BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu ASI
ASI Air Susu Ibu merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi. ASI adalah satu jenis makanan yang
mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikososial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan tubuh, anti alergi, serta anti
inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan Purwanti, 2004.
2.1.1. Fisiologi Laktasi
Proses laktasi dimulai pada saat persalinan, yaitu ketika hormon estrogen dan progesteron menurun sedangkan prolaktin meningkat. Isapan bayi pada puting susu
memacu atau merangsang kelenjar hipofise anterior untuk memproduksi atau melepaskan prolaktin sehingga terjadi sekresi ASI Aprilia, 2010.
Proses menyusui secara penuh tidak segera terjadi setelah persalinan. Selama dua atau tiga hari pertama sesudah melahirkan dikeluarkan kolostrum dalam jumlah
yang sedikit. Pada hari-hari berikutnya terjadi peningkatan cepat sekresi ASI, yang umumnya mencapai puncak pada akhir minggu pertama sesudah melahirkan. Pada
ibu yang pertama sekali melahirkan primipara, hal ini baru terjadi pada minggu ketiga atau lebih. Oleh sebab itu dua atau tiga minggu pertama merupakan periode
Universitas Sumatera Utara
perkenalan yang dilanjutkan dengan periode pemeliharaan yang berlangsung lama King, 1993.
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu
untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara
mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan terjadi dua refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah
yang tepat pula Bobak, 2004. Dua refleks tersebut adalah : a. Refleks Prolaktin Refleks Pembentukan atau Produksi ASI
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacu sel
kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi mengisap makin banyak prolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar,
sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI. Sebaliknya, jika berkurang isapan bayi maka produksi ASI semakin kurang. Mekanisme ini disebut
mekanisme “supply and demand” Neville, 1983. b. Refleks Oksitosin Refleks Pengaliran atau Pelepasan ASI Let Down Reflex
Setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi
karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI
Universitas Sumatera Utara
untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan oksitoksin.
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel
yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui
penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement payudara bengkak, tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.
Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus dibantu
refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI-nya cukup. Refleks oksitosin lebih rumit
dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat memengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat
pengeluaran oksitosin Neville, 1983. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah : melihat bayi,
mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan bayi. Sedangkan faktor- faktor menghambat refleks let down adalah : stress, seperti keadaan bingungpikiran
kacau, takut dan cemas Soetjiningsih, 1997.
2.1.2. Produksi ASI