Latar Belakang Penelitian Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

3 Indonesia, terdapat pula kontribusi dari masing – masing jenis sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berikut ini adalah kontribusi dari masing – masing sektor industri terhadap PDB pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Kontribusi Masing – Masing Industri Manufaktur Terhadap PDB di Indonesia Tahun 2007 – 2011 dalam Sumber : BPS, 2012 data diolah Dari tabel 1.1 menjelaskan tentang kontribusi dari masing – masing industri di Indonesia terhadap produk domestik bruto. Kontribusi terbesar dari tahun 2007 – 2011 ada pada industri makanan, minuman, dan tembakau. Kontribusi pada kelompok industri tersebut tinggi karena banyaknya jumlah unit usaha kecil dan perusahaan besar – menengah yang memproduksi output dari jenis industri tersebut. Kontribusi terbesar dalam data di tabel 1.2 tahun 2007 – 2011 ada pada industri makanan, Tahun Jenis Industri Makanan, minuman,dan tembakau Tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki Kertas dan barang cetakan Alat angkutan, dan mesin perlengkapan Pupuk, kimia, dan barang dari karet 2007 29,8 10,56 5,12 28,69 12,5 2008 30,40 9,21 4,56 28,97 13,53 2009 33,16 9,19 4,82 27,33 12,85 2010 33,6 8,97 4,75 28,14 12,73 2011 35,2 8,97 4,75 28,14 12,73 4 minuman, dan tembakau. Perkembangan tertinggi tercatat pada tahun 2011 sebesar 35,2, sempat terjadi penurunan pada tahun sebelumnya, yakni 33,6 . Disusul oleh jenis industri selanjutnya yakni alat angkutan dan mesin perlengkapan yang sempat tercatat mencapai perkembangan kontribusi terhadap PDB pada tahun 2008 sebesar 28,97, dan yang terakhir adalah industri pupuk kimia memiliki kontribusi tertinggi pada tahun 2008 sebesar 13,53 Laporan Kinerja Makro Sektor Industri KEMENPERIN, 2012:17-18. Kondisi sektor industri di Indonesia secara makro juga terlihat pula pada perkembangan ekspornya. Perkembangan ekspor sektor industri di Indonesia juga ikut menentukan kinerja dari sektor industri tersebut. berikut ini adalah kontribusi ekspor sektor industri pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2009 – 2011 USD Juta Tahun 2009 2010 2011 Jenis Industri Nilai Ekspor USD Juta Jenis Industri Nilsi Ekspor USD Juta Jenis Industri Nilsi Ekspor USD Juta Pengolahan Kelapa Sawit 10.476,8 Pengolahan Kelapa Sawit 17.253,8 Pengolahan Kelapa Sawit 23.179,2 Tekstil 9.790,1 Tekstil 11.205,5 Tekstil 13.324,1 Besi, Baja, dan Mesin Otomotif 9.606,9 Besi, Baja, dan Mesin Otomotif 10.840,0 Besi, Baja, dan Mesin Otomotif 13.194,4 Pengolahan Karet 6.179,9 Pengolahan Karet 9.522,6 Pengolahan Karet 14.540,4 Elektronika 6.359,7 Elektronika 9.254,6 Elektronika 9.536,3 5 Sumber : BPS, 2012 data diolah Data pada tabel 1.2 menjelaskan tentang perkembangan ekspor pada 12 sektor industri yang berorientasi pada ekspor. Dalam data tersebut pada tiga tahun terakhir, yakni tahun 2009 – 2011, urutan pertama industri pengolahan atau manufaktur yang memiliki nilai ekspor tertinggi adalah industri pengolahan kelapa sawit. Industri tersebut mengalami nilai ekspor tertinggi pada tahun 2011, sebesar 23.179,2 juta USD. Selanjutnya pada urutan kedua dalam 2 tahun terakhir hingga tahun 2011 nilai ekspor sebesar 11.205,5 Juta USD. Pada tahun berikutnya di tahun 2011 industri tekstil mengalami peningkatan nilai ekspor dari tahun sebelumnya sebesar 13.324,1 juta USD. Penurunan yang terjadi pada industri tersebut disebabkan oleh turunnya permintaan negara – negara tujuan ekspor utama, sebagai dampak krisis ekonomi khususnya di Amerika dan Eropa. Selain itu penurunan nilai ekspor juga terjadi di negara – negara kawasan ASEAN dan negara asia lainnya. Hal ini dapat dikatakan terjadinya penurunan ekspor yang merata di Pengolahan Tembaga dan Timah 6.156,0 Pengolahan Tembaga dan timah 6.506,0 Pengolahan Tembaga dan timah 7.501,0 Pulp dan Kertas 4.440,5 Pulp dan Kertas 5.708,2 Pulp dan kertas 5.769,0 Kimia Dasar 4.492,5 Kimia Dasar 4.577,7 Kimia Dasar 6.119,8 Pengolahan Kayu 4.485,1 Pengolahan kayu 4.280,3 Pengolahan kayu 4.474,7 Makanan dan Minuman 2.3748 Makanan dan Minuman 3.219,6 Makanan dan Minuman 4.504,0 Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu 2.006,6 Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu 2.665,6 Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu 3.450,9 Alat – alat Listrik 2.148,9 Alat – Alat listrik 2.657,9 Alat – Alat Listrik 2.995,2 6 negara tujuan ekspor, sehingga diperlukan alternatif pasar baru di wilayah lainnya Laporan Kinerja Makro Sektor Industri KEMENPERIN, 2012: 19- 20. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu ukuran seberapa besar jumlah tenaga kerja yang terserap dalam masing – masing jenis industri di Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam industri tersebut ada pada tabel 1.3 berikut Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Subsektor di Indonesia Tahun 2009 – 2010 Tahun 2009 2010 Jenis Industri Manufaktur Jumlah Tenaga Kerja Jiwa Jenis Industri Manufaktur Jumlah Tenaga Kerja Jiwa Makanan dan Minuman 714.550 Makanan dan Minuman 745.618 Tembakau 336.178 Tembakau 327.865 Tekstil dan Pakaian Jadi 962.782 Tekstil dan Pakaian Jadi 1.0069.940 Kulit dan Barang dari Kulit 227. 204 Kulit dan Barang dari Kulit 225.481 Kertas dan Barang dari Kertas 121.500 Kertas dan Barang dari Kertas 126.379 Penerbitan, Percetakan, dan reproduksi 41.663 Penerbitan, Percetakan, dan reproduksi 44.915 Mesin dan Perlengkapannya 37.738 Mesin dan Perlengkapannya 74.751 Peralatan Alat Tulis Kantor 2. 892 Peralatan Alat Tulis Kantor 2.908 7 Sumber:BPS,2012 data diolah Pada tabel 1.3 tahun 2009 – 2010 menjelaskan tentang penyerapan jumlah tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi. Pada tahun 2009 penyerapan jumlah tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi adalah 962.782 jiwa dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan cukup tinggi pada penyerapan jumlah tenaga kerja sebesar 9.108.872 jiwa dari tahun sebelumnya. Selanjutnya subsektor yang memiliki penyerapan tenaga kerja tinggi setelah industri tekstil dan pakaian jadi adalah industri makanan dan minuman. Pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut adalah 714.550 jiwa dan pada tahun 2010 adalah 745.618 jiwa. Selisih dari dua industri tersebut tidaklah sangat jauh yaitu sebesar 31.068 jiwa. Salah satu komoditas dalam industri manufaktur yang menjadi komoditas pilihan dalam hal daya saing adalah Tekstil dan Produk Tekstil TPT. Indikator utama pada industri tersebut adalah dari penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dikatakan karena TPT adalah salah satu subsektor yang paling tinggi dalam hal penyerapan tenaga kerja dibanding subsektor lainnya Saidi,2013:271. Mesin Listrik dan Perkembangan Lainnya 100.442 Mesin Listrik dan Perkembangan Lainnya 8.0611 Radio, Televisi, dan peralatan Komunikasi 130.173 Radio, Televisi, dan peralatan Komunikasi 134.414 Peralatan Kedokteran, Alat Ukur, dan navigasi 19.938 Peralatan Kedokteran, Alat Ukur, dan navigasi 20.805 Kendaraan Bermotor 85.362 Kendaraan Bermotor 92.999 Alat angkutan dan peralatan lainnya 81.761 Alat angkutan dan peralatan lainnya 97.376 8 Secara umum, Industri tekstil diklasifikasikan dalam KBLI Klasifikasi Baku Lapangan Industri atau dalam klasifikasi internasional ISIC International Standard Industry Classification ada pada nomor 321 dan 322 kode tiga digit hingga pada tahun 1999. Pembaruan terus terjadi seiring dengan permintaan jenis industri tekstil yang bertambah sehingga terakhir di tahun 2009 hingga saat ini kode industri tekstil berada pada nomor 17 dan 18 dengan berbagai jenisnya. Proses penyempurnaan tekstil ada pada tiga tahapan, diantaranya yaitu; Weaving Pertenunan, Knitting Perajutan, dan Finishing Penyelesaian. Sejak itu kemajuan tekstil terus berkembang setelahnya dipengaruhi oleh negara – negara lain, seperti Belanda, China dan India. Awal mulanya industri tekstil skala kecil menggunakan alat tenun tradisional, namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan munculnya perusahaan – perusahaan besar, kini tekstil sudah menggunakan mesin tenun industri. Kualitas produksi tekstil yang bagus dan memiliki harga yang tinggi adalah produk tekstil yang terbuat dari sutra, berasal dari ulat sutera. Jenis ini memiliki daya jual yang tinggi karena memiliki kilau dan kehalusan yang tidak dimiliki oleh jenis lain dan dapat menyesuaikan dengan temperatur udara. Selanjutnya, zat pewarnaan tektil yang memiliki daya jual tinggi apabila menggunakan zat pewarnaan yang alami dibanding zat kimia buatan, seperti daun Mangga dan bunga Rosela, dan buah – buahan BPS dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011. 9 Setelah ditelusuri, kapas yang digunakan sebagai bahan baku utama oleh industri tekstil di indonesia, hingga tahun 2012 Indonesia masih mengimpor kapas sebesar 99,2 per tahun untuk kebutuhan nasional industri tekstil di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kualitas tekstil tidak dapat tumbuh dengan baik di Indonesia karena bahan baku kapas masih diimpor dari China, sehingga biaya input untuk memproduksi produk tersebut akan sangat tinggi. Dari permasalahan di atas, kelangkaan input masih menjadi kendala utama dalam menghasilkan output yang baik bagi Industi tekstil di Indonesia www.kemenperin.go.id , 2013. Kondisi Pertekstilan di Indonesia dapat dilihat dari hasil kinerja industri tersebut. Bagaimana peningkatan dari indikator yang ada pada hasil kinerja sektor industri di Indonesia. Berikut ini adalah data hasil kinerja tekstil di Indonesia dari tahun 2006 – 2010. Tabel 1.4 Hasil Kinerja Industri Tekstil Pada Komoditas Barang Jadi Tekstil di Indonesia Tahun 2006 -2010 Sumber : Kemenperin,2010 Tahun Jumlah Perusahaan Unit Nilai Produksi Ribu Rupiah Utilisasi Nilai Input Ribu Rupiah Nilai Output Ribu Rupiah Nilai Tambah Ribu Rupiah Jumlah Tenaga Kerja Trend Output 2006 224 4.275.019.000 76,6 2.850.503.000 4.342.083.000 1.491.579.000 22.040 - 2007 217 4.044.133.000 73,1 2.749.893.000 4.133.323.083 1.383.429.000 3.020 -4,81 2008 216 1.689.606.000 72,5 1.236.862.900 1.827.944.000 591.081.000 2.060 -55,77 2009 192 85.799.6201 68,7 549.925.300 931.847.000 38.192.1650 15.091 -49,02 2010 188 973.509.000 76,9 692.552.100 1.070.393.000 377.841.000 15.217 14,87 10 Dilihat dari hasil kinerja industri tekstil di Indonesia pada tabel 1.4, kelompok komoditas barang jadi dari Tekstil hasil tersebut menunjukkan bahwa unit perusahaan industri tekstil dalam mengahsilkan outputnya dari tahun 2006 hingga tahun 2008 selalu mengalami penurunan. Terlihat dari Trend perkembangannya dari tahun 2006 – 2007 hanya sebesar -4,81, penurunan secara drastis terjadi pada tahun 2007 – 2008 hingga mencapai - 55,77 . Trend kembali stabil setelah krisis global di tahun 2009, sehingga kenaikan trend dari tahun 2008 – 2009 menjadi -49,02, dan meningkat hingga tahun 2010 menjadi 14,87. Output industri tersebut mengalami penurunan, karena banyaknya alat atau mesin tekstil di indonesia dalam industri besar yang kurang menunjang, hal tersebut terlihat permesinan yang sudah tua dan seharusnya diganti yang menyebabkan tenaga kerja mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008, yaitu 3.020 jiwa dan 2.60 jiwa tenaga kerja. Selain itu masuknya produk – produk tekstil dari China dengan kualitas yang baik dan lebih murah, mengakibatkan daya saing perusahaan lebih rendah dan mengakibatkan perusahaan tersebut gulung tikar. Terlihat dari jumlah unit perusahaan barang jadi tekstil yang tertera pada tabel 1.4 dari tahun 2006 hingga tahun 2010 mengalami penurunan terus menerus www.kemenperin.go.id . Dari pemaparan sebelumnya mengenai daya saing ekspor, telah dibahas nilai ekspor masing – masing jenis industri, dan industri tekstil merupakan salah satu komoditas yang berorientasi pada ekspornya. Pertumbuhan Tekstil dan Produk Tekstil TPT cukup membaik pada tahun 11 2010 dengan nilai ekspor mencapai 11.205,5 juta USD. Pasar Tekstil dan Produk Tekstil TPT bagi Indonesia adalah Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase masing masing negara tujuan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Saidi;272,2013. Pada tabel 1.5 berikut akan dijelaskan pula ekspor komoditas TPT pada negara tujuan. Tabel 1.5 Ekspor Komoditas Tekstil dan Produksi tekstil TPT Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2012 Nilai Ekspor Komoditas tekstil di Indonesia Negara tujuan ekspor komoditas tekstil Ekspor Komoditas tekstil pada negara tujuan dalam Nilai Ekspor Komoditas Tekstil Menurut negara Tujuan 11.205,5 juta USD United States 34 3.809,87 Juta USD Japan 9 10.08,495 Juta USD Germany 5 560,275 Juta USD Turkey 5 560,275 Juta USD Koreas, republic, Of 5 560,275 Juta USD China 4 448,22 Juta USD United Arab Emirates 3 336,165 Juta USD United Kingdom 3 336,165 Juta USD Brazil 3 336,165 Juta USD Negara –negara Lainnya 29 324,945 Juta USD Sumber: KEMENDAGRI;WTO,2013 data diolah 12 Pada negara Amerika Serikat dapat menyerap hasil produksi Tekstil dan Produksi Tekstil TPT adalah sebesar 34, yakni dengan nilai ekspor komoditas Indonesia sebesar 3.809,87 Juta USD . Sementara negara Korea, China, dan Inggris adalah tiga negara dengan persentase terkecil yang dapat menyerap hasil produksi ekspor sebesar 3, yakni 336,165 juta USD. Negara – negara tersebut terlihat pada tabel 1.6. Semenjak tanggal 1 Januari 2005 semua hambatan yang ada dalam Agreement on Textile and Clothing ATC sudah tidak diberlakukan. Semua bentuk pembatasan dan kuota yang berada diluar peraturan WTO World Trade Organization dan GATT General Agreement on Tariffs and Trade tidak berlaku. Sejak saat itu juga bentuk hambatan berupa kuota yang diberlakukan oleh Amerika Serikat sudah tidak berlaku lagi. Dengan dihapuskannya kuota perdagangan TPT Tekstil dan Produk Tekstil AS tentu akan menyebabkan banyaknya komoditas dan pemain baru di pasar utama TPT Tekstil dan Produk Tekstil. Dengan demikian iklim persaingan untuk komoditas TPT di AS akan semakin ketat Saidi,2013:272. Lebih dari 85 persen kebutuhan kapas untuk industri tekstil Indonesia diimpor dari Australia, Amerika Serikat, Cina, India, Pakistan, Tanzania, dan lainnya. Hal ini karena tanaman kapas belum dapat dibudidayakan secara maksimal di dalam negeri, atau dapat dikatakan kelangkaan sumber daya alam berupa kapas, menjadi kendala dalam menghasilkan Tekstil dan Produk Tekstil TPT yang berkualitas Hermawan,2011:388. 13 Maka dapat dikatakan apabila harga kapas yang menjadi bahan baku kapas tinggi, maka nilai bahan baku untuk memproduksi tekstil tersebut akan tinggi pula, karena masih impornya bahan baku berupa kapas pada beberapa negara, walaupun bahan baku ada sedikit yang didapat dari dalam negeri lokal. Pada tabel 1.6 merupakan data mengenai nilai bahan baku pada tahun 2008 -2012. Tabel 1.6 Nilai Bahan Baku Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Sumber : BPS, 2012 data diolah Pada tabel 1.6 fluktuasi kenaikan nilai bahan baku terus tinggi seiring bertambahnya tahun, data tersebut tercatat nilai bahan baku tertinggi adapada tahun 2012 yaitu Rp 28.907.954.456.000, dan sempat mengalami penurunan nilai bahan baku pada tahun 2010, yakni dengan nilai Rp 24.937.371.734.000. Sehingga tingginya nilai bahan baku menyebabkan inefisiensi tidak efisien karena ketidaksesuaian alokatif inputnya dalam menghasilkan outputnya Pradana,2013:124. Tahun Nilai bahan Baku Rp 2008 18.387.291 .306. 000 2009 18.630.873 .497 .000 2010 12.570.757 .313 .000 2011 24.937.371 .734 .000 2012 28.907.954.456 .000 14 Pada data pada tabel 1.7 merupakan Nilai Bahan Bakar pada tahun 2008 – 2012, yang akan menggambarkan ketersediaan bahan bakar sesuai dengan nilai bahan bakar dari tahun tersebut. Tabel 1.7 Nilai Bahan Bakar Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Tahun Nilai Bahan Bakar Rupiah 2008 1.813.593.409 .000 2009 2.006.763.182. 000 2010 1.462.175.879 .000 2011 2.790.862.638 .000 2012 3.367.709.408.000 Sumber : BPS, 2012 data diolah Pada data tabel 1.7 menjelaskan tentang nilai bahan bakar dari tahun 2008 – 2012 dari tahun – tahun tersebut nilainya selalu naik. Penurunan sempat terjadi pada tahun 2010, yakni Rp 1.462.175.879 .000, setelah itu terjadi kenaikan kembali hingga tahun 2012 . Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi dan tidak kalah pentingnya adalah tenaga kerja. Berikut ini adalah data jumlah tenaga kerja pada industri tektil yang berkontribusi dalam hal produksi output tersebut. Data tersebut ada pada tabel 1.8. 15 Tabel 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Tahun Jumlah Tenaga Kerja Jiwa 2008 495.221 2009 473.070 2010 578.595 2011 612.668 2012 593.932 Sumber : BPS, 2012 data diolah Pada data tabel 1.9 tercatat bahwa jumlah tenaga kerja terjadi kenaikan pada tahun 2011, yakni 612.668 jiwa, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan kembali yaitu menjadi 593.932 jiwa. Tenaga kerja yang ada dalam data tersebut adalah tenaga kerja produksi, dan sangat berpengaruh positif dalam menghasilkan output. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Stigler, menjelaskan bahwa labour tenaga kerja memiliki pengaruh positif dalam menghasilkan produksi output, sekaligus skala pengembalian dalam tingkat efisiensinya. Namun, bagaimanapun tenaga kerja ahli juga berpengaruh dalam menghasilkan output dalam hal kualitasnya Stigler, 2014:3. Berdasarkan pemaparan dari fenomena- fenomena latar belakang tersebut, maka penulis akan meneliti dengan judul “ Pengaruh Nilai Bahan baku, Bahan Bakar dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Periode 1983 – 2012”. 16

B. Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang, industri tekstil dan produk tekstil memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, hal tersebut diyakini karena kontribusi industri manufaktur yang tertinggi dari komponen industri lainnya adalah industri tekstil dan produk tekstil. Di sisi lain pula daya saing industri pada nilai ekspor sudah masuk pada jajaran komoditas yang berorientasi ekspor di Indonesia, dan merupakan salah satu industri yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja teringgi di Indonesia. Namun, Permasalahannya adalah ketidaksesuaian alokasi input yang dihadapi karena berkaitan dengan teori dalam hal pengambilan sumber daya dan faktor lain yang terdapat dalam input industri tersebut. Sumber daya yang terbatas seperti, bahan baku yang masih langka karena tingginya tingkat impor, tenaga kerja, serta tingkat efisiensi output yang baik untuk mendapatkan nilai tambah masih menjadi masalah utama dalam berjalannya kinerja industri tekstil di Indonesia. Penurunan jumlah perusahaan dalam industri tekstil tinggi yang disebabkan oleh kebijakan – kebijakan pemerintah seperti kenaikan BBM, dan tarif dasar listrik sebagai komponen input utama yang dapat menyebabkan biaya produksi tinggi, dan membuat perusahaan menghadapi harga tekstil yang kurang kompetitif dan mengakibatkan perusahaan bangkrut gulung tikar. 17 Rumusan Masalah : Output industri tekstil khususnya di Indonesia dipengaruhi ketersediaan bahan bakar yang dibutuhkan, fluktuasi bahan baku, dan ketersediaan tenaga kerja ahli yang ada pada industri tersebut. Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat disimpulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh nilai bahan baku secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia? 2. Berapa besar pengaruh nilai bahan bakar secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia? 3. Berapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia? 4. Berapa besar pengaruh nilai bahan baku, bahan bakar dan jumlah tenaga kerja terhadap industri tekstil di Indonesia secara simultan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai bahan baku secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh nilai bahan bakar secara parsial terhadap industri tekstil di Indonesia. 18 3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja secara parsial terhadap industri tekstil di Indonesia. 4. Untuk mengetahui pengaruh nilai bahan baku, bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja terhadap industri tekstil di Indonesia secara simultan.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi sebagai bahan pertimbangan pemerintah dan industri dalam menetapkan kebijakan untuk memajukan sektor industri tekstil di Indonesia. 2. Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap industri tekstil di Indonesia. 3. Sebagai wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan industri tekstil di Indonesia.