Latar Belakang Penelitian Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
3
Indonesia, terdapat pula kontribusi dari masing – masing jenis sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berikut ini adalah kontribusi dari
masing – masing sektor industri terhadap PDB pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Kontribusi Masing – Masing Industri Manufaktur Terhadap PDB di
Indonesia Tahun 2007 – 2011 dalam
Sumber : BPS, 2012 data diolah Dari tabel 1.1 menjelaskan tentang kontribusi dari masing – masing
industri di Indonesia terhadap produk domestik bruto. Kontribusi terbesar dari tahun 2007 – 2011 ada pada industri makanan, minuman, dan
tembakau. Kontribusi pada kelompok industri tersebut tinggi karena banyaknya jumlah unit usaha kecil dan perusahaan besar – menengah
yang memproduksi output dari jenis industri tersebut. Kontribusi terbesar dalam data di tabel 1.2 tahun 2007 – 2011 ada pada industri makanan,
Tahun Jenis Industri
Makanan, minuman,dan
tembakau Tekstil,
pakaian jadi, dan alas kaki
Kertas dan
barang cetakan
Alat angkutan, dan
mesin perlengkapan
Pupuk, kimia,
dan barang
dari karet
2007 29,8
10,56 5,12
28,69 12,5
2008 30,40
9,21 4,56
28,97 13,53
2009 33,16
9,19 4,82
27,33 12,85
2010 33,6
8,97 4,75
28,14 12,73
2011 35,2
8,97 4,75
28,14 12,73
4
minuman, dan tembakau. Perkembangan tertinggi tercatat pada tahun 2011 sebesar 35,2, sempat terjadi penurunan pada tahun sebelumnya, yakni
33,6 . Disusul oleh jenis industri selanjutnya yakni alat angkutan dan mesin perlengkapan yang sempat tercatat mencapai perkembangan
kontribusi terhadap PDB pada tahun 2008 sebesar 28,97, dan yang terakhir adalah industri pupuk kimia memiliki kontribusi tertinggi pada
tahun 2008 sebesar 13,53 Laporan Kinerja Makro Sektor Industri KEMENPERIN, 2012:17-18.
Kondisi sektor industri di Indonesia secara makro juga terlihat pula pada perkembangan ekspornya. Perkembangan ekspor sektor industri
di Indonesia juga ikut menentukan kinerja dari sektor industri tersebut. berikut ini adalah kontribusi ekspor sektor industri pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Sektor Industri Manufaktur di Indonesia
Tahun 2009 – 2011 USD Juta
Tahun
2009 2010
2011
Jenis Industri Nilai Ekspor
USD Juta Jenis Industri
Nilsi Ekspor USD Juta
Jenis Industri Nilsi Ekspor
USD Juta Pengolahan
Kelapa Sawit 10.476,8
Pengolahan Kelapa Sawit
17.253,8 Pengolahan
Kelapa Sawit 23.179,2
Tekstil 9.790,1
Tekstil 11.205,5
Tekstil 13.324,1
Besi, Baja, dan Mesin Otomotif
9.606,9 Besi, Baja, dan
Mesin Otomotif 10.840,0
Besi, Baja, dan Mesin Otomotif
13.194,4 Pengolahan Karet
6.179,9 Pengolahan Karet
9.522,6 Pengolahan Karet
14.540,4 Elektronika
6.359,7 Elektronika
9.254,6 Elektronika
9.536,3
5
Sumber : BPS, 2012 data diolah Data pada tabel 1.2 menjelaskan tentang perkembangan ekspor pada
12 sektor industri yang berorientasi pada ekspor. Dalam data tersebut pada tiga tahun terakhir, yakni tahun 2009 – 2011, urutan pertama industri
pengolahan atau manufaktur yang memiliki nilai ekspor tertinggi adalah industri pengolahan kelapa sawit. Industri tersebut mengalami nilai ekspor
tertinggi pada tahun 2011, sebesar 23.179,2 juta USD. Selanjutnya pada urutan kedua dalam 2 tahun terakhir hingga tahun 2011 nilai ekspor sebesar
11.205,5 Juta USD. Pada tahun berikutnya di tahun 2011 industri tekstil mengalami peningkatan nilai ekspor dari tahun sebelumnya sebesar 13.324,1
juta USD. Penurunan yang terjadi pada industri tersebut disebabkan oleh turunnya permintaan negara – negara tujuan ekspor utama, sebagai dampak
krisis ekonomi khususnya di Amerika dan Eropa. Selain itu penurunan nilai ekspor juga terjadi di negara – negara kawasan ASEAN dan negara asia
lainnya. Hal ini dapat dikatakan terjadinya penurunan ekspor yang merata di
Pengolahan Tembaga dan
Timah 6.156,0
Pengolahan Tembaga dan
timah 6.506,0
Pengolahan Tembaga dan
timah 7.501,0
Pulp dan Kertas 4.440,5
Pulp dan Kertas 5.708,2
Pulp dan kertas 5.769,0
Kimia Dasar 4.492,5
Kimia Dasar 4.577,7
Kimia Dasar 6.119,8
Pengolahan Kayu 4.485,1
Pengolahan kayu 4.280,3
Pengolahan kayu
4.474,7
Makanan dan Minuman
2.3748 Makanan dan
Minuman 3.219,6
Makanan dan Minuman
4.504,0
Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu
2.006,6 Kulit, Barang
Kulit, dan Sepatu 2.665,6
Kulit, Barang Kulit, dan
Sepatu 3.450,9
Alat – alat Listrik 2.148,9
Alat – Alat listrik 2.657,9
Alat – Alat Listrik
2.995,2
6
negara tujuan ekspor, sehingga diperlukan alternatif pasar baru di wilayah lainnya Laporan Kinerja Makro Sektor Industri KEMENPERIN, 2012: 19-
20. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu ukuran seberapa besar
jumlah tenaga kerja yang terserap dalam masing – masing jenis industri di Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam industri tersebut ada pada
tabel 1.3 berikut
Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Subsektor di Indonesia
Tahun 2009 – 2010
Tahun 2009
2010 Jenis Industri
Manufaktur Jumlah
Tenaga Kerja Jiwa
Jenis Industri Manufaktur
Jumlah Tenaga Kerja Jiwa
Makanan dan Minuman 714.550
Makanan dan
Minuman 745.618
Tembakau 336.178
Tembakau 327.865
Tekstil dan Pakaian Jadi
962.782 Tekstil dan Pakaian
Jadi 1.0069.940
Kulit dan Barang dari Kulit
227. 204 Kulit dan Barang
dari Kulit 225.481
Kertas dan Barang dari Kertas
121.500 Kertas dan Barang
dari Kertas 126.379
Penerbitan, Percetakan, dan reproduksi
41.663 Penerbitan,
Percetakan, dan
reproduksi 44.915
Mesin dan
Perlengkapannya 37.738
Mesin dan
Perlengkapannya 74.751
Peralatan Alat Tulis Kantor
2. 892 Peralatan Alat Tulis
Kantor 2.908
7
Sumber:BPS,2012 data diolah
Pada tabel 1.3 tahun 2009 – 2010 menjelaskan tentang penyerapan jumlah tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi. Pada tahun 2009
penyerapan jumlah tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi adalah 962.782 jiwa dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan cukup tinggi pada
penyerapan jumlah tenaga kerja sebesar 9.108.872 jiwa dari tahun sebelumnya. Selanjutnya subsektor yang memiliki penyerapan tenaga kerja
tinggi setelah industri tekstil dan pakaian jadi adalah industri makanan dan minuman. Pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut
adalah 714.550 jiwa dan pada tahun 2010 adalah 745.618 jiwa. Selisih dari dua industri tersebut tidaklah sangat jauh yaitu sebesar 31.068 jiwa.
Salah satu komoditas dalam industri manufaktur yang menjadi komoditas pilihan dalam hal daya saing adalah Tekstil dan Produk Tekstil
TPT. Indikator utama pada industri tersebut adalah dari penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dikatakan karena TPT adalah salah satu subsektor
yang paling tinggi dalam hal penyerapan tenaga kerja dibanding subsektor lainnya Saidi,2013:271.
Mesin Listrik
dan Perkembangan Lainnya
100.442 Mesin Listrik dan
Perkembangan Lainnya
8.0611 Radio, Televisi, dan
peralatan Komunikasi 130.173
Radio, Televisi, dan peralatan
Komunikasi 134.414
Peralatan Kedokteran, Alat Ukur, dan navigasi
19.938 Peralatan
Kedokteran, Alat
Ukur, dan navigasi 20.805
Kendaraan Bermotor 85.362
Kendaraan Bermotor
92.999 Alat
angkutan dan
peralatan lainnya 81.761
Alat angkutan dan peralatan lainnya
97.376
8
Secara umum, Industri tekstil diklasifikasikan dalam KBLI Klasifikasi Baku Lapangan Industri atau dalam klasifikasi internasional
ISIC International Standard Industry Classification ada pada nomor 321 dan 322 kode tiga digit hingga pada tahun 1999. Pembaruan terus terjadi
seiring dengan permintaan jenis industri tekstil yang bertambah sehingga terakhir di tahun 2009 hingga saat ini kode industri tekstil berada pada nomor
17 dan 18 dengan berbagai jenisnya. Proses penyempurnaan tekstil ada pada tiga tahapan, diantaranya yaitu; Weaving Pertenunan, Knitting Perajutan,
dan Finishing Penyelesaian. Sejak itu kemajuan tekstil terus berkembang setelahnya dipengaruhi oleh negara – negara lain, seperti Belanda, China dan
India. Awal mulanya industri tekstil skala kecil menggunakan alat tenun tradisional, namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan munculnya
perusahaan – perusahaan besar, kini tekstil sudah menggunakan mesin tenun industri.
Kualitas produksi tekstil yang bagus dan memiliki harga yang tinggi adalah produk tekstil yang terbuat dari sutra, berasal dari ulat sutera. Jenis ini
memiliki daya jual yang tinggi karena memiliki kilau dan kehalusan yang tidak dimiliki oleh jenis lain dan dapat menyesuaikan dengan temperatur
udara. Selanjutnya, zat pewarnaan tektil yang memiliki daya jual tinggi apabila menggunakan zat pewarnaan yang alami dibanding zat kimia buatan,
seperti daun Mangga dan bunga Rosela, dan buah – buahan BPS dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011.
9
Setelah ditelusuri, kapas yang digunakan sebagai bahan baku utama oleh industri tekstil di indonesia, hingga tahun 2012 Indonesia masih
mengimpor kapas sebesar 99,2 per tahun untuk kebutuhan nasional industri tekstil di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kualitas tekstil tidak dapat
tumbuh dengan baik di Indonesia karena bahan baku kapas masih diimpor dari China, sehingga biaya input untuk memproduksi produk tersebut akan
sangat tinggi. Dari permasalahan di atas, kelangkaan input masih menjadi kendala utama dalam menghasilkan output yang baik bagi Industi tekstil di
Indonesia www.kemenperin.go.id
, 2013. Kondisi Pertekstilan di Indonesia dapat dilihat dari hasil kinerja
industri tersebut. Bagaimana peningkatan dari indikator yang ada pada hasil kinerja sektor industri di Indonesia. Berikut ini adalah data hasil kinerja
tekstil di Indonesia dari tahun 2006 – 2010.
Tabel 1.4 Hasil Kinerja Industri Tekstil Pada Komoditas Barang Jadi Tekstil
di Indonesia Tahun 2006 -2010
Sumber : Kemenperin,2010
Tahun Jumlah
Perusahaan Unit
Nilai Produksi Ribu Rupiah
Utilisasi Nilai Input
Ribu Rupiah Nilai Output
Ribu Rupiah Nilai Tambah
Ribu Rupiah Jumlah
Tenaga Kerja
Trend Output
2006 224
4.275.019.000 76,6
2.850.503.000 4.342.083.000
1.491.579.000 22.040
- 2007
217 4.044.133.000
73,1 2.749.893.000
4.133.323.083 1.383.429.000
3.020 -4,81
2008 216
1.689.606.000 72,5
1.236.862.900 1.827.944.000
591.081.000 2.060
-55,77 2009
192 85.799.6201
68,7 549.925.300
931.847.000 38.192.1650
15.091 -49,02
2010 188
973.509.000 76,9
692.552.100 1.070.393.000
377.841.000 15.217
14,87
10
Dilihat dari hasil kinerja industri tekstil di Indonesia pada tabel 1.4, kelompok komoditas barang jadi dari Tekstil hasil tersebut menunjukkan
bahwa unit perusahaan industri tekstil dalam mengahsilkan outputnya dari tahun 2006 hingga tahun 2008 selalu mengalami penurunan. Terlihat dari
Trend perkembangannya dari tahun 2006 – 2007 hanya sebesar -4,81, penurunan secara drastis terjadi pada tahun 2007 – 2008 hingga mencapai -
55,77 . Trend kembali stabil setelah krisis global di tahun 2009, sehingga kenaikan trend dari tahun 2008 – 2009 menjadi -49,02, dan meningkat
hingga tahun 2010 menjadi 14,87. Output industri tersebut mengalami penurunan, karena banyaknya alat atau mesin tekstil di indonesia dalam
industri besar yang kurang menunjang, hal tersebut terlihat permesinan yang sudah tua dan seharusnya diganti yang menyebabkan tenaga kerja mengalami
penurunan pada tahun 2007 dan 2008, yaitu 3.020 jiwa dan 2.60 jiwa tenaga kerja. Selain itu masuknya produk – produk tekstil dari China dengan kualitas
yang baik dan lebih murah, mengakibatkan daya saing perusahaan lebih rendah dan mengakibatkan perusahaan tersebut gulung tikar. Terlihat dari
jumlah unit perusahaan barang jadi tekstil yang tertera pada tabel 1.4 dari tahun 2006 hingga tahun 2010 mengalami penurunan terus menerus
www.kemenperin.go.id .
Dari pemaparan sebelumnya mengenai daya saing ekspor, telah dibahas nilai ekspor masing – masing jenis industri, dan industri tekstil
merupakan salah satu komoditas yang berorientasi pada ekspornya. Pertumbuhan Tekstil dan Produk Tekstil TPT cukup membaik pada tahun
11
2010 dengan nilai ekspor mencapai 11.205,5 juta USD. Pasar Tekstil dan Produk Tekstil TPT bagi Indonesia adalah Amerika Serikat. Hal tersebut
dapat dilihat dari persentase masing masing negara tujuan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Saidi;272,2013. Pada tabel 1.5 berikut akan dijelaskan pula
ekspor komoditas TPT pada negara tujuan.
Tabel 1.5 Ekspor Komoditas Tekstil dan Produksi tekstil TPT Indonesia Menurut Negara
Tujuan Tahun 2012
Nilai Ekspor Komoditas
tekstil di Indonesia
Negara tujuan ekspor komoditas
tekstil Ekspor
Komoditas tekstil
pada negara
tujuan dalam
Nilai Ekspor Komoditas Tekstil
Menurut negara Tujuan
11.205,5 juta USD
United States 34
3.809,87 Juta USD Japan
9
10.08,495 Juta USD
Germany 5
560,275 Juta USD
Turkey 5
560,275 Juta USD
Koreas, republic, Of
5
560,275 Juta USD
China 4
448,22 Juta USD United Arab
Emirates 3
336,165 Juta USD United Kingdom
3 336,165 Juta USD
Brazil 3
336,165 Juta USD Negara –negara
Lainnya 29
324,945 Juta USD
Sumber: KEMENDAGRI;WTO,2013 data diolah
12
Pada negara Amerika Serikat dapat menyerap hasil produksi Tekstil dan Produksi Tekstil TPT adalah sebesar 34, yakni dengan nilai ekspor
komoditas Indonesia sebesar
3.809,87 Juta USD
. Sementara negara Korea, China, dan Inggris adalah tiga negara dengan persentase terkecil yang dapat
menyerap hasil produksi ekspor sebesar 3, yakni 336,165 juta USD. Negara – negara tersebut terlihat pada tabel 1.6. Semenjak tanggal 1 Januari 2005
semua hambatan yang ada dalam Agreement on Textile and Clothing ATC sudah tidak diberlakukan. Semua bentuk pembatasan dan kuota yang berada
diluar peraturan WTO World Trade Organization dan GATT General Agreement on Tariffs and Trade
tidak berlaku. Sejak saat itu juga bentuk hambatan berupa kuota yang diberlakukan oleh Amerika Serikat sudah tidak
berlaku lagi. Dengan dihapuskannya kuota perdagangan TPT Tekstil dan Produk Tekstil AS tentu akan menyebabkan banyaknya komoditas dan
pemain baru di pasar utama TPT Tekstil dan Produk Tekstil. Dengan demikian iklim persaingan untuk komoditas TPT di AS akan semakin ketat
Saidi,2013:272. Lebih dari 85 persen kebutuhan kapas untuk industri tekstil Indonesia
diimpor dari Australia, Amerika Serikat, Cina, India, Pakistan, Tanzania, dan lainnya. Hal ini karena tanaman kapas belum dapat dibudidayakan secara
maksimal di dalam negeri, atau dapat dikatakan kelangkaan sumber daya alam berupa kapas, menjadi kendala dalam menghasilkan Tekstil dan Produk
Tekstil TPT yang berkualitas Hermawan,2011:388.
13
Maka dapat dikatakan apabila harga kapas yang menjadi bahan baku kapas tinggi, maka nilai bahan baku untuk memproduksi tekstil tersebut akan
tinggi pula, karena masih impornya bahan baku berupa kapas pada beberapa negara, walaupun bahan baku ada sedikit yang didapat dari dalam negeri
lokal. Pada tabel 1.6 merupakan data mengenai nilai bahan baku pada tahun 2008 -2012.
Tabel 1.6 Nilai Bahan Baku Industri Tekstil di Indonesia Pada
Tahun 2008 - 2012
Sumber : BPS, 2012 data diolah Pada tabel 1.6 fluktuasi kenaikan nilai bahan baku terus tinggi seiring
bertambahnya tahun, data tersebut tercatat nilai bahan baku tertinggi adapada tahun 2012 yaitu Rp 28.907.954.456.000, dan sempat mengalami penurunan
nilai bahan baku pada tahun 2010, yakni dengan nilai Rp 24.937.371.734.000. Sehingga tingginya nilai bahan baku menyebabkan inefisiensi tidak efisien
karena ketidaksesuaian alokatif inputnya dalam menghasilkan outputnya Pradana,2013:124.
Tahun Nilai bahan Baku Rp
2008 18.387.291 .306. 000
2009 18.630.873 .497 .000
2010 12.570.757 .313 .000
2011 24.937.371 .734 .000
2012 28.907.954.456 .000
14
Pada data pada tabel 1.7 merupakan Nilai Bahan Bakar pada tahun 2008 – 2012, yang akan menggambarkan ketersediaan bahan bakar sesuai
dengan nilai bahan bakar dari tahun tersebut.
Tabel 1.7 Nilai Bahan Bakar Industri Tekstil di Indonesia Pada
Tahun 2008 - 2012
Tahun Nilai Bahan Bakar Rupiah
2008 1.813.593.409 .000
2009 2.006.763.182. 000
2010 1.462.175.879 .000
2011 2.790.862.638 .000
2012 3.367.709.408.000
Sumber : BPS, 2012 data diolah Pada data tabel 1.7 menjelaskan tentang nilai bahan bakar dari tahun
2008 – 2012 dari tahun – tahun tersebut nilainya selalu naik. Penurunan sempat terjadi pada tahun 2010, yakni Rp
1.462.175.879 .000, setelah itu terjadi kenaikan kembali hingga tahun 2012
. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi dan tidak kalah pentingnya adalah tenaga kerja.
Berikut ini adalah data jumlah tenaga kerja pada industri tektil yang berkontribusi dalam hal produksi output tersebut. Data tersebut ada pada tabel
1.8.
15
Tabel 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil di Indonesia Pada
Tahun 2008 - 2012
Tahun Jumlah Tenaga Kerja
Jiwa 2008
495.221 2009
473.070 2010
578.595 2011
612.668 2012
593.932
Sumber : BPS, 2012 data diolah Pada data tabel 1.9 tercatat bahwa jumlah tenaga kerja terjadi
kenaikan pada tahun 2011, yakni 612.668 jiwa, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan kembali yaitu menjadi 593.932 jiwa. Tenaga kerja yang ada
dalam data tersebut adalah tenaga kerja produksi, dan sangat berpengaruh positif dalam menghasilkan output. Dalam penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Stigler, menjelaskan bahwa labour tenaga kerja memiliki pengaruh positif dalam menghasilkan produksi output, sekaligus skala
pengembalian dalam tingkat efisiensinya. Namun, bagaimanapun tenaga kerja ahli juga berpengaruh dalam menghasilkan output dalam hal kualitasnya
Stigler, 2014:3. Berdasarkan pemaparan dari fenomena- fenomena latar belakang
tersebut, maka penulis akan meneliti dengan judul “ Pengaruh Nilai Bahan baku, Bahan Bakar dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Output
Industri Tekstil di Indonesia Periode 1983 – 2012”.
16