Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Landasan Teori

semasa kehamilan turut juga mempengaruhi produksi ASI sehingga harus juga diperhatikan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan ketenangan jiwa saat ibu menyusui dan dengan kecepatan produksi ASI yang berkaitan dengan keberhasilan ibu menyusui secara eksklusif sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri BPM Medan tahun 2013”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimanakah hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri BPM Medan tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan di Bidan Praktek Mandiri BPM Medan tahun 2013. Universitas Sumatera Utara

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : Dengan diketahuinya hubungan inisiasi menyusu dini, asupan gizi saat hamil dan tingkat kecemasan dengan kecepatan produksi ASI pada ibu pascapersalinan, maka dapat dijadikan suatu kebijakan dalam mengatasi permasalahan kurangnya cakupan ASI eksklusif yang disebabkan oleh tidak lancarnya produksi ASI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu ASI

ASI Air Susu Ibu merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi. ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan tubuh, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan Purwanti, 2004.

2.1.1. Fisiologi Laktasi

Proses laktasi dimulai pada saat persalinan, yaitu ketika hormon estrogen dan progesteron menurun sedangkan prolaktin meningkat. Isapan bayi pada puting susu memacu atau merangsang kelenjar hipofise anterior untuk memproduksi atau melepaskan prolaktin sehingga terjadi sekresi ASI Aprilia, 2010. Proses menyusui secara penuh tidak segera terjadi setelah persalinan. Selama dua atau tiga hari pertama sesudah melahirkan dikeluarkan kolostrum dalam jumlah yang sedikit. Pada hari-hari berikutnya terjadi peningkatan cepat sekresi ASI, yang umumnya mencapai puncak pada akhir minggu pertama sesudah melahirkan. Pada ibu yang pertama sekali melahirkan primipara, hal ini baru terjadi pada minggu ketiga atau lebih. Oleh sebab itu dua atau tiga minggu pertama merupakan periode Universitas Sumatera Utara perkenalan yang dilanjutkan dengan periode pemeliharaan yang berlangsung lama King, 1993. ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah yang tepat pula Bobak, 2004. Dua refleks tersebut adalah : a. Refleks Prolaktin Refleks Pembentukan atau Produksi ASI Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi mengisap makin banyak prolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI. Sebaliknya, jika berkurang isapan bayi maka produksi ASI semakin kurang. Mekanisme ini disebut mekanisme “supply and demand” Neville, 1983. b. Refleks Oksitosin Refleks Pengaliran atau Pelepasan ASI Let Down Reflex Setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI Universitas Sumatera Utara untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan oksitoksin. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement payudara bengkak, tetapi justru memperlancar pengaliran ASI. Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI-nya cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat memengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran oksitosin Neville, 1983. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah : melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan bayi. Sedangkan faktor- faktor menghambat refleks let down adalah : stress, seperti keadaan bingungpikiran kacau, takut dan cemas Soetjiningsih, 1997.

2.1.2. Produksi ASI

Menurut Purwanti tahun 2004, pada bulan terakhir kehamilan kelenjar- kelenjar pembuat ASI mulai memproduksi ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari Universitas Sumatera Utara pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dan jumlah akan terus bertambah sehingga mencapai 400-450 ml pada waktu mencapai usia minggu kedua. Soetjiningsih 1997 menjelaskan bahwa pada hari-hari pertama biasanya ASI belum keluar, bayi cukup disusui selama 5 menit untuk merangsang produksi ASI dan membiasakan puting susu diisap oleh bayi. Setelah produksi ASI cukup bayi dapat menyusu selama 10-15 menit dan jumlah ASI yang terhisap bayi pada 5 menit pertama adalah ± 112 ml, 5 menit kedua 64 ml dan 5 menit terakhir hanya ± 15 ml. Pada prinsipnya menyusui bayi adalah tanpa jadwal on demand karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tidak teratur, tetapi selanjutnya akan memiliki pola tertentu yang dilakukan dengan frekuensi 2-3 jam sekali, sehingga sedikitnya dilakukan 7 kali menyusui dalam sehari setelah 1-2 minggu kemudian. Produksi ASI selama periode menyusui mengalami beberapa perubahan dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang mature. Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan 4-7 hari dengan volume 150 – 300 mlhari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum 8-20 hari dimana kadar lemak, laktosa dan protein lebih tinggi sedangkan mineral lebih rendah. Sedangkan ASI matang adalah ASI yang dihasilkan ≥ 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300 – 850 mlhari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi Purwanti, 2004. Universitas Sumatera Utara Untuk menilai produksi ASI dapat merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang ASI. Selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi. Banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI Lawrence A., 2004 dalam Soetjiningsih, 1997. Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi pada 2- 3 hari pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu terasa tegang, ASI yang banyak dapat keluar dari puting dengan sendirinya, sedangkan ASI yang kurang dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI dan ASI yang keluar hanya sedikit, bayi baru lahir yang cukup mendapatkan ASI maka BAK- nya selama 24 jam minimal 6-8 kali, warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang selama 2- 3 jam Bobak, 2004. Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB ini berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion Hockenberry, 2009 dalam Purnama, 2013. Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan. Bayi yang meminum ASI, umumnya pola BAB-nya 2-5 kali perhari. BAB yang dihasilkan adalah berwarna kuning keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat, Universitas Sumatera Utara sedangkan bayi yang mendapatkan susu formula, umumnya pola BAB-nya hanya 1 kali sehari dan BAB berwarna putih pucat Matteson, 2001 dalam Purnama, 2013. Pengukuran volume ASI dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu: a. Memerah ASI dengan Tangan Memerah ASI dengan tangan disebut juga dengan teknik Marmet. Dengan pijitan dua jari sendiri, ASI bisa keluar lancar dan membutuhkan waktu sekitar 15 menit pada masing-masing payudara. Cara ini sering disebut juga dengan back to nature karena caranya sederhana, lebih mudah, lebih cepat dan tidak membutuhkan biaya. Caranya adalah menyiapkan wadah bersih yang siap pakai untuk mengumpulkan ASI dan menempatkan tangan ibu di salah satu payudara, tepatnya di tepi areola untuk melakukan masase ringan dan meregangkan puting sedikit untuk memungkinkan hormon mengalir. Posisi ibu jari terletak berlawanan dengan jari telunjuk. Tekan tangan ke arah dada, lalu dengan lembut tekan ibu jari dan telunjuk bersamaan. Pertahankan agar jari tetap di tepi areola, jangan sampai menggeser ke puting. Ulangi secara teratur untuk memulai aliran susu. Putar perlahan jari di sekeliling payudara agar seluruh saluran susu dapat tertekan. Ulangi pada sisi payudara lain, dan jika diperlukan, pijat payudara di antara waktu-waktu pemerasan. Ulangi pada payudara pertama, kemudian lakukan lagi pada payudara kedua. Letakan wadah penampung yang sudah disterilkan di bawah payudara yang diperas, kemudian diukur menggunakan gelas ukur Cadwell, 2012. Universitas Sumatera Utara b. Pemompa ASI Cara menampung atau mengukur ASI yang paling baik dan efektif dengan menggunakan alat pemompa ASI elektrik namun harganya relatif mahal. Ada cara lain yang lebih terjangkau yaitu piston atau pompa berbentuk suntikan. Prinsip kerja alat ini memang seperti suntikan, hingga memiliki keunggulan, yaitu setiap jaringan pompa mudah sekali dibersihkan dan tekanannya bisa diatur. Pompa-pompa yang ada di Indonesia jarang berbentuk suntikan, lebih banyak berbentuk squeeze and bulb. Bentuk squeeze and bulb tidak dianjurkan oleh banyak ahli ASI. Karena pompa seperti ini sulit dibersihkan bagian bulb-nya bagian belakang yang bentuknya menyerupai bohlam karena terbuat dari karet hingga tak bisa disterilisasi. Selain itu, tekanannya tak bisa diatur, hingga tak bisa samarata Maryunani, 2012.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi ASI

Faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI antara lain : 1 persiapan fisik dan mental yang baik dari ibu dan memahami manajemen laktasi hingga ibu benar- benar termotivasi untuk menyusui, 2 isapan segera bayi baru lahir dapat segera merangsang refleks produksi ASI dan pengeluaran ASI, 3 rawat gabung ibu dengan bayi memungkinkan ibu melakukan pemberian ASI sesering mungkin untuk meningkatkan produksi ASI on deman feeding dan bukan dijadwal scheduled, 4 perawatan puting susu semasa hamil mulai enam minggu terakhir kehamilan membantu puting susu menonjol keluar sehingga memudahkan bayi untuk menyusu, 5 pengosongan payudara setiap kali menyusui penting dilakukan agar produksi ASI Universitas Sumatera Utara tetap lancar, 6 keadaan gizi ibu semasa hamil memengaruhi kelancaran produksi ASI Rahmah, 2005. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang di makan ibu, faktor psikis dan isapan bayi. Apabila ibu makan secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan dapat meningkatkan produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Kejiwaan ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI. Isapan bayi juga akan merangsang otot polos payudara untuk berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon pituitari lebih banyak, sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitari yang lebih banyak akan memengaruhi kuatnya kontraksi otot-otot polos payudara dan uterus. Kontraksi otot – otot polos payudara berguna mempercepat pembentukan ASI, sedangkan kontraksi otot – otot polos uterus berguna untuk mempercepat involusi Rahayu, 2012.

2.2. Inisiasi Menyusu Dini IMD

Inisiasi menyusu dini adalah pemberian air susu ibu yang dimulai segera setelah bayi lahir. Setelah tali pusat dipotong, bayi diletakkan tengkurap didada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Bayi dibiarkan kontak kulit ke kulit dengan Universitas Sumatera Utara ibunya dan menetap selama setidaknya 1 jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri tidak disodorkan ke puting susu ibunya Depkes RI, 2012. Inisiasi menyusu dini early initiation menurut Roesli tahun 2012 adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi menyusu dini juga biasa diartikan sebagai cara bayi menyusu dengan usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini dinamakan The Best Crawl atau merangkak mencari payudara. Inisiasi menyusu dini dalam satu jam kelahiran adalah salah satu dari sepuluh langkah untuk sukses menyusui yang menjadi dasar WHOUNICEF yang diimplementasikan pada program “baby friendly hospital initiatif” BFHI pada tahun 2009 di Geneva. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui menurut WHO tersebut adalah : 1 menetapkan kebijakan peningkatan pemberian air susu ibu yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas; 2 melakukan pelatihan bagi petugas untuk menerapkan kebijakan tersebut; 3 memberikan penjelasan kepada ibu hamil tentang manfaat menyusui dan tatalaksananya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir, sampai umur 2 tahun; 4 membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 60 menit setelah melahirkan di ruang bersalin; 5 membantu ibu untuk memahami cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis; 6 tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir; 7 melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari; 8 membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusu; 9 Tidak Universitas Sumatera Utara memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI; 10 mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI di masyarakat dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah SakitRumah BersalinSarana Pelayanan Kesehatan. Proses menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga refleks yaitu refleks mencari Rooting refleks, refleks mengisap Sucking refleks, refleks menelan Swallowing refleks dan bernafas. Bayi baru lahir yang langsung dibiarkan menyusu secara dini memiliki refleks menyusu lebih baik. Apabila dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks menyusu akan hilang 50, apalagi langsung dipisahkan dari ibunya, maka refleks menyusu akan hilang 100. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal Gupta, 2007. Penelitian yang dilakukan oleh Mashudi tahun 2011, juga menunjukkan bahwa bayi yang begitu lahir dilakukan teknik IMD pada usia 50 menit mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang tidak dilakukan teknik IMD pada usia yang sama 50 tidak dapat menyusu dengan baik. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya 59 dan 38 yang masih disusui. Sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan menyusu dini pada usia yang sama tinggal 29 dan 8 yang masih disusui. Dengan begitu IMD merupakan langkah awal untuk keberhasilan ASI eksklusif . Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini bagi Produksi ASI

Inisiasi menyusu dini merupakan cara yang efektif untuk merangsang payudara agar lebih cepat memproduksi susu yang sudah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Penundaan proses menyusu pada beberapa jam postpartum dapat mengahalangi keberhasilan menyusui Roesli, 2012. Menurut Bystrova dkk tahun 2007, isapan dini pada payudara menunjukkan pengaruh positif terhadap produksi ASI terlepas dari berapapun jumlah paritasnya. Pada primigravida ataupun multigravida yang menyusui dalam 2 jam pertama persalinan mendapatkan jumlah air susu lebih banyak sampai hari keempat persalinan dibandingkan yang tidak melakukannya. Banyaknya jumlah ASI yang diproduksi ini dapat membantu keberhasilan ASI eksklusif. Nakao dkk tahun 2008, menemukan manfaat dilakukannya inisiasi menyusu dini melalui penelitiannya yaitu dapat mempertahankan lamanya menyusui oleh karena produksi ASI yang memadai. Penelitian yang dilakukan pada 318 ibu yang berpartisipasi dalam pemeriksaan fisik bayi mereka yang berusia empat bulan di Nagasaki Jepang, menunjukkan hubungan yang signifikan antara waktu pertama menyusui setelah lahir dikaitkan dengan proporsi ibu menyusui secara penuh selama mereka tinggal di klinikrumah sakit p = 0,006, pada satu bulan p = 0,004 dan pada empat bulan setelah kelahiran p = 0,003. Wulandari 2009 dalam penelitiannya menemukan ibu yang dilakukan tindakan IMD pada persalinannya ternyata menunjukkan produksi ASI dengan kategori cukup mencapai 100 . Ada hubungan antara IMD P0,05 dengan Universitas Sumatera Utara produksi ASI. Sentuhan dari bayi juga merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, relaks dan mencintai bayi, serta merangsang pengaliran ASI dari payudara. Melalui sentuhan, isapan dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin secara signifikan yang merangsang kontraksi rahim, produksi susu untuk memastikan pemberian ASI dalam waktu satu jam setelah melahirkan dan memberikan manfaat sekaligus bagi ibu dan bayi. Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara dan merangsang hormon lain yang membantu ibu menjadi lebih tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya. Gupta, 2007. Menurut Vinther tahun 1997, refleks oksitosin membuat ASI mengalir dan berkumpul di areola di belakang puting susu. Ketika bayi menyusu, sentuhan mulut bayi pada puting susu dan areola merangsang kelenjar pituitary posterior yang menghasilkan oksitosin ke dalam peredaran darah. Hal ini menyebabkan sel mioepitel sekitar pabrik susu terangsang untuk menghasilkan susu. Semakin cepat dan sering puting susu mendapatkan rangsangan maka akan semakin cepat menghasilkan ASI dan meningkatkan produksi ASI.

2.2.2. Langkah-Langkah Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli tahun 2012, inisiasi menyusu dini dilakukan segera setelah bayi lahir dan menangis, bayi diletakkan di perut ibu, kemudian seluruh tubuh bayi dikeringkan termasuk kepala dengan secepatnya kecuali kedua tangannya. Tali pusat dipotong, lalu diikat. Verniks zat lemak putih yang melekat di tubuh bayi sebaiknya Universitas Sumatera Utara tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama. Bayi dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam menyusu awal. Ibu dan bayi dirawat gabung dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu dan bayi tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu.

2.2.3. Mekanisme Menyusu

Menurut Soetjiningsih tahun 1997 bayi yang sehat mempunyai tiga refleks intrinsik yang diperlukan untuk berhasil menyusu seperti : a. Rooting reflex, yaitu refleks mencari puting. Bila pipi bayi disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung menangkap puting dan areola. b. Suckling reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan puting pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang mengalirkan ASI keluar atau ke mulut bayi. Universitas Sumatera Utara c. Swallowing reflex, yaitu refleks menelan ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Pada saat ASI keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan mengisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung. Keadaan yang berbeda akan terjadi pada bayi yang diberi susu botol dimana rahang mempunyai peranan sedikit didalam menelan dot botol, sebab susu dengan mudah mengalir dari lubang dot. Dengan adanya gaya berat yang disebakan oleh posisi botol yang dipegang ke arah bawah dan selanjutnya dengan adanya isapan pipi, kesemuanya ini akan membantu aliran susu, sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk mengisap susu menjadi minimal. Kebanyakan bayi-bayi yang masih baru belajar menyusu pada ibunya, kemudian dicoba dengan susu botol secara bergantian, maka bayi tersebut akan menjadi bingung puting nipple confusion. Sehingga sering bayi menyusu pada ibunya dengan cara menyusu seperti mengisap dot botol. Keadaan ini berakibat kurang baik dalam pengeluaran ASI. Oleh karena itu jika terpaksa bayi tidak bisa langsung disusui oleh ibunya pada awal kehidupan, sebaiknya bayi diberi minum melalui sendok, cangkir atau pipet tetes, sehingga bayi tidak mengalami bingung puting Neifert, 1995 dalam Soetjiningsih 1997. Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Tahapan Perilaku Bayi pada saat Proses Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli 2012, jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku pre-feeding behaviour sebelum ia berhasil menyusu diantaranya adalah sebagai berikut : a. Dalam 30 menit pertama; stadium istirahatdiam tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan. Bonding hubungan kasih sayang ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan menyusui dan mendidik bayinya. b. Antara 30-40 menit; Mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu. c. Mengeluarkan air liur; saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi mulai mengeluarkan air liurnya. d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara; Areola sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentakan-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya. Universitas Sumatera Utara e. Menemukan, menjilat, membuka mulut lebar, mengulum puting, dan melekat dengan baik. UNICEF 2007 menyebutkan inisiasi menyusu dini disebut juga sebagai proses Breast crawl. Dalam sebuah publikasi yang berjudul Breast Crawl: A Scientific Overview, ada beberapa hal yang menyebabkan bayi mampu menemukan sendiri puting Ibunya, dan mulai menyusui, yaitu: a. Sensory Inputs Indera yang terdiri dari penciuman; terhadap bau khas Ibunya setelah melahirkan, penglihatan; karena bayi baru dapat mengenal pola hitam putih, bayi akan mengenali puting dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya adalah indera pengecap; bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat baru lahir suka menjilati jarinya sendiri. Kemudian, dari indera pendengaran; sejak dari dalam kandungan suara ibu adalah suara yang paling dikenalnya. Dan yang terakhir dari indera perasa dengan sentuhan; sentuhan kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibu adalah sensasi pertama yang memberi kehangatan, dan rangsangan lainnya. b. Central Component Otak bayi yang baru lahir sudah siap untuk segera mengeksplorasi lingkungannya, dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya. Rangsangan ini harus segera dilakukan, karena jika terlalu lama dibiarkan, bayi akan kehilangan kemampuan ini. Inilah yang menyebabkan bayi yang langsung dipisah Universitas Sumatera Utara dari ibunya, akan lebih sering menangis daripada bayi yang langsung ditempelkan ke tubuh ibunya. c. Motor Outputs Bayi yang merangkak di atas tubuh ibunya, merupakan gerak yang paling alamiah yang dapat dilakukan bayi setelah lahir. Selain berusaha mencapai puting ibunya, gerakan ini juga memberi banyak manfaat untuk sang Ibu, misalnya mendorong pelepasan plasenta dan mengurangi pendarahan pada rahim Ibu. Tidak semua ibu dapat melakukan inisiasi menyusu dini. Bayi dan ibu yang dapat melakukan inisiai menyusu dini harus memenuhi syaratkriteria sebagai berikut : a lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong, b bila lahir dengan tindakan, maka inisiasi menyusu dini dilakukan setelah bayi cukup sehat, dan refleks mengisap baik, c bayi yang lahir dengan sectio cesarea dengan anestesia umum, inisiasi menyusu dini dilakukkan segera setelah kondisi ibu dan bayi stabil, d bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama nilai apgar minimal 7, e umur 37 minggu atau lebih, f berat lahir 2500 gram atau lebih, f tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum, h bayi dan ibu sehat. Jika tidak memenuhi kriteria diatas, maka inisiasi menyusu dini tidak bisa dilakukan misalnya pada : a bayi yang prematur, b bayi berat lahir kurang dari 2000-2500 gram, c bayi dengan sepsis, d bayi dengan gangguan nafas, e bayi dengan cacat bawaan berat, f ibu dengan infeksi berat. Universitas Sumatera Utara

2.3. Asupan Gizi saat Hamil

Asupan gizi selama kehamilan sangat penting karena tidak hanya berpengaruh pada kesehatan ibu dan bayinya selama kehamilan tetapi juga memberikan dampak langsung pada proses laktasi WHO, 1998. Oleh karena itu persiapan ibu untuk masa menyusui sudah harus dimulai sejak awal kehamilan. Banyaknya perubahan tubuh yang terjadi selama kehamilan termasuk membesarnya payudara untuk mempersiapkan penyediaan air susu ibu, tentu saja perlu disertai dengan bantuan asupan makanan yang bergizi. Asupan makanan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi dalam ASI, untuk memproduksi ASI dan untuk kesehatan ibu sendiri. Almatsier, 2011. Selama kehamilan, ada kecenderungan peningkatan massa jaringan adiposa pada wanita hamil untuk persiapan menyusui. Sintesis asam lemak pada jaringan adiposa meningkat selama kehamilan dan menurun selama menyusui. Selama menyusui, tempat penyimpanan jaringan adiposa ini digunakan untuk menyediakan keperluan untuk sintesis susu. Kekurangan makanan pada tahap ini memiliki tiga efek yang terjadi pada kelenjar payudara, yaitu : 1 malagizi akut dan kronis diperkirakan dapat mengurangi volume dan produksi ASI, 2 malagizi akut menurunkan sintesis asam lemak oleh kelenjar payudara yang mengakibatkan pemanfaatan cadangan lemak tubuh terhadap sintesis trigliserida menjadi terganggu, 3 ibu hamil dengan malagizi terbukti mengurangi pertumbuhan jaringan payudara yang tentu saja akan mengganggu produksi ASI Neville, 1983. Universitas Sumatera Utara Menurut Badriah 2011, status gizi ibu yang kurang pada saat menyusui tidak berpengaruh besar terhadap mutu ASI, tetapi pada volumenya. Kondisi ini karena proses pembentukan ASI sudah dimulai sejak kehamilan, sehingga gizi pada masa kehamilan pun turut berpengaruh. Asupan energi ibu menyusui yang kurang dari 1500 kalori per hari dapat menurunkan produksi ASI sebesar 15. Ibu dengan masalah gizi kurang tetap mampu memproduksi ASI secara normal, namun jika gizi kurang ini berlangsung berkepanjangan dapat memengaruhi beberapa zat gizi yang terdapat pada ASI. Kuantitas komponen imun dalam ASI pun akan menurun seiring memburuknya status gizi ibu. Untuk mengevaluasi apakah produksi ASI dapat ditingkatkan dengan meningkatkan asupan makanan. Secara acak, percobaan suplementasi diberikan pada 102 orang ibu menyusui di Guatemala. Subjek penelitian adalah ibu menyusui yang mengalami malagizi, yang diketahui melalui nilai lingkar betis mereka yang rendah dan berat badan bayi saat lahir yang rendah. Suplemen energi tinggi dan rendah diberikan selama 5 sampai 25 minggu laktasi. Data dianalisis untuk mengukur signifikansi varians pada peningkatan lingkar betis dari nilai awal untuk setiap variabel hasil dengan uji statistik satu arah. Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa produksi ASI dan durasi menyusui secara eksklusif pada wanita yang mengalami malagizi dapat ditingkatkan dengan pemberian makanan tambahan Cossio, 1998. Penelitian Siregar 2004 mengatakan ibu yang kekurangan gizi akan mengakibatkan menurunnya jumlah ASI dan akhirnya berhenti. Hal ini disebabkan pada masa kehamilan jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan Universitas Sumatera Utara untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui. Menurut International of medicine IOM tahun 1990, secara umum cadangan lemak selama kehamilan dibutuhkan untuk proses laktasi yang optimal. Walaupun pada beberapa penelitian hanya menemukan hubungan yang sedikit antara produksi ASI dengan status gizi ibu saat laktasi. Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, bahwa berat badan selama hamil tidak berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas ASI. Timbunan lemak tubuh bukan merupakan prasyarat untuk keseimbangan produksi ASI. Penelitian lain yang juga tidak mendukung hipotesis bahwa cadangan lemak tubuh selama kehamilan sangat berpengaruh terhadap proses laktasi adalah penelitian yang dilakukan pada ibu menyusui di Swedia, dimana rerata penambahan berat badan selama kehamilannya adalah 13.8 kg, termasuk jumlah substansi lemak tubuhya sebesar 5.8 kg namun seluruh lemak tubuhnya tidak berubah selama 2 bulan pertama menyusui dan produksi ASI serta komposisinya tetap normal. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Steenbergen dkk tahun 1989 di Indonesia, yang menguji pengaruh suplementasi makanan selama kehamilan pada volume ASI pada saat pasca persalinan juga menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Dalam penelitian ini 53 orang wanita, diberikan suplemen kalori tingkat tinggi 465 kkal hari selama trimester terakhir kehamilan ternyata tidak menghasilkan lebih banyak susu daripada 55 perempuan diberi suplemen energi tingkat rendah 52 kkal hari. Universitas Sumatera Utara Menurut WHOUNICEF 1989, asupan makanan pada ibu umumnya tidak akan meningkatkan berapa banyak ASI yang bisa ia hasilkan dalam sehari, namun status gizi nya sebelum dan selama hamil sangat penting dampaknya untuk komposisi ASI. Jika seorang ibu khawatir apakah dia bisa memberikan ASI yang cukup pada bayinya, ini dapat dinilai dengan memastikan bahwa bayi tersebut buang air kecil setidaknya 5-7 kali sehari, dan memproduksi kotoran sesuai dengan umur dan diet. Ibu harus tahu bahwa memakan makanan yang cukup, memperbanyak variasi makanan, dan meningkatkan frekuensi menyusui siang dan malam, akan mendukung dan meningkatkan produksi ASI-nya.

2.3.1. Kebutuhan Makanan bagi Ibu Hamil

Menurut Simanjuntak tahun 2005, kebutuhan tambahan gizi pada ibu hamil untuk mendapat makanan tambahan setiap hari harus benar – benar diperhitungkan guna mencegah malagizi, serta menghindarkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Demikian juga selama periode menyusui, ibu harus mendapatkan makanan tambahan karena selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran, di mana air susu ibu merupakan sumber makanan tunggal pertama bagi bayi, jumlah dan kualitas ASI yang dihasilkan harus tetap cukup sesuai dengan kebutuhan bayi yaitu sekitar 850cc per hari. Adapun makanan yang sangat dianjurkan pada masa kehamilan adalah : susu, telur, sayur, buah, mentega, margarin, serta vitamin, terutama vitamin A, D dan C. Untuk lebih lengkapnya, kebutuhan makanan bagi ibu hamil dapat dilihat melalui tabel di bawah ini : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Daftar Kebutuhan Makanan Bagi Ibu Hamil Nama Bahan Berat Ukuran Rumah Tangga Beras Daging Tempe Sayuran Buah Susu Gula Minyak Selingan 300 75 75 300 200 200 10 25 2X 4 gelas nasi 3 potong sedang 3 potong kecil 3 gelas 2 potong 1 gelas 1 sendok makan 5 sendok makan Nilai gizi : Kalori : 2500 Protein : 85 Lemak: 82 H.A : 41 Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan 2012, DepKes RI Menurut WHO 1998, kebutuhan gizi ibu saat hamil meningkat dibandingkan saat tidak hamil oleh karena selama kehamilan sejumlah adaptasi metabolik dan fungsional terjadi, khususnya dalam mekanisme pemanfaatan energi. Peningkatkan asupan lemak di akhir kehamilan sangat dianjurkan oleh karena kebutuhan energi yang semakin tinggi dan untuk persiapan laktasi. Asupan energi seorang ibu hamil harus disesuaikan dengan kegiatan fisik untuk mendapatkan status gizi yang baik. Pada ibu yang gizi buruk, peningkatkan asupan energi harus lebih besar dibandingkan ibu yang status gizinya sudah baik. Namun demikian pada ibu yang status gizinya sudah baik dan sehat tidak perlu ada peningkatan yang signifikan dalam asupan energi karena dapat menyebabkan bayi terlalu besar. Penambahan berat badan selama hamil secara umum menunjukkan adanya asupan dan status gizi yang baik, dan sebagai pedoman dalam pengawasan akan kecukupan gizi ibu hamil agar status gizi janinnya juga baik. Universitas Sumatera Utara Total penambahan berat badan ibu hamil selama kehamilan yang direkomendasikan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2. Total Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan yang Direkomendasikan dengan Menggunakan Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh pada Ibu Hamil Penabahan Berat Badan Total Dalam Kg Rerata Penambahan Dalam Kg per Minggu Berat di bawah normal 18,5 kgm² 12,5 – 18 0,51 0,44 – 0,58 BB normal 18,5 – 24,9 kgm² 11,5 – 16 0,42 0,35 – 0,50 BB berlebih 25,0 – 29,9 kgm² 7 – 11,5 0,28 0,23 – 0,33 Obesitas ≥ 30,0 kgm² 5 – 9 0,22 0,17 – 0,27 Sumber : IOM : Nutrition during pregnancy, Washington DC 1990

2.3.2. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu Hamil

Jumlah produksi ASI sangat tergantung pada besarnya cadangan lemak yang tertimbun selama hamil dan diet selama menyusui. Untuk menghasilkan 100 ml ASI diperlukan energi sebesar 80-90 kkal. Simpanan lemak selama hamil dapat memasok energi sebanyak 100-200 kkal par hari. Dengan demikian, untuk menghasilkan 850 ml diperlukan energi sekitar 750 kkal. Penambahan kalori selama menyusui hanya 500 kkalhari. Kekurangan 250 kkal diambil dari cadangan kalori atau simpanan lemak selama hamil Arisman, 2009. Menurut Rasmussen 1990, Cadangan lemak tubuh selama hamil sangat diperlukan untuk proses laktasi. Pada ibu menyusui yang cadangan lemak tubuhnya sedikit akan menghasilkan ASI yang sedikit. Cadangan lemak berasal dari kelebihan energi yang dikonsumsi dalam jangka panjang, sedangkan jangka pendeknya Universitas Sumatera Utara disimpan dalam bentuk glikogen. Untuk menghasilkan energi dibutuhkan metabolisme dari zat gizi makro yaitu dari karbohidrat, protein dan lemak. Dengan kata lain untuk meningkatkan produksi ASI asupan energi yang berasal dari zat gizi makro tersebut harus diperhatikan. Nutrisi dan gizi yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang ibu hamil. Karena makanan yang dikonsumsi ibu bukanlah untuk ibu sendiri tetapi diasup pula oleh bayi. Sehingga seorang ibu hamil wajib memperhatikan kebutuhan gizinya. Informasi Angka kecukupan kebutuhan gizi penting selama masa hamil dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3. Angka Kecukupan Gizi pada Ibu tidak Hamil dan Hamil Zat Gizi Ibu tidak Hamil Ibu Hamil Tambahan Trimester Sumber Makanan I II III Energi kka l 1900 180 300 300 Padi-padian, jagung, umbi- umbian, mi, roti. Karbohidrat gram 323 25 41 41 beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah pisang, kurma dan lain lain dan aneka produk turunannya. Protein gram 50 17 17 17 Daging, ikan, telur, kacang- kacangan, tahu,tempe. Lemak gram 60 6 10 10 lemakgajih dan minyak, buah berlemak alpokat,biji berminyak biji wijen, bunga matahari dan kemiri, santan, coklat, kacang- kacangan dengan kadar air rendah kacang tanah dan kacang kedele, dan aneka pangan produk turunnanya. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3. Lanjutan Zat Gizi Ibu Tidak Hamil Ibu Hamil Tambahan Trimester Sumber Makanan I II III Kalsium mg 800 150 150 150 Susu, ikan teri, kacang-kacangan, sayuran hijau. Zat besi mg 26 9 13 Daging, hati, sayuran hijau. Vit. A SI 500 300 300 300 Hati, kuning telur, sayur dan buah berwarna hijau dan kuning kemerahan. Vit. B1 mg 1 0.3 0.3 0.3 Biji-bijian, padi- padian, kacang- kacangan, daging. Vit. B12 mg 2.4 0.2 0.2 0.2 Hati, telur, sayur, kacang- kacangan. Vit. B6 mg 1.3 0.4 0.4 0.4 Hati, daging, ikan, biji-bijian, kacang-kacangan. Vit. C mg 75 10 10 10 Buah dan sayur. Sumber : Hardiansyah, dkk., 2013

2.3.3. Penilaian Asupan Gizi

Menurut Yuniastuti 2008 penilaian asupan gizi yang dikonsumsi individu dikelompokkan menjadi : a. Food Recall, mengingat makanan yang dimakan selama 24 jam sebelum dilakukan wawancara. Pewawancara dianjurkan adalah seorang ahli gizi yang terlatih dalam teknik interview. Jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi diperkirakan dan dihitung dangan ukuran rumah tangga kemudian dikonversikan ke dalam ukuran gram. b. Food Record, pencatatan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh individu dalam jangka waktu tertentu. Makanan ditimbang atau diperkirakan, biasanya Universitas Sumatera Utara dalam ukuran rumah tangga kemudian dikonversikan ke dalam ukuran gram. Pencatatan biasanya dilakukan selama tiga , lima hingga tujuh hari. c. Food Frequency Questionnaire, frekuensi asupan makanan dirancang untuk memperoleh data kualitatif yang memberikan informasi tentang pola asupan makanan. Kuesioner terdiri dari daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaannya, baik dalam kurun waktu sehari, seminggu, sebulan bahkan dalam setahun. d. Dietary History, riwayat makan yang dikonsumsi individu pada waktu lalu, misalnya 6 bulan atau 1 tahun yang lalu. Biasanya data riwayat makanan terdiri dari 3 komponen. Pertama menggunakan model food recall, kedua dengan lembar cross check, yang berisi frekuensi asupan makanan yang bisa digunakan sebagai pembanding pada model pertama. Model ketiga dengan pencatatan makanan selama 3 hari, yang pada akhirnya akan didapatkan tentang makanan yang dikonsumsi, frekuensinya dan kebiasaan makan. Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM maka dapat diketahui jumlah konsumsi zat gizi dari berbagai jenis dan kelompok pangan Yuniastuti, 2008.

2.4. Tingkat Kecemasan pada Ibu Pascapersalinan

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau Universitas Sumatera Utara kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan namun tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas Reality Testing Ability RTA, masih baik. Kepribadian masih tetap utuh tidak mengalami keretakan kepribadian splitting of personality, perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam batas-batan normal Hawari, 2011. Kecemasan sebagai sesuatu emosi yang muncul dari pengalaman subjektif individu biasanya tidak dapat dikenali secara nyata. Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-pengalaman baru seperti memulai pekerjaan baru atau baru saja melahirkan bayi Stuart Sundeen, 1993. Individu yang merasa berada pada suatu kondisi yang tidak jelas akan menimbulkan kecemasan, contohnya : khawatir akan kehilangan orang yang dicintai, perasaan-perasaan bersalah dan berdosa yang bertentangan dengan hati nurani, dan sebagainya. Kecemasan merupakan implementasi rasa aman dari situasi yang mengancam. Kecemasan seperti ini biasanya dialami oleh seorang wanita saat menjalani kehamilan dan persalinan. Kebutuhan rasa aman ini menyangkut kegelisahan dan ketakutan yang dialami oleh ibu hamil Kartono, 1992. Menurut Walsh 2007, ibu yang baru saja menjalani proses persalinan pasca persalinan sering merasakan keletihan yang dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuannya untuk merawat bayi oleh karena transisi perannya sebagai seorang ibu yang baru. Keletihan dan kecemasan yang terjadi umumnya disebabkan oleh masalah menyusui, komplikasi medis yang dialami ibu saat persalinan, depresi, stres dan kesulitan bayi menyusu. Keadaan ini dikaitkan dengan keadaan postpartum blues yang digambarkan sebagai perasaan sedih, rasa takut, marah atau kecemasan Universitas Sumatera Utara yang terjadi kira-kira dalam 3 hari setelah melahirkan dan biasanya menghilang dalam 1 sampai 2 minggu. Secara defenisi postpartum blues merupakan kecemasan yang umum terjadi namun dibatasi oleh waktu dan sifatnya yang ringan.

2.4.1. Penyebab Terjadinya Kecemasan pada Ibu Pascapersalinan

Penyebab terjadinya kecemasan pada ibu pascapersalinan masih belum jelas hingga saat ini. Perubahan hormonal yang terjadi dengan cepat diduga menyebabkan adanya perubahan psikologis pada ibu pascapersalinan. Ibu yang beresiko tinggi untuk mengalami gangguan psikologis pascapersalinan menunjukkan adanya riwayat keluarga dan riwayat depresi yang dimiliki individu dan menunjukkan gejala utama sesaat atau setelah persalinan, perselisihan dalam keluarga dan kesulitan pada perawatan anak yang sangat menekan Hendrick dan Altshuler, 1998 dalam Walsh, 2007.

2.4.2. Reaksi dari Kecemasan

Calhoun dalam Safaria 2009 mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan dalam tiga reaksi yaitu sebagai berikut : a. Reaksi emosinal, yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain. b. Reaksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berfikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya. Universitas Sumatera Utara c. Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi yang timbul adalah reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas bergerak lebih cepat, tekanan darah meningkat.

2.4.3. Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Sudden Stuart adalah dibagi empat tingkatan yaitu : a. Cemas ringan mild anxiety, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kemampuan melihat dan mendengar menjadi meningkat. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. b. Cemas sedang moderate anxiety, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengenyampingkan yang lain sehingga lahan persepsi menyempit dan kemampuan melihat dan mendengarnya menurun. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c. Cemas berat, sangat memengaruhi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. d. Panik, pada lahan ini sudah tertutup dan orang bersangkutan tidak dapat melakukan apa-apa walupun sudah diarahkan. Terjadi peningkatan aktivitas Universitas Sumatera Utara motorik, penurunan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, gangguan persepsi, kehilangan kemampuan berfikir, secara rasional. Panik merupakan pengalaman yang menakutkan dan bisa melumpuhkan seseorang.

2.4.4. Gejala Klinis Kecemasan

Gejala kecemasan yang bersifat akut maupun menahun kronik merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan atau psyciatric disorder. Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya mengeluh hal-hal yang bersifat psikis tetapi juga disertai dengan keluhan-keluhan fisik somatik juga tumpang tindih dengan kepribadian depresif, dengan kata lain batasannya sering tidak jelas. Keluhan-keluhan yang sering dialami oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain : cemas, khawatir, firasat buruk, takut, banyak fikiran, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, jantung berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala Hawari, 2011. Menurut Walsh 2007, Ibu yang cemas saat mengalami postpartum blues dapat menangis tanpa terduga, mengalami kesulitan tidur, depresi, kelemahan, suasana hati yang labil, bingung, sering lupa, gelisah, gangguan nafsu makan dan meragukan kemampuan mereka untuk merawat bayi mereka. Beberapa wanita biasanya mengungkapkan perasaan negatif mereka tentang bayinya. Universitas Sumatera Utara

2.4.5. Alat Ukur Kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali dapat digunakan alat ukur yang dibuat oleh Taylor dikenal dengan nama Taylor Manifest Anxiety Scale T-MAS. Alat ukur ini terdiri dari 24 kelompok gejala masing-masing dirinci lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka skor. Skor dari ke 24 gejala tersebut, dijumlahkan, kemudian skor diinterpretasikan sesuai dengan derajat kecemasan Saryono, 2011.

2.4.6. Hubungan Kecemasan dengan Produksi ASI

Proses laktasi terjadi di bawah pengaruh berbagai kelenjar endokrin, terutama hormon-hormon hipofisis yang diatur oleh hipotalamus. Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hiposfise akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran, permulaan dan pemeliharaan persediaan air susu selama menyusui. Proses menyusui secara fisiologis memerlukan pembuatan dan pengeluaran air susu dari alveoli ke sistem duktus yang disebut refleks let down. Bila terdapat kecemasan stress pada ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks let down. Hal ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari adrenalin epinefrin dan kortisol yang menyebabkan penyempitan vasokonstriksi dari pembuluh darah alveoli. Akibat dari tidak sempurnanya refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu di dalam alveoli yang secara klinis payudara tampak membesar dan nyeri. Apabila refleks let down tidak sempurna, maka bayi yang haus menjadi tidak puas. Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan kecemasan bagi ibunya. Bayi Universitas Sumatera Utara yang haus dan tidak puas ini, akan berusaha untuk mendapatkan air susu yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tak jarang menimbulkan luka-luka pada puting susu dan sudah barang tentu luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang juga akan menambah semakin cemas. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya satu lingkaran setan yang tertutup circulus vitious dengan akibat kegagalan dalam menyusui Soetjiningsih, 1997. Menurut Wilda dkk tahun 2009, faktor psikologis merupakan faktor penentu keberhasilan menyusui. Sekitar 80 kegagalan ibu menyusui dalam memberikan ASI adalah faktor psikologis. Apabila ibu cemas atau stres saat menyusui, pada saat bersamaan ratusan sensor di otak akan menghambat keluarnya hormon oksitosin yang menurunkan produksi ASI. Selain itu saat ibu cemas kadar estrogen dan progesteron turun secara tiba-tiba dan berakibat kegagalan pada fungsi-fungsi jasmaniah dari reproduksi terutama fungsi kelenjar susu. Dampak yang paling sering dirasakan dari peristiwa itu adalah ASI tidak mau keluar karena kelenjar-kelenjar susu terhalang dan macet. Menurut Heinrichs 2001, proses menyusui berhubungan secara signifikan terhadap bagian dari otak yang fungsinya sangat vital yaitu hipotalamus-pituitary- adrenal HPA selama periode postpartum. Pada manusia, efek kecemasan terhadap sistem neurohormonal pada proses menyusui telah diteliti untuk membuktikan secara nyata, dan telah ditemukan secara signifikan respon penurunan adeno cortico thyroid hormone ACTH, kortisol, dan glukosa dalam plasma darah terhadap paparan stres fisik pada saat menyusui dibandingkan dengan tidak menyusui. Pada ibu menyusui, Universitas Sumatera Utara isapan bayi dapat meningkatkan pengeluaran oksitosin dan prolaktin, dan menurunkan kadar ACTH dan kortisol dalam plasma, yang mengahambat produksi susu. Pada 43 orang ibu menyusui dipilh secara acak untuk menyusui dan menggendong bayinya dalam waktu 15 menit, kemudian ditest kadar hormonalnya. Hasilnya adalah pada saat menyusui dan menggendong bayi terdapat penurunan yang signifikan pada ACTH, jumlah kortisol dalam plasma darah, dan kortisol bebas pada air liur saliva. Selama 30 menit kemudian, mereka diberikan paparan stressor psikososial yang singkat dan hasilnya menunjukkan respon ACTH, jumlah kortisol dalam plasma darah, kortisol bebas pada air liur, norepinefrin, dan epinefrin secara signifikan meningkat pada semua ibu menyusui. Reaksi peningkatan jumlah kortisol dan kortisol bebas pada ibu menyusui yang dipaparkan stressor menunjukkan secara signifikan menurunnya kadar prolaktin selama ibu terpapar kondisi yang menyebabkan cemas dan stres. Dapat disimpulkan bahwa menyusui dapat menurunkan kecemasan, sedangkan paparan stres dapat memperburuk suasana hati, menimbulkan ketenangan, dan kecemasan pada semua ibu menyusui Heinrichs, 2001. Menurut Zanardo 2009, Kecemasan pada ibu pascapersalinan berhubungan dengan perubahan aktivitas pada respon sistem hormonal di dalam tubuh. Stres fisik dan emosional ibu mengganggu pelepasan oksitosin, hormon yang bertanggung jawab untuk hubungan ibu-bayi dan refleks pengeluaran air susu. Jika refleks pengeluaran air susu terganggu, maka payudara akan mengalami gangguan regulasi Universitas Sumatera Utara dalam mensintesis susu. Stres ibu juga dapat mempengaruhi kadar hormon lainnya dan mediator yang terlibat dalam menyusui, seper ti prolaktin 1 atau β-endorphin. Penelitian yang dilakukan terhadap 204 orang ibu postpartum diantaranya 101 orang primipara dan 103 orang multipara yang diteliti pada hari ketiga dan empat pasca persalinan, menemukan bahwa produksi ASI menurun saat ada peningkatan kecemasan dan ibu primipara memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi secara signifikan daripada multipara. Dalam masa nifas, kecemasan diperburuk oleh kurangnya pengalaman primipara, terkait dengan gangguan laktasi.

2.5. Landasan Teori

Keberhasilan menyusui dapat dicapai ketika seluruh proses laktasi berjalan normal. Prosesnya berawal dari persiapan semasa hamil yang berupa pengetahuan ibu tentang bagaimana agar nantinya dapat menyusui dengan baik dan memberikan air susu dengan kualitas dan jumlah yang memadai. Persiapannya adalah menyimpan cadangan lemak tubuh dengan asupan gizi yang baik, dimulai pada saat kehamilan agar pertumbuhan payudara ibu memilki kesiapan yang baik dalam memproduksi ASI. Melakukan IMD untuk awal menyusui adalah tindakan yang tepat. Kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayinya yang terjadi segera setelah persalinan mampu memberikan manfaat ganda baik bagi ibu maupun bayinya. Rangsangan isapan yang dilakukan bayi terhadap puting susu ibu membantu merangsang pengeluaran hormon- hormon endokrin berupa oksitosin dan prolaktin yang berperan dalam proses Universitas Sumatera Utara pembentukan dan pengeluaran air susu, sehingga ASI dapat dikeluarkan dengan cepat. Dengan meningkatnya produksi ASI, maka ASI eksklusif dapat dengan mudah terlaksana. Proses laktasi selain membutuhkan persiapan secara fisik harus juga didukung dengan persiapan psikologis, karena prosesnya juga melibatkan hipotalamus yang merupakan bagian otak yang mengatur kadar hormonal di dalam tubuh, dimana proses menyusui juga melibatkan proses hormonal. Oleh karena itu persiapan mental ibu agar dapat menyusui dengan lancar juga dibutuhkan. Kondisi tenang saat menyusui dapat membuat kadar hormonal yang dikeluarkan oleh hipotalamus seimbang dan akhirnya dapat bekerja sebagaimana mestinya dalam memproduksi hormon. Ketika ibu mengalami kecemasan, akan merangsang keluarnya hormon adrenalin dan kortisol yang tidak seharusnya ada pada saat menyusui karena dapat menghambat pengeluaran hormon oksitosin dan prolaktin, yang akan berdampak terhadap produksi ASI. Berdasarkan penjelasan landasan teori maka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk dapat menghasilkan ASI yang cukup seorang ibu harus memiliki persiapan baik fisik maupun mental agar dapat memproduksi ASI dengan baik. Apabila asupan gizi semasa hamil baik, kemudian dilakukan inisiasi menyusu dini untuk meningkatkan rangsangan dalam memproduksi ASI, dan meningkatkan ketenangan saat menyusui, ibu akan cepat memproduksi ASI yang cukup, dan sebaliknya apabila ibu dalam keadaan malagizi saat hamil, inisiasi menyusu dini tidak dilakukan dan ibu Universitas Sumatera Utara selalu mengalami kecemasan maka akan memperlambat dan menurunkan produksi ASI.

2.6. Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

Tingkat Kecemasan Ibu Menghadapi Persalinan di BPM (Bidan Praktek Mandiri) Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Medan 2014

0 43 60

Persepsi Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Klinik Bersalin Kota Medan

1 39 117

Hubungan Pengetahuan Bidan Praktek Swasta Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa Medan

0 22 67

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Inisiasi Menyusu Dini di Poliklinik Ibu Hamil RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2010.

0 33 89

Perilaku Bidan Praktek Swasta Dalam Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini di Kota Medan Tahun 2010

0 40 88

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, STATUS PEKERJAAN IBU, DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

2 8 102

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Pemberian ASI Di Kecamatan Jatipu

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Pemberian ASI Di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar.

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN STATUS PEMBERIAN ASI DI Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusu Dini Dan Status Pekerjaan Ibu Dengan Status Pemberian ASI Di Kecamatan Jatipu

0 2 16

Hubungan Dukungan Suami Dan Peran Bidan Dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini COVERR

0 0 13