Analisis Deskriptif Output Industri Tekstil di Indonesia

82 nilai input yang digunakan, maka semakin tinggi pula output yang diperoleh. Pada kenyataan yang ada, apabila biaya yang digunakan untuk membeli input sangat tinggi dalam jangka panjang akan berdampak pula menurunkan jumlah produksi yang dihasilkan.

b. Analisis Deskriptif Nilai Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian impor atau dari pengolahan sendiri Mulyadi,2004:15. Bahan baku merupakan input utama dalam menghasilkan output industri yang berkualitas. Namun hingga saat ini bahan baku utama dalam pembuatan tekstil, yakni kapas masih diimpor dari negara negara lain seperti; China, Tanzania, dan India. Dengan begitu mengakibatkan tingginya harga bahan baku yang menyebabkan tidak efisiensnya input tersebut terhadap output. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermawan, lag harga kapas berpengaruh nyata terhadap harga kapas dunia dengan arah yang berlawanan. Apabila lag harga kapas dunia meningkat sebesar 10 US per ton, maka akan menurunkan produksi tekstil Indonesia sebesar 354.812 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang produksi tekstil Indonesia sangat responsif terhadap lag harga kapas dunia Hermawan,2011;389. Maka dapat 83 dikatakan apabila harga kapas yang menjadi bahan baku kapas tinggi, maka nilai bahan baku untuk memproduksi tekstil tersebut akan tinggi pula, karena masih impornya bahan baku berupa kapas pada beberapa negara, walaupun bahan baku ada sedikit yang didapat dari dalam negeri lokal. Pada tabel 4.2 merupakan data mengenai nilai bahan baku pada tahun 2008 -2012. Tabel 4.2 Nilai Bahan Baku Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Sumber : BPS, 2012 Pada tabel 4.2 fluktuasi kenaikan nilai bahan baku terus tinggi seiring bertambahnya tahun, data tersebut tercatat nilai bahan baku tertinggi ada pada tahun 2012 yaitu Rp 28.907.954.456.000, dan sempat mengalami penurunan nilai bahan baku pada tahun 2010 yakni dengan nilai Rp 24.937.371.734.000, namun selisih nilai bahan baku tertinggi terdapat pada tahun 2010 – 2011 yakni, Rp 12.366.614.421.000. Sehingga tingginya nilai bahan baku menyebabkan inefisiensi tidak efisien karena ketidaksesuaian dalam alokatif inputnya dalam mengahasilkan outputnya. Pemicu utama pada kenaikan nilai bahan baku pada sektor industri tersebut adalah lemahnya nilai tukar rupiah. Kisaran nilai tukar pada tahun Rp 9.000 – Rp 9.100 dan sebelumnya di tahun 2011 sempat sudah mencapai kisaran Rp Tahun Nilai bahan Baku Rp 2008 18.387.291 .306. 000 2009 18.630.873 .497 .000 2010 12.570.757 .313 .000 2011 24.937.371 .734 .000 2012 28.907.954.456 .000 84 8.900 rupiah.Menurut Kementrian Perindustrian dengan menaiknya nilai tukar rupiah akan menyebabkan fluktuasi bahan baku berbagai industri di Indonesia salah satuya adalah industri tekstil di Indonesia, sehingga perusahaan harus menyesuaikan titik keseimbangan produksi dengan biaya produksi yang menyebabkan biaya produksi tinggi pula karena pengaruh nilai tukar tersebut. Maka ada pengusaha industri mengharapkan peran pemerintah untuk menstabilkan mata nilai tukar rupiah sehingga biaya bahan baku yang mayoritas impor sempat untuk menahan fluktuatif atas harga bahan baku http:www.kemenperin.go.idartikel7123Sektor- Industri-Ingin-Rupiah-Segera-Stabil dan http:www.bi.go.id .

c. Analisis Deskriptif Nilai Bahan Bakar

Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi energi berguna lainnya. Bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya karena kalor dari sumber kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran Wulan,2010;5. Bahan bakar merupakan salah satu input yang tidak kalah penting perannya dalam menghasilkan input yang berkualitas dalam sektor industri pengolahan. Kenaikan harga bahan bakar juga akan mempengaruhi produksi tekstil yang berkembang di Indonesia. Dalam penelitian Hermawan tersebut dijelaskan pula kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM sebesar 8,5 persen, ternyata mampu menaikkan produksi tekstil di Indonesia sebesar 12,88 Hermawan;402,2011.