sebagai hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir, sebagai anugerah
75
Negara hukum ialah Negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Secara lengkap unsur-unsur yang harus ada dalam suatu Negara hukum adalah:
1Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, 2 Pemisahan Kekuasaan, 3 setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan, dan 4 Adanya peradilan
administrasi yang berdiri sendiri lihat : Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia ,:Jakarta: Pusat Studi HTN FH-UI, 1981, hal. 156.
Universitas Sumatera Utara
atau karunia dari Allah Yang Maha Kuasa, seperti hak hidup, hak selamat, hak kebebasan dan kesamaan sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
76
Dalam perpektif yuridis formal, jaminan atas perlindungan HAM dalam suatu negara hukum harus terbaca dan tertafsirkan dari konstitusi yang berlaku di negara
itu, atau setidak-tidaknya termaklumi dari praktik hukum dan ketatanegaraan sehari- hari.
77
Penegasan atas jaminan perlindungan HAM dalam konstitusi, erat kaitannya dengan kedudukan dan fungsi konsititusi itu sendiri, yang dapat dirinci sebagai
berikut:
78
1. Konsitusi berfungsi sebagai dokumen nasional yang mengandung perjanjian
luhur, berisi kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan dan aspek fundamental yang menjadi tujuan negara;
2. Konstitusi berfungsi sebagai piagam kelahiran negara baru. Merupakan bukti
adanya pengakuan dari masyarakat internasional; 3.
Konstitusi berfungsi sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara. Konsitusi mengatur maksud dan tujuan terbentuknya suatu negara dengan sistem
administrasinya melalui adanya kepastian hukum yang terkandung dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional, kontrol sosial, dan memberikan
legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara termasuk pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan antar organ eksekutif,
legislatif, dan yudikatif;
4. Konstitusi berfungsi sebagai indentitas nasional dan lambing persatuan.
Konsitusi menyatakan persepsi masyarakat dan pemerintah. Sehingga memperlihatkan adanya nilai indentitas kebangsaan, persatuan dan kesatuan,
perasaan bangga dan kehormatan bangsa. Konsitusi dapat memberikan pemenuhan atas harapan sosial, ekonomi, dan kepentingan politik. Konstitusi
tidak saja mengatur pembagian dan pemisahan kekuasaan dalam lembaga- lembaga politik, akan tetapi juga mengatur tentang penciptaan checks and
balances antara aparat pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
76
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987, hal 39.
77
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung : Mandar Maju, 2001, hal. 83
78
Tim, Naskah Akademik Kajian Komprehensif Tentang Perubahan UUD 1945, Jakarta : SekJen MPR-RI, 2004 hal 25-28
Universitas Sumatera Utara
5. Konsitusi berfungsi sebagai alat pembatas kekuasaan, mengendalikan
perkembagan dan situasi politik yang selalu berubah; dan 6.
Konstitusi berfungsi sebagai pelindung hak-hak asasi manusia HAM dan kebebasan-kebebasan warga negara.
Kedudukan dan fungsi konstitusi sebagaimana tersebut diatas, juga dapat merupakan tuntutan bahwa konsitusi harus dapat menjawab persoalan-persoalan
pokok dalam sebuah negara, antara lain:
79
1. Konsitusi merupakan hukum dasar suatu negara;
2. Konsitusi merupakan sekumpulan aturan dasar yang menetapkan lembaga-
lembaga penting dalam negara; 3.
Konstitusi melakukan pengaturan kekuasaan dan hubungan keterkaitannya; 4.
Konstitusi mengatur hak-hak dasar dan kewajiban warga negara dan pemerintah;
5. Konstitusi harus dapat membatasi dan mengatur kekuasaan negara dan
lembaga-lembaganya; 6.
Konstitusi merupakan ideologi elit penguasa; dan 7.
Konstitusi menentukan hubungan materiil antara negara dengan masyarakat. HAM sebagai salah satu materi muatan konsitusi menunjukkan dua makna
perlindungan yang dijamin oleh konstitusi itu sendiri, pertama, makna bagi penguasa negara adalah agar dalam menjalankan kekuasaannya, penguasa dibatasi oleh adanya
hak-hak warga negaranya; kedua, makna bagi warga negara, adalah agar ada jaminan perlindungan yang kuat dalam hukum dasar negara konstitusi, sehingga warga
negara dapat menjadikan konsitusi sebagai instrument untuk mengingatkan penguasa supaya tidak melanggar HAM yang telah tercantum dalam konstitusi dalam
79
Ibid, Hal 33-34
Universitas Sumatera Utara
menjalankan kekuasaannya.
80
Dengan demikian, urgensi pengaturan HAM dalam pasal-pasal konsitusi suatu negara dimaksudkan untuk memberikan jaminan
perlindungan yang sangat kuat, karena perubahan danatau penghapusan satu pasal saja dalam konsitusi seperti yang dialami dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia,
mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen yang dilakukan berkali-kali sampai empat kali.
81
Pengaturan HAM didalam UUD 1945 memang membuka peluang bagi terjadinya pelanggaran-pelanggaran oleh penguasa jika dikaitkan dengan konsitusi
yang ditinjau dari sosio-legal dan sosio kultural. Sebab, rumusan yang terdapat didalam UUD 1945 menjadikan HAM sebagai residu kekuasaaan negara dan bukan
kekuasaaan sebagai residu HAM. Keharusan perumusan HAM yang bukan menjadi
80
Sri Hastuti PS, “Perlindungan HAM dalam Empat Konstitusi di Indonesia” dalam Jurnal Magister Hukum, Vol. 1 No. 1 Januari 2005, Yogyakarta: Magister Ilmu Hukum FH-UII, 2005, hal
11-12
81
Perubahan pertama, dilakukan melalui sidang MPR pada tanggal 14-21 oktober 1969 terhadap beberapa pasal UUD 1945 sehingga menjadi bentuk Perubahan Pertama UUD 1945, dan
ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999, perubahan kedua UUD 1945 dihasilakan dari Sidang Umum MPR pada tanggal 17-18 Agustus 2000 sehingga menjadi bentuk Perubahan Kedua UUD 1945, dan
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan ketiga UUD 1945 dihasilkan melalui putusan Rapat Paripurna MPR RI ke-7 lanjutan 2 tanggal 9 November 2001 sidang tahunan MPR-RI atas
amanat Ketetapan MPR No. IXMPR2000 Jo, ketetapan MPR No. XIMPR2001 yang mengamanatkan agar pada Sidang Tahunan MPR, Majelis harus menyelesaikan tugasnya untuk
membahas dan mensahkan perubahan ketiga UUD 1945 yang rancangan perubahannya telah disiapkam oleh BP-MPR dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu tanggal 9 November 2011.
Kemudian pada Sidang Tahunan MPR yang berlangsung mulai tanggal 1-11 Agustus 2002, MPR berhasil menyelesaikan tugasnya untuk membahas dan mensahkan perubahan keempat UUD 1945.
Pada perubahan keeempat ini segala hal yang masih belum terselesaikan melalui perubahan pertama, kedua dan ketiga dituntaskan pada perubahan keempat ini. Dengan demikian, setelah dilakukan empat
kali perubahan amandemen. Lihat selengkapnya dalam, Morissan, Hukum Tata Negara RI Era Reformasi, Jakarta: Ramdina Prakarsa, 2005, hal. 36
Universitas Sumatera Utara
residu kekuasaan didalam konstitusi itu dapat dilacak dari sejarah HAM dan konstitusi itu sendiri.
82
Formulasi konsitusi yang partikularistik dan secara eksplisit menyerahkan hal- hal penting dalam bidang HAM HAW untuk diatur dengan Undang-Undang dalam
kenyataannya telah menimbulkan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Melalui system politik yang executive heavy, yang dianut oleh UUD 1945, pemerintah telah
melakukan pembatasan secara ketat atas penggunaan HAM di Indonesia dengan atribusi dan delegasi kewenangan yang dimilikinya. Ketika membuat UU untuk
merealisasikan pesan-pesan tentang HAM atau HAW itu, ternyata pemerintah telah membuka pintu bagi terjadinya pelanggaran HAM itu sendiri
83
82
Penelusuran sosio-legal dan sosio cultural dari sejarah HAM member penegasan bahwa konsitusi bukan merupakan fungsi residual HAM dari kekuasaan Negara dan pemerintah melainkan,
sebaliknya merupakan fungsi residual kekuasaan dari kebebasan dan HAM. Artinya, konsitusi itu sebenarnya tidak boleh member pembatasan atas HAM atau menjadikannya sebagai sisa dari
kekuasaan pemerintah semata. Sebaliknya kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh konstitusi agar HAM warganya tidak dilanggar baik oleh pemerintah maupun oleh sesame warganya. Selengkapnya
lihat,Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konsitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, Hal 150-153.
. Dengan demikian jika formulasi UUD 1945 tentang HAM dan HAW dikaitkan dengan terjadinya
pelanggaran HAM, selain dilakukan dengan terang-terangan secara melanggar hukum, juga dilakukan dengan terang-terangan secara melanggar hukum, juga
83
Hal itu tampak misalnya,dari UU tentang Pokok-Pokok Pers yang membelenggu kebebasan pers melalui ancaman pemberagusan; UU Kepartian parpol dan Golkar yang hanya membatasi
orsospol tertentu yang bisa mengikuti kontestasi politik serta tidak membuka pintu bagi gumpalan aspirasi baru; UU tentang pemilu yang sangat konservatif dan membuka peluang terjadinya
kecurangan oleh pemerintah dalam rantai-rantai proses pelaksanaannya. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3S, 1998, hal 177
Universitas Sumatera Utara
dilakukan melalui prosesdur secara “formalitas” benar karena untuk berbagai pelanggaran HAM itu telah dibuatkan UU lebih dahulu untuk membenarkannya.
84
Melalui uraian mengenai urgensi keberadaan HAM dalam konstitusi dapat dipahami bahwa pengaturan HAM tersebut merupakan bagian dari substansi yang
harus ada didalam konsitusi. Substansi mengenai perlindungan hak asasi manusia, aspek-aspek ketatanegaraan yang mendasar dan lebih utamanya lagi adanya
pembagian dan pembatasan sekaligus sebagai sarana control terhadap kekuasaan negara. Sehingga pemerintah memiliki acuan didalam melaksanakan kekuasaannya.
Menyoal masalah adanya penjabaran dari isi konstitusi yang membuka peluang untuk pelanggaran HAM yang sudah diformulasikan dalam undang-undang itu
permasalahan yang timbul karena ketika pembuatannya itu bertentangan dengan isi konstitusi sendiri. Dalam hal inilah dibutuhkan kerjasama baik pemerintah dan pihak
legislator untuk bersama-sama merumuskan aturan-aturan yang tetap menjungjung tinggi HAM dalam konteks ke Indonesiaaan.
Jaminan konstitusi HAM tidak bisa diabaikan. Pengabaian perihal HAM adalah juga pengabaian perihal penegakkan hukum. Atas dasar itu, maka sebagai
“otobiografi bangsa”, maka pengaturan dan bentuk jaminan HAM UUD 1945 harus menjadi perhatian serius seluruh komponen bangsa. Pentingnya jaminan konstitusi
atas HAM membuktikan komitmen atas sebuah kehidupan demokratis yang berada dalam payung Negara hukum. Memang, Indonesia, menurut Todung Mulya Lubis,
84
Ibid, hal. 158
Universitas Sumatera Utara
belum sampai kearah itu, meskipun persoalan dan perlindungan HAM diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti UU Lingkungan Hidup, UU HAM, UU
Pengadilan HAM, UU Pers, UU Konsumen dan sebagainya.
85
Rakyat Indonesia membutuhkan tidak hanya sekedar legal rights, melainkan dapat menjadi guaranteed constitutional rights yang tertuang secara sistematis dan
komprehensif dalam “otobiografi Indonesia”, yakni UUD negara Republik Indonesia. Yang lebih penting bagi lagi adalah bahwa perjalanan proses dialektika demokrasi
yang terjadi di Indonesia harus menjadi pelajaran berharga dalam mereformulasikan jamianan konstitusi atas HAM dengan berdasarkan kepada paradigma ke
Indonesiaan. Urgensi memuat masalah penjaminan atas HAM membuktikan bahwa konsitusi tersebut secara substansi dinyatakan memenuhi unsur yang harus diatur
didalam konsitusi. Jika tidak sesungguhnya konsitusi tersebut rapuh dan dapat dikatakan bukan konsitusi yang layak dikatakan sebagai konsitusi. Karena konsitusi
menjadi acuan bagi pemerintah sebagai pemegang mandat didalam menjalankan pemerintahannya.
C. Perlindungan HAM Dalam Konsitusi Republik Indonesia