Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Kecepatan Produksi ASI

walaupun produksi ASI-nya cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibandingkan dengan refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat memengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran oksitosin.

5.2. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan Kecepatan Produksi ASI

Berdasarkan distribusi tentang inisiasi menyusu dini dapat diuraikan bahwa, inisiasi menyusu dini mayoritas dilakukan dengan tepat sebanyak 75,5 dan selebihnya tidak tepat yaitu sebesar 24,5. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa ibu yang diberi perlakuan inisiasi menyusu dini dengan tepat pada persalinannya sebagian besar mengalami produksi ASI yang cepat yaitu sebanyak 70,4, selebihnya produksi ASI-nya lambat yaitu sebanyak 29,6. Sedangkan ibu yang diberikan perlakuan inisiasi menyusu dini dengan tidak tepat hanya sebagian kecil saja yang mengalami produksi ASI yang cepat yaitu sebanyak 26,1 dan selebihnya produksi ASI-nya lambat yaitu sebanyak 73,9. Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square didapatkan nilai p=0,000 0,05, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara ibu yang diberi perlakuan inisiasi menyusu dini dengan tepat dan tidak tepat dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan. Berdasarkan pemaparan data di atas, maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif inisiasi menyusu dini dengan kecepatan produksi ASI terbukti. Dengan kata lain inisiasi menyusu dini dapat mempercepat produksi ASI pada ibu Universitas Sumatera Utara pascapersalinan. Hal ini terjadi karena dengan menyusu dini dan dilakukan dengan tepat berarti refleks isapan bayi lebih cepat diberikan untuk merangsang pengeluaran hormon prolaktin dan oksitosin untuk mempercepat produksi ASI. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Bobak, 2004 bahwa stimulus isapan bayi mengirim pesan ke hipotalamus untuk meningkatkan produksi susu oleh sel-sel alveolar kelenjar payudara. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan meliputi frekuensi, intensitas dan lamanya bayi mengisap sehingga bayi baru lahir harus disusui 8-12 kali atau lebih setiap hari secara teratur agar produksi ASI akan dapat diproduksi dengan baik dan terus dipertahankan. Gupta 2007 menyatakan bayi baru lahir yang langsung dibiarkan menyusu secara dini memiliki refleks menyusu lebih baik. Apabila dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks menyusu akan hilang 50, apalagi langsung dipisahkan dari ibunya, maka refleks menyusu akan hilang 100. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal. Melalui sentuhan, isapan dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin secara signifikan yang merangsang produksi susu untuk memastikan pemberian ASI dalam waktu satu jam setelah melahirkan dan memberikan manfaat sekaligus bagi ibu dan bayi. Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara dan merangsang hormon lain yang membantu ibu menjadi lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriyani 2006 yang memaparkan bahwa ibu yang diberi perlakuan inisiasi menyusu dini dan teratur memiliki pengaruh terhadap produksi ASI pada ibu postpartum dengan sectio caesarea di RSUD Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso menunjukkan bahwa proporsi ibu yang produksi ASI-nya optimal lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 80,6 pada kelompok intervensi sedangkan pada kelompok kontrol hanya 18,8 yang mempunyai produksi ASI yang optimal. Produksi ASI diukur pada hari ke - 14 post sectio caesarea dengan observasi dan menggunakan kuesioner yang meliputi indikator ibu dan bayi, sebagian besar besar memiliki produksi ASI yang optimal dengan nilai probabilitas p=0,001 dan OR sebesar 18,06 yang artinya bahwa ibu yang diberi perlakuan inisiasi menyusu dini dan teratur memiliki peluang 18,06 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak diberikan perlakuan inisiasi menyusu dini. Hal ini terjadi karena dengan inisiasi menyusu dini dan dilakukan dengan teratur berarti mempercepat dan mengoptimalkan rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin untuk meningkatkan produksi ASI. Penelitian lain yang juga sejalan dengan hasil penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh Bystrova dkk 2012 yang juga menemukan perbedaan yang signifikan antara ibu yang diberikan perlakuan inisiasi menyusu dini dengan kontak kulit ke kulit dengan yang tidak mengalami kontak langsung kulit ke kulit antara ibu dan bayi atau ibu dipakaikan baju terlebih dahulu terhadap produksi ASI-nya. Proses inisiasi menyusu dini yang ditunda dan yang langsung disatukan ibu dan bayinya Universitas Sumatera Utara dalam ruangan yang sama rooming in juga memiliki perbedaan yang signifikan dalam produksi ASI. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa isapan dini pada payudara menunjukkan pengaruh positif terhadap produksi ASI terlepas dari berapapun jumlah paritasnya. Pada primigravida ataupun multigravida yang menyusui dalam 2 jam pertama persalinan mendapatkan jumlah air susu lebih banyak sampai hari keempat persalinan dibandingkan yang menundanya atau bahkan tidak melakukannya dengan p=0,0006. Banyaknya jumlah ASI yang diproduksi ini dapat membantu keberhasilan ASI eksklusif. Parker dkk 2012 juga menemukan hasil yang sama pada penelitiannya yang dilakukan pada 20 ibu pascapersalinan kemudian secara acak dibagi dua kelompok dimana kelompok pertama dilakukan inisiasi menyusu dini dalam 60 menit dan kelompok kedua inisiasi menyusu dini dilakukan setelah 1 – 6 jam setelah persalinan kemudian diobservasi produksi ASI-nya pada hari ketujuh dan pada minggu ketiga pascapersalinan. Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa pada kelompok 1 menunjukkan produksi ASI yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok pengamatan kedua dengan probabilitas p=0,05 pada minggu ketujuh dan pada minggu ketiga p=0,01. Dengan kata lain pada hari ketujuh produksi ASI antara ibu bersalin yang dilakukan dalam 60 menit pertama dengan yang dilakukan setelah 60 menit menunjukkan hasil yang hampir sama atau perbedaannya kecil. Namun perbedaan yang jelas terlihat secara signifikan adalah pengukuran pada minggu ketiga. Hal ini mungkin saja terjadi oleh karena dalam 1 minggu produksi ASI yang terbentuk masih sama berupa kolostrum yang volume dan komposisinya masih sama. Universitas Sumatera Utara Membantu ibu memulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin baik persalinan normal maupun sectio caesar, merupakan langkah keempat dari sepuluh langkah keberhasilan menyusui yang merupakan program pemerintah dimana proses tersebut dapat mempercepat dan merangsang produksi ASI lebih banyak sehingga sudah seharusnya menjadi kegiatan rutin di setiap proses persalinan. Namun fenomena yang ditemukan tentang pelaksanaan inisiasi menyusu dini sebagai upaya meningkatkan rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin untuk kelancaran produksi ASI, kenyataannya masih banyak menjadi kendala bagi beberapa ibu karena beberapa faktor antara lain seperti ibu kelelahan, stres selama proses persalinan, bayi belum dapat menyusu secara efektif dan persepsi ibu tentang air susu yang dihasilkannya. Kondisi seperti ini sering menyebabkan kurang optimalnya implementasi IMD di setiap fasilitas kesehatan yang berdampak terhadap kurang optimalnya produksi ASI. Dari wawancara mendalam didapatkan bahwa tenaga kesehatan khususnya bidan sering menemukan kendala dalam penerapan inisiasi menyusu dini ketika berhadapan dengan ibu pascapersalinan terutama pada ibu dengan tingkat pengetahuan pendidikan yang rendah yang menolak proses inisiasi menyusu dini atau ingin segera mengakhiri prosedur IMD sebelum 60 menit dengan alasan begitu lelah setelah menjalani proses persalinan ditambah dengan keberadaan ASI yang memang masih sedikit tersebut. Sehingga diperlukan motivasi yang tinggi dari ibu pascapersalinan untuk keberhasilan proses inisiasi menyusu dini agar produksi ASI pun optimal. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian menunjukkan, meskipun sebagian besar kecepatan produksi ASI ibu termasuk dalam kategori cepat, namun ibu masih saja menginginkan agar bayinya diberikan tambahan susu formula sebagai anggapan bahwa ASI-nya belum banyak sehingga takut jika bayinya tidak mendapatkan asupan gizi yang sesuai jika hanya diberi ASI saja. Selain itu kelelahan yang dialami ibu pascapersalinan membuat keraguan akan kesanggupannya menjalankan peran barunya sebagai seorang ibu. Sehingga, meskipun ASI-nya cukup tetap saja memberikan susu formula sampai ibu merasa benar-benar dapat menghasilkan ASI yang banyak. Kondisi ini tentu saja mengagalkan ASI eksklusif meskipun susu formula diberikan hanya sementara menunggu sampai produksi ASI mulai banyak. Hasil analisis multivariat setelah dilakukan uji statistik dengan uji regresi logistik berganda menunjukkan hasil bahwa inisiasi menyusu dini tetap memiliki hubungan yang signifikan terhadap kecepatan produksi ASI dengan p=0,001 dengan OR sebesar 0,124. Artinya inisiasi menyusu dini memiliki resiko yang rendah terhadap kecepatan produksi ASI. Ibu yang proses persalinannya dilakukan inisiasi menyusu dini dengan tepat memiliki resiko rendah untuk mengalami produksi ASI yang lambat. Berdasarkan perhitungan odds ratio OR terhadap produksi ASI yang lambat pada tingkat kepercayaan 95 diperoleh OR 0,124 95CI 0,034 - 0,448, sehingga nilai OR yang diperoleh merupakan faktor protektif. Oleh karena itu agar mendapatkan produksi ASI yang maksimal pada saat menyusui upaya yang dilakukan adalah mengawalinya dengan inisiasi menyusu dini. Universitas Sumatera Utara

5.3. Hubungan Asupan Gizi saat Hamil dengan Kecepatan Produksi ASI

Dokumen yang terkait

Tingkat Kecemasan Ibu Menghadapi Persalinan di BPM (Bidan Praktek Mandiri) Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Medan 2014

0 43 60

Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

1 39 117

Hubungan Pengetahuan Bidan Praktek Swasta Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Medan

0 22 67

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di Poliklinik Ibu Hamil RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010.

0 33 89

Perilaku Bidan Praktek Swasta Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Kota Medan Tahun 2010

0 40 88

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, STATUS PEKERJAAN IBU, DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

2 8 102

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Pemberian ASI Di Kecamatan Jatipu

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Pemberian ASI Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar.

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Pemberian ASI Di Kecamatan Jatipu

0 2 16

Hubungan Dukungan Suami Dan Peran Bidan Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini COVERR

0 0 13