motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, gangguan persepsi, kehilangan kemampuan berfikir, secara rasional. Panik merupakan
pengalaman yang menakutkan dan bisa melumpuhkan seseorang.
2.4.4. Gejala Klinis Kecemasan
Gejala kecemasan yang bersifat akut maupun menahun kronik merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan atau psyciatric disorder.
Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang bersifat psikis tetapi juga disertai dengan keluhan-keluhan fisik somatik juga
tumpang tindih dengan kepribadian depresif, dengan kata lain batasannya sering tidak jelas. Keluhan-keluhan yang sering dialami oleh orang yang mengalami gangguan
kecemasan antara lain : cemas, khawatir, firasat buruk, takut, banyak fikiran, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian,
takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik
misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, jantung berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala Hawari,
2011. Menurut Walsh 2007, Ibu yang cemas saat mengalami postpartum blues
dapat menangis tanpa terduga, mengalami kesulitan tidur, depresi, kelemahan, suasana hati yang labil, bingung, sering lupa, gelisah, gangguan nafsu makan dan
meragukan kemampuan mereka untuk merawat bayi mereka. Beberapa wanita biasanya mengungkapkan perasaan negatif mereka tentang bayinya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Alat Ukur Kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali dapat digunakan alat ukur yang dibuat oleh Taylor dikenal
dengan nama Taylor Manifest Anxiety Scale T-MAS. Alat ukur ini terdiri dari 24 kelompok gejala masing-masing dirinci lebih spesifik. Masing-masing kelompok
gejala diberi penilaian angka skor. Skor dari ke 24 gejala tersebut, dijumlahkan, kemudian skor diinterpretasikan sesuai dengan derajat kecemasan Saryono, 2011.
2.4.6. Hubungan Kecemasan dengan Produksi ASI
Proses laktasi terjadi di bawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin, terutama hormon-hormon hipofisis yang diatur oleh hipotalamus. Hubungan yang utuh antara
hipotalamus dan hiposfise akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran, permulaan dan pemeliharaan
persediaan air susu selama menyusui. Proses menyusui secara fisiologis memerlukan pembuatan dan pengeluaran air susu dari alveoli ke sistem duktus yang disebut
refleks let down. Bila terdapat kecemasan stress pada ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
pelepasan dari adrenalin epinefrin dan kortisol yang menyebabkan penyempitan vasokonstriksi dari pembuluh darah alveoli. Akibat dari tidak sempurnanya refleks
let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara klinis payudara tampak membesar dan nyeri.
Apabila refleks let down tidak sempurna, maka bayi yang haus menjadi tidak puas. Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan kecemasan bagi ibunya. Bayi
Universitas Sumatera Utara
yang haus dan tidak puas ini, akan berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tak jarang menimbulkan luka-luka
pada puting susu dan sudah barang tentu luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang juga akan menambah semakin cemas. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya
satu lingkaran setan yang tertutup circulus vitious dengan akibat kegagalan dalam menyusui Soetjiningsih, 1997.
Menurut Wilda dkk tahun 2009, faktor psikologis merupakan faktor penentu keberhasilan menyusui. Sekitar 80 kegagalan ibu menyusui dalam memberikan ASI
adalah faktor psikologis. Apabila ibu cemas atau stres saat menyusui, pada saat bersamaan ratusan sensor di otak akan menghambat keluarnya hormon oksitosin yang
menurunkan produksi ASI. Selain itu saat ibu cemas kadar estrogen dan progesteron turun secara tiba-tiba dan berakibat kegagalan pada fungsi-fungsi jasmaniah dari
reproduksi terutama fungsi kelenjar susu. Dampak yang paling sering dirasakan dari peristiwa itu adalah ASI tidak mau keluar karena kelenjar-kelenjar susu terhalang dan
macet. Menurut Heinrichs 2001, proses menyusui berhubungan secara signifikan
terhadap bagian dari otak yang fungsinya sangat vital yaitu hipotalamus-pituitary- adrenal HPA selama periode postpartum. Pada manusia, efek kecemasan terhadap
sistem neurohormonal pada proses menyusui telah diteliti untuk membuktikan secara nyata, dan telah ditemukan secara signifikan respon penurunan adeno cortico thyroid
hormone ACTH, kortisol, dan glukosa dalam plasma darah terhadap paparan stres fisik pada saat menyusui dibandingkan dengan tidak menyusui. Pada ibu menyusui,
Universitas Sumatera Utara
isapan bayi dapat meningkatkan pengeluaran oksitosin dan prolaktin, dan menurunkan kadar ACTH dan kortisol dalam plasma, yang mengahambat produksi
susu. Pada 43 orang ibu menyusui dipilh secara acak untuk menyusui dan
menggendong bayinya dalam waktu 15 menit, kemudian ditest kadar hormonalnya. Hasilnya adalah pada saat menyusui dan menggendong bayi terdapat penurunan yang
signifikan pada ACTH, jumlah kortisol dalam plasma darah, dan kortisol bebas pada air liur saliva. Selama 30 menit kemudian, mereka diberikan paparan stressor
psikososial yang singkat dan hasilnya menunjukkan respon ACTH, jumlah kortisol dalam plasma darah, kortisol bebas pada air liur, norepinefrin, dan epinefrin secara
signifikan meningkat pada semua ibu menyusui. Reaksi peningkatan jumlah kortisol dan kortisol bebas pada ibu menyusui yang dipaparkan stressor menunjukkan secara
signifikan menurunnya kadar prolaktin selama ibu terpapar kondisi yang menyebabkan cemas dan stres. Dapat disimpulkan bahwa menyusui dapat
menurunkan kecemasan, sedangkan paparan stres dapat memperburuk suasana hati, menimbulkan ketenangan, dan kecemasan pada semua ibu menyusui Heinrichs,
2001. Menurut Zanardo 2009, Kecemasan pada ibu pascapersalinan berhubungan
dengan perubahan aktivitas pada respon sistem hormonal di dalam tubuh. Stres fisik dan emosional ibu mengganggu pelepasan oksitosin, hormon yang bertanggung
jawab untuk hubungan ibu-bayi dan refleks pengeluaran air susu. Jika refleks pengeluaran air susu terganggu, maka payudara akan mengalami gangguan regulasi
Universitas Sumatera Utara
dalam mensintesis susu. Stres ibu juga dapat mempengaruhi kadar hormon lainnya dan mediator yang terlibat dalam menyusui, seper
ti prolaktin 1 atau β-endorphin. Penelitian yang dilakukan terhadap 204 orang ibu postpartum diantaranya 101 orang
primipara dan 103 orang multipara yang diteliti pada hari ketiga dan empat pasca persalinan, menemukan bahwa produksi ASI menurun saat ada peningkatan
kecemasan dan ibu primipara memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi secara signifikan daripada multipara. Dalam masa nifas, kecemasan diperburuk oleh
kurangnya pengalaman primipara, terkait dengan gangguan laktasi.
2.5. Landasan Teori