BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberian makanan yang tepat dan optimal sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi dan anak usia bawah dua tahun baduta.
Menurut Global Strategy on Infant and Young Child Feeding WHO tahun 2003, pemberian makanan yang tepat adalah menyusui bayi sesegera mungkin setelah lahir,
memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI yang tepat dan adekuat sejak usia 6 bulan, dan melanjutkan menyusui sampai
umur 2 tahun atau lebih. Zat gizi yang terdapat pada ASI sangat bermanfaat bagi perkembangan
intelegensi bayi dan anak. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa anak-anak yang mengkonsumsi ASI, rata-rata memiliki skor yang tinggi dalam intelegensi dan
perkembangannya dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI Neuman, 2008.
Menurut Edmon dkk tahun 2006, menyusui bayi sesegera mungkin setelah lahir yang disebut inisiasi menyusu dini IMD dapat membantu meningkatkan daya
tahan tubuh si bayi karena air susu yang pertama keluar yang disebut kolostrum mengandung zat kekebalan tinggi yang mampu melindungi bayi dari penyakit-
penyakit yang beresiko kematian tinggi, misalkan kanker saraf, leukemia, dan beberapa penyakit lainnya. Tidak hanya itu, IMD juga dinyatakan dapat menekan
Universitas Sumatera Utara
Angka Kematian Bayi AKB baru lahir hingga mencapai 22 . Kematian bayi baru lahir yang terjadi dalam satu bulan pertama dapat dicegah bila bayi disusui oleh
ibunya dalam satu jam pertama kelahirannya. Dengan begitu maka diperkirakan program IMD dapat menyelamatkan sekurang-kurangnya 30.000 bayi Indonesia
yang meninggal dalam bulan pertama kelahiran. Di Indonesia, AKB memang telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 SDKI, 2007. Itu artinya setiap hari 250 bayi meninggal dan sekitar 175.000 bayi meninggal
sebelum mencapai usia satu tahun Sementara target yang akan dicapai sesuai kesepakatan MDGs tahun 2015, angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran
hidup. Hal ini masih menunjukkan angka yang jauh dari harapan, Kemenkes, 2012. Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi salah satunya
adalah menyusui bayi yang diawali dengan inisiasi menyusu dini dan melanjutkannya dengan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan. Rangsangan segera terhadap
puting susu yang berasal dari refleks isapan bayi diyakini mampu meningkatkan kadar hormon prolaktin yang memberikan efek positif terhadap produksi ASI.
Menyusui terutama pada detik-detik pertama setelah persalinan membuat payudara lebih responsif terhadap prolaktin yang membantu untuk pasokan ASI dalam jangka
panjang Aprilia, 2011. Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Utami 2012 juga
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara inisiasi menyusu dini dengan kecepatan keluarnya ASI pada ibu post partum. Dari 24 responden yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
IMD hanya 3 ibu post partum yang waktu keluar ASI-nya lambat yaitu 3 jam post partum. Dengan demikian keberhasilan ASI eksklusif akan mudah dicapai.
WHO 2012 menyatakan pemberian ASI eksklusif pada bayi kurang dari enam bulan menunjukkan cakupan global yang rendah sebesar 37. Cakupan yang
terendah yaitu di Afrika, di mana hanya satu dari tiga bayi kurang dari enam bulan yang mendapat ASI eksklusif. Promosi inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif yang
baik memiliki potensi untuk memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian Milleniun Development Goals dan kelangsungan hidup anak. Program promosi
menyusui harus menekankan inisiasi menyusu dini serta pemberian ASI eksklusif. Hal ini sudah menunjukkan relevansi khusus di sub-Sahara Afrika, dimana angka
kematian neonatal dan bayi tertinggi. Dari berbagai sumber data ditemukan bahwa perkembangan cakupan
pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih rendah dan menunjukkan perkembangan yang sangat lambat. Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa baru 33,6 bayi kita
mendapatkan ASI, tidak banyak perbedaan dengan capaian di negara lain di Asia Tenggara. Menurut Menteri Kesehatan RI dalam acara pembukaan Pekan ASI
Sedunia 2012 pencapaian ini memang kurang dapat dibanggakan. Sebagai perbandingan, cakupan ASI Eksklusif di India saja sudah mencapai 46, di Philipina
34, di Vietnam 27 dan di Myanmar 24 Harnowo, 2012. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas Tahun 2010,
cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dan persentase bayi usia 6 bulan yang menyusu eksklusif sampai 6 bulan menunjukan kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
meningkat. Provinsi dengan cakupan terendah adalah Aceh 49,6, sedangkan provinsi dengan cakupan tinggi diantaranya adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat
79.7, Nusa Tenggara Timur 77,4 dan Bengkulu 77,5 sementara Provinsi Sumatera Utara sendiri mencapai 56,6 Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Berdasarkan laporan dari 24 Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2011, ada 4 provinsi 15,4 di Indonesia yang sudah mencapai target nasional yaitu Provinsi
Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu dan Sumatera Barat. Secara nasional, dari 497 KabupatenKota terdapat 73 14.7 KabupatenKota yang telah
mencapai target pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan yaitu sebesar 67 Kementerian Kesehatan RI, 2012.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara persentase pemberian ASI Eksklusif pada bayi mulai tahun 2004 sd 2008 tidak menunjukkan
peningkatan yang cukup memuaskan. Cakupan persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif dari tahun 2004-2007 cenderung menurun secara signifikan, namun pada
tahun 2008 ada peningkatan yang cukup berarti yaitu sebesar 10,33 dibandingkan tahun 2007. Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2009.
Menurut Kementrian Kesehatan 2012, Keberhasilan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pelayanan petugas kesehatan,
fasilitas menyusui di tempat kerja, pengetahuan dan keterampilan ibu, dukungan keluarga dan masyarakat serta pengendalian pemasaran susu formula. Kenyataannya,
saat ini fasilitas pelayanan kesehatan yang sebelumnya telah mendapat akreditasi sebagai Rumah Sakit Sayang Bayi telah menurun drastis. Rumah Sakit Sayang Bayi
Universitas Sumatera Utara
yang di maksud adalah Rumah Sakit yang menerapkan 10 LMKM langkah menuju keberhasilan menyusui, meskipun Pemerintah beserta para pakar kesehatan ibu dan
anak sudah mensosialisasikan standar dalam proses persalinan yang dikenal dengan inisiasi menyusu dini. Oleh karena itu program inisiasi menyusu dini seharusnya
menjadi kegiatan rutin pada setiap persalinan yang memang dirancang untuk mendukung keberhasilan pemberian ASI.
Upaya inisiasi menyusu dini yang dilakukan seharusnya memberikan kontribusi yang positif terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Dengan menyegerakan
menyusui diharapkan produksi ASI semakin banyak dan lancar. Namun dari hasil wawancara sederhana pada survey pendahuluan yang dilakukan di bidan praktek
mandiri BPM Sumiariani Medan, 6 dari 10 ibu kebingungan ketika bayi mereka menangis sedangkan ASI yang keluar belum lancar meskipun inisiasi menyusu dini
sudah dilakukan sebelumnya. Akhirnya ibu pun panik karena kasihan mendengar tangisan sang bayi. Maka keputusan yang diambil adalah memberikan susu formula
pada bayi. Hal ini tentu saja akan menggagalkan ASI eksklusif. Menurut Riksani, 2012 jumlah produksi ASI memang sedikit pada hari-hari
pertama pasca persalinan. Namun hal itu memang sesuai dengan kebutuhan bayi pada hari-hari pertama yang belum membutuhkan banyak makanan. Hal ini semakin
menguatkan anggapan bahwa ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi sehingga bayi sering menangis.
Menurut Prasetyo 2009 dalam Rahayu 2012, Faktor-faktor yang dapat meningkatkan produksi ASI diantaranya meliputi frekuensi menyusui, nutrisi, pola
Universitas Sumatera Utara
istirahat dan tidur, psikologis, dan teknik menyusui. Dengan kata lain selain praktek inisiasi menyusu dini, beberapa faktor tersebut harus juga dipenuhi untuk mendukung
kelancaran produksi ASI termasuk keadaan psikologis. Dalam proses menyusui terdapat dua proses penting yaitu proses
pembentukan air susu the milk production reflex dan proses pengeluaran air susu let down reflex yang keduanya dipengaruhi oleh hormon yang diatur oleh
hypothalamus Badriah, 2011. Sebagaimana pengaturan hormon yang lain, hypothalamus akan bekerja sesuai dengan perintah otak dan bekerja sesuai emosi ibu
Aprilia, 2011. Kondisi kejiwaan dan emosi ibu yang tenang sangat memengaruhi produksi ASI. Jika Ibu mengalami stres, pikiran tertekan, tidak tenang, cemas, sedih,
dan tegang, produksi ASI akan berpengaruh secara signifikan Riksani, 2012. Bila terdapat kecemasan dan stress pada ibu meyusui maka akan terjadi suatu
blokade dari refleks pengeluaran hormon oksitosin refleks let down. Apabila refleks let down tidak sempurna, maka bayi yang haus jadi tidak puas. Ketidakpuasan ini
merupakan tambahan kecemasan bagi ibunya. Bayi yang haus dan tidak puas ini akan berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup dengan cara menambah kuat
isapannya yang tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka pada puting susu yang sudah tentu luka-luka ini dirasakan sakit oleh ibunya yang juga menambah semakin
stress Badriah, 2011. Grajeda 2002, dalam penelitiannya tentang stres dan kecemasan selama
proses persalinan berhubungan dengan penundaan mulainya produksi ASI pada wanita di kota Guatemala menyatakan bahwa terjadi penundaan produksi ASI pada
Universitas Sumatera Utara
ibu primipara yang mengalami stres dan kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan ibu yang stres dan kecemasannya rendah. Stres selama proses persalinan
memengaruhi penundaan mulainya produksi ASI secara signifikan. Berdasarkan penelitian di China yang dilakukan oleh Zhu P tahun 2012
tentang mediasi pengaruh negatif stres biopsikososial pada ibu multigravida terhadap durasi menyusui, menyatakan bahwa resiko kegagalan menyusui meningkat pada ibu
yang mengalami gaya hidup stres dari mulai trimester pertama kehamilannya. Kegagalan menyusui tersebut disebabkan oleh ASI yang tidak keluar. Penelitian lain
yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Langer A tahun 1998 mengenai pengaruh dukungan psikologi selama persalinan, menyusui, intervensi
medis pada ibu di Mexico, bahwa dukungan psikologis yang diberikan oleh pendamping persalinan berdampak positif pada proses menyusui dan lamanya
persalinan. Menurut Arisman 2009, masa persiapan menyusui sudah harus dimulai sejak
masa kehamilan. Kepada calon ibu diajarkan cara memberikan air susu pertama, upaya yang perlu dilakukan untuk memperbanyak ASI, serta cara perawatan payudara
selama menyusui. Banyak faktor yang menyebabkan air susu tidak keluar, mulai dari faktor kecemasan mental sampai dengan penyakit fisik, termasuk malagizi. Jumlah
produksi ASI bergantung pada besarnya cadangan lemak yang tertimbun selama hamil dan menyusui. Menurut Jelliffe 1966 yang dikutip oleh Arisman, rerata
volume ASI wanita berstatus gizi baik sekitar 700-800 cc. Sementara mereka yang berstatus gizi kurang hanya berkisar 500-600 cc. Oleh karena itu asupan gizi ibu
Universitas Sumatera Utara
semasa kehamilan turut juga mempengaruhi produksi ASI sehingga harus juga diperhatikan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan ketenangan jiwa saat ibu menyusui dan
dengan kecepatan produksi ASI yang berkaitan dengan keberhasilan ibu menyusui secara eksklusif sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri
BPM Medan tahun 2013”.
1.2. Permasalahan