90
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa koefisien antar variabel independen LNNBBK, LNNBB, dan JTK adalah sebagai berikut; 0,782, 0,62, dan
0,57. Melihat pada indikasi terjadinya multikolinieritas yang bersumber dari Winarno, maka koefisien korelasi pada Correlation
matrix tersebut dikatakan cukup besar apabila 0,89, dan koefisien
korelasi antarvariabel di atas kurang dari 0,89. Sehingga dapat dilihat bahwa koefisien korelasi tersebut tidak terdapat multikorelasi.
c. Uji Heterokedastisitas
Untuk menguji Heterokedastisitas salah satunya dapat menggunakan uji white. Menurut Winarno, Uji White menggunakan
residual kuadrat sebagai variabel independen, terdiri atas variabel independen yang sudah ada ditambah dengan kuadrat variabel
independen, ditambah lagi dengan perkalian dua variabel. Pada Uji White dengan menggunakan Eviews untuk mendeteksinya dapat
dilihat dari nilai probablisistas ObsR squared. Pada hasil outpunya apabila probabilitas lebih kecil dari α = 5 , maka dapat disimpulkan
bahwa data tersebut bersifat heterokedastisitas Winarno;5.14, 2011.
Tabel 4.6 Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
1.661398 Prob. F9,20
0.1648 ObsR-squared
12.83388 Prob. Chi-Square9
0.1703 Scaled explained SS
10.93879 Prob. Chi-Square9
0.2799 Test Equation:
91
Pada Tabel 4.6 nilai Obs R- squared adalah 12,83388 dengan probabilitas adalah 0,1703 lebih besar dari α = 5, yang berarti
menerima hipotesis H0. Sehingga hasil tersebut memberikan cukup bukti bahwa tidak terdapat heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Otokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Otokorelasi lebih mudah timbul pada
data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa – masa sebelumnya.
Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut
Dependent Variable: RESID2 Method: Least Squares
Date: 062615 Time: 13:12 Sample: 1983 2012
Included observations: 30
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. C
-79.79739 4890.635
-0.016316 0.9871
LNNBBK -617.2600
461.9153 -1.336306
0.1965 LNNBBK2
21.98782 9.433919
2.330720 0.0303
LNNBBKLNNBB -24.04957
8.812357 -2.729073
0.0129 LNNBBKJTK
-0.000107 0.000107
-1.001863 0.3284
LNNBB 663.7234
336.2812 1.973716
0.0624 LNNBB2
0.498648 6.286408
0.079322 0.9376
LNNBBJTK 8.23E-05
9.46E-05 0.870513
0.3943 JTK
0.001021 0.001420
0.718975 0.4805
JTK2 -4.40E-11
1.20E-10 -0.365734
0.7184 R-squared
0.427796 Mean dependent var
6.146711 Adjusted R-squared
0.170304 S.D. dependent var
9.418307 S.E. of regression
8.578913 Akaike info criterion
7.397693 Sum squared resid
1471.955 Schwarz criterion
7.864759 Log likelihood
-100.9654 Hannan-Quinn criter.
7.547111 F-statistic
1.661398 Durbin-Watson stat
2.561006 ProbF-statistic
0.164796
92
tidak terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. Winarno,
2009:5.27.
Tabel 4.7 Hasil Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LNOUT Method: Least Squares
Date: 062615 Time: 11:51 Sample: 1983 2012
Included observations: 30 Variable
Coefficient Std. Error t-Statistic
Prob. C
-2.792617 1.240181 -2.251781
0.0331 LNNBBK
0.946516 0.073260 12.91993
0.0000 LNNBB
0.246532 0.077253 3.191236
0.0037 JTK
-5.18E-07 3.17E-07 -1.631066
0.1149 R-squared
0.957975 Mean dependent var
30.63178 Adjusted R-squared
0.953126 S.D. dependent var
1.166042 S.E. of regression
0.252453 Akaike info criterion
0.208380 Sum squared resid
1.657041 Schwarz criterion
0.395206 Log likelihood
0.874298 Hannan-Quinn criter.
0.268147 F-statistic
197.5603 Durbin-Watson stat
1.209630 ProbF-statistic
0.000000
Pada tabel 4.7 terlihat bahwa nilai Durbin Watson adalah 1,209630. Sehingga nilai d Durbin Watson tidak berada diantara 1,54
– 2,46, maka mengindikasikan dari hasil output tersebut terdapat adanya otokorelasi positif dalam penelitian ini.
Uji DW juga memiliki kelemahan, yaitu; ketika mendapati nilai DW yang terletak antara batas bawah dan batas atas pada tabel
93
DW, maka dapat diputuskan bahwa data tersebut terdapat masalah autokorelasi, namun nilai statistik DW tersebut tidak dapat memutuskan
apakah residual berkorelasi atau tidak Nachrowi;192,2006.Untuk mengatasi masalah ini dapat diuji dengan menggunakan Lagrange
Multiplier LM, yang dikembangkan oleh Breusch – Godfrey, dapat dikenal pula dengan sebutan Uji Breusch – Godfrey Nachrowi;192-
193,2006. Uji tersebut dapat dilihat dari nilai ObsR squared yang telah dikalikan dengan banyaknya observasi sehingga nilai koefisien
determinasi R
2
jauh lebih besar, selain itu dilihat pula dari nilai probabilitasnya apabila lebih besar dari dari α = 5, maka tidak
terdapat adanya autokorelasi Winarno;5.30,2011.
Tabel 4.8 Uji Breusch Godfrey Serial Correlation LM test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
2.357382 Prob. F2,24
0.1162 ObsR-squared
4.925791 Prob. Chi-Square2
0.0852 Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares
Date: 062615 Time: 13:20 Sample: 1983 2012
Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. C
0.539638 1.599915
0.337291 0.7388
LNNBBK 0.014762
0.070083 0.210634
0.8350 LNNBB
-0.037252 0.075560
-0.493007 0.6265
JTK 7.04E-08
3.04E-07 0.231799
0.8187 RESID-1
0.395462 0.206655
1.913637 0.0677
RESID-2 0.057771
0.213443 0.270664
0.7890 R-squared
0.164193 Mean dependent var
1.17E-14
94 Adjusted R-squared
-0.009933 S.D. dependent var
0.239038 S.E. of regression
0.240223 Akaike info criterion
0.162356 Sum squared resid
1.384967 Schwarz criterion
0.442595 Log likelihood
3.564662 Hannan-Quinn criter.
0.252007 F-statistic
0.942953 Durbin-Watson stat
1.908713 ProbF-statistic
0.471440
Pada tabel 4.8 hasil output pada Uji Breusch – Godfrey Serial Correlation test dilihat dari nilai ObsR squared setelah dikalikan
dengan banyaknya observasi adalah 4,925791, maka koefisien determinasi jauh lebih besar, selain itu terlihat dari nilai
probabilitasnya adalah 0,0852. Dapat terlihat bahwa nilai probabilitasnya lebih besar dari α = 5, sehingga tidak terdapat
autokorelasi.
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima secara statistik atau tidak. Dalam
pengujian hipotesis ini menggunakan Uji t, Uji F, dan Uji Adjusted R squared. Model penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least
Square dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut:
LNOUT= -2,792617 + 0.946516LNBBk + 0.246532LNBB -5.18JTK + 0.252
Dimana : LNOUT
: Output Industri Tekstil Ribu Rupiah
95
LNBBk : Nilai Bahan Baku Ribu Rupiah
LNBB : Nilai Bahan Bakar Ribu Rupiah
JTK : Jumlah Tenaga Kerja Jiwa
Dari persamaan regresi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: •
Pada persamaan regresi di atas nilai konstanta adalah -2,792617, yang berarti apabila seluruh variabel independen konstan atau bernilai nol, maka
besarnya output industri tekstil adalah -2,792617 rupiah. Hal tersebut tidak sesuai dengan realitanya. Sehingga menurut Dougherty apabila intercept
bernilai negatif dapat diabaikan Dougherty, 2002:13 – 14. •
Jika koefisien regresi variabel nilai bahan baku adalah 0.946516 atau dapat dikatan 0,947, yang berarti setiap peningkatan 1 nilai bahan baku akan
meningkatkan output industri tekstil sebesar 0,947. Dalam aplikasi pengaruhnya dalam satuan rupiah, maka setiap peningkatan Rp 1000.000
nilai bahan baku akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0.946516 juta rupiah atau dapat dikatakan Rp 946.516.
• Jika koefisien regresi variabel nilai bahan bakar adalah 0.246532 atau
dapat dibulatkan menjadi 0,247 dan dalam persentasi dapat dinyatakan, yang dapat dikatakan setiap peningkatan 1 nilai bahan bakar maka akan
meningkatkan output industri tekstil sebesar 0,247,dalam aplikasinya pada satuan rupiah, maka setiap peningkatan Rp 1000.000 nilai bahan
bakar akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0.246532 juta rupiah atau dapat dikatakan Rp 246.532.
96
• Jika koefisien regresi tenaga kerja adalah
-
5,18, maka setiap peningkatan 1 orang jumlah tenaga kerja akan menurunkan output industri tekstil sebesar
5,18 juta rupiah pada interpretasi hanya pada persamaan tersebut. Namun, dalam realita yang ada setiap peningkatan 1 orang jiwa tenaga kerja
akan meningkatkan 5,18 juta rupiah output industri tekstil bahkan lebih, karena industri tergolong industri sedang
– besar, maka lebih
menggunakan mesin, maka input tenaga kerja lebih dialokasikan ke teknologi, sehingga lebih efisien dan menghasilkan output yang tinggi
karena efisiensi teknologi mesin. Diperkuat kembali oleh penelitian yang dilakukan oleh Islamy, bahwa untuk meningkatkan hasil produksi output,
bukan berarti jika menambah mesin teknologi yang ditambahkan akan pula menambah jumlah tenaga kerja pula untuk mengefisiensikannya,
Islamy,2011:14.
a. Uji Hipotesis Parsial Uji t
Uji t bertujuan untuk melakukan uji koefisien regresi secara individu parsial. Apabila nilai hitung |t| t
α2,
maka nilai t berada dalam daerah penolakan, sehingga hipotesis nol H
ditolak dan H
1
pada tingkat kepercayaan 95, tingkat signifikansi 5 α = 0,005. Dan sebaliknya, apabila t hitung lebih kecil dari t tabel,
maka nilai t berada dalam daerah penerimaan, sehingga hipotesis nol H
diterima dan H
1
ditolak pada tingkat kepercayaan dan tingkat signifikansi yang sama.