19
hidup manusia, penuh pengertian dan pemahamam atas lika-liku dan kesukaran dalam hidup rohani.
Beberapa aspek spiritualitas di atas sangat penting dan merupakan dasar dalam bimbingan rohani. Keberhasilan bimbingan rohani sangat ditentukan oleh
keadaan spiritualitas pembimbing. Bimbingan rohani hanya dapat berlangsung dengan baik kalau pembimbing mempunyai kepercayaan yang kuat kepada
penyelenggaraan Allah. Spiritualitas pembimbing akan tampak dalam proses bimbingan rohani, apakah pembimbing mengandalkan Allah atau mengandalkan
dirinya.
2 Kepribadian Pembimbing Rohani
Kepribadian adalah sifat-sifat, sikap-sikap yang tercermin dalam tindak- tanduk seseorang. Seorang pembimbing rohani diharapkan mempunyai kepribadian
yang sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pembimbing rohani. Aspek ini juga menentukan keberhasilan bimbingan rohani. Beberapa aspek kepribadian
pembimbing rohani yang diharapkan adalah: a
Pribadi yang dewasa Seorang disebut dewasa bila mencapai kematangan rohani dan emosinya.
Menurut Mardi Prasetya 1992: 100-104, pribadi yang dewasa adalah: ia mampu menerima kenyataan, menerima dan menghayati apa yang bernilai, mengarahkan
daya-daya hidupnya untuk menghayati nilai-nilai yang dipeluk dan diwartakan dalam hidup, tidak cenderung mengurbankan nilai dan prinsip demi suatu
pragmatisme, memiliki cinta yang tidak egois dan bersikap realistis, mampu mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan serta keyakinan pada diri
20
sendiri. Ia telah mengenal dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, ia tidak lagi bersikap kekanak-kanakan.
b Kesesuaian antara perkataan dan tindakan
Seorang pembimbing rohani harus mampu menyesuaikan perkataan dan tindakannya. Artinya apa yang dikatakan juga terwujud dalam tingkah lakunya
sehari-hari. Misalnya seorang pembimbing memberi nasihat kepada orang yang dibimbingnya agar bersikap sabar dalam meningkatkan hidup doa, diandaikan
bahwa dia sendiri telah menghidupi dan mempraktekkan kesabaran dan hidup doa dalam kehidupannya sehari-hari.
c Sikap Sabar
Seorang pembimbing rohani harus mempunyai sikap sabar. Dalam proses bimbingan rohani tidak selalu menyenangkan tetapi bisa sangat membosankan dan
menyakitkan. Ada kalanya orang yang dibimbing memberontak terhadap Allah, terhadap dirinya, orang lain atau lingkungannya. Orang itu mungkin merasa
kesepian dan kekosongan dalam hidupnya. Untuk itu pembimbing perlu memiliki sikap sabar dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam melaksanakan
bimbingan rohani. d
Sikap rendah hati dan optimis Bimbingan rohani tidak selalu berhasil sesuai dengan rencana, adakalanya
gagal dan orang yang dibimbing tidak pernah kembali lagi. Pembimbing merasa bahwa orang yang dibimbing tidak menemukan apa yang menjadi harapannya dan
tidak mengalami perubahan dalam hidupnya. Keadaan seperti itu menuntut sikap rendah hati dari para pembimbing. Sikap rendah hati itu juga diperlukan apabila
dirasa bimbingan berhasil. Demikian juga dalam menghadapi orang yang menghadapi kegagalan. Seorang pembimbing harus menunjukkan sikap optimis
21
segingga orang yang dibimbing merasa optimis. Seorang pembimbing yang pesimis akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan orang yang dibimbingnya. Kita
perlu rendah hati dan optimis bahwa keberhasilan dalam membimbing itu adalah semat-mata adalah bantuan dan rahmat Allah. Pembimbing adalah “alat” Allah.
Maka keberhasilan pembimbing adalah keberhasilan Allah. e
Sikap percaya diri dan kejujuran Seorang pembimbing rohani harus memiliki sikap kepercayaan diri dan
kejujuran. Percaya diri dan kejujuran yang dimiliki orang pembimbing akan menimbulkan sikap percaya diri pada orang yang dibimbing serta mampu
mengungkapkan diri yang sesungguhnya tanpa menutup-nutupinya.
3 Pengetahuan dan Ketrampilan Pembimbing Rohani
Seorang pembimbing rohani rohani harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Pengetahuan dan ketrampilan yang memadai akan
memudahkan pembimbing untuk mendayagunakan bimbingan rohani. Pengetahuan ini harus meliputi beberapa bidang yang menyangkut hidup rohani Verbeek, 1981:
116-117. Orang yang kurang pengetahuannya dan tidak trampil akan mengalami kesulitan bila menjadi seorang pembimbing rohani. Beberapa pengetahuan dan
ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang pembimbing rohani adalah: a
Pengetahuan tentang bimbingan rohani Pembimbing rohani harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
bimbingan rohani, tidak harus sangat “ahli” tetapi mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bimbingan rohani. Keberhasilan bimbingan rohani juga dipengaruhi
dan ditentukan oleh pengetahuan pembimbing tentang bimbingan rohani.
22
b Pengetahuan tentang kematangan rohani dan emosi
Kematangan rohani dan emosi merupakan faktor pokok yang digeluti dalam bimbingan rohani. Maka pembimbing rohani harus memiliki pengetahuan yang
memadai tentang kematangan rohani dan emosi. Orang yang kurang memahami proses kematangan rohani dan emosi tidak cocok untuk menjadi pembimbing
rohani. Pengetahuan yang minim tentang proses kematangan rohani dan emosi akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan hidup rohani orang yang dibimbing.
c Pengetahuan tentang biarawan-biarawati muda
Banyak pembimbing yang tidak mengetahui secara pasti persoalan yang dihadapi oleh para biarawan-biarawati muda, salah satunya adalah kurangnya
pengetahuan dan pemahaman pembimbing tentang realitas yang dihadapi oleh para biarawan-biarawati muda, maka kita perlu mempunyai pengetahuan dan
pemahaman tentang realitas hidup yang dihadapi oleh para biarawan-biarawati muda. Pengetahuan yang memadai itu akan membantu pembimbing untuk
mengetahui kebutuhan, permasalahan, harapan-harapan para biarawan-biarawati muda. Setelah pembimbing mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang
sesungguhnya, pembimbing bisa memberikan bantuan yang tepat. d
Ketrampilan dalam praktek bimbingan rohani Pengetahuan tentang bimbingan rohani belum pasti menjamin keberhasilan
dalam memberikan bimbingan rohani. Pengetahuan tentang bimbingan rohani perlu diimbangi dengan ketrampilan dalam praktek bimbingan rohani seperti ketrampilan
berwawancara rohani, ketrampilan memilih tempat dan menentukan waktu untuk bimbingan rohani.
23
b. Bimbingan Rohani
Keberhasilan dalam bimbingan rohani sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, serta beberapa hal lain yang mendukung keberhasilan
dalam bimbingan rohani, seperti halnya. 1
Metode Bimbingan Rohani Bimbingan rohani terjadi melalui kehadiran personal antara dua pribadi.
Kehadiran personal ini terjadi melalui dialog atau wawancara. Wawancara ini mempunyai ciri khasnya, yaitu wawancara dalam Roh, atau yang biasa disebut
wawancara rohani. Wawancara rohani berarti tanya jawab antara pembimbing dengan orang yang
dibimbing dalam rangka bimbingan rohani. Fungsi wawancara rohani adalah untuk menggali dan mengangkat pengalaman orang yang dibimbing kemudian
merefleksikan dari sudut pandang kristiani.Tujuannya adalah untuk menghantar orang yang dibimbing masuk ke dalam pengalaman rohaninya dan kemudian
mengambil langkah-langkah dan tindakan baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kehidupannya Darminta, 2006: 39-43.
2 Tempat Bimbingan Rohani
Tempat merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam kegiatan bimbingan rohani. Situasi tempat akan mempengaruhi suasana bimbingan rohani.
Dengan tersedianya tempat yang baik, niscaya akan mendukung kelancaran komunikasi antara pembimbing dengan orang yang dibimbing.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan tempat: a Tempat harus diatur sedemikian rupa sehingga orang yang dibimbing merasa
nyaman dan aman. Suasana tempat yang teratur dan rapi membuat orang kerasan, sedangkan tempat yang kotor akan membuat orang terganggu.
24
b Tempat harus memungkinkan pembimbing dan orang yang dibimbing untuk berkomunikasi dengan bebas. Hal ini berarti bahwa hasil pembicaraan mereka
tidak boleh didengar oleh orang lain. Maka sebagai contoh, bimbingan rohani tidak bijaksana dilakukan di dekat orang lain karena hasil pembicaraan akan
didengarkan. c Tempat harus memungkinkan orang yang dibimbing dapat mengungkapkan
emosinya dengan bebas. Contohnya orang yang dibimbing dapat menangis dengan bebas tanpa kuatir disaksikan oleh orang banyak.
d Tempat harus diusahakan agar tidak menimbulkan kecurigaan orang lain.
Misalnya bimbingan rohani tidak bijaksana dilakukan di kamar yang tertutup rapat atau di kamar tidur. Khususnya jika pembimbing lawan jenis, perlu
dihindari tempat-tempat yang bisa mengundang kecurigaan orang lain. Di atas telah diungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan tempat bimbingan rohani. Tentu saja masih banyak hal yang perlu diperhatikan di samping hal yang telah disebutkan di atas. Untuk itu pembimbing
perlu bijaksana dalam menentukan tempat bimbingan rohani.
c. Waktu Bimbingan Rohani
Sebelum melaksanakan bimbingan rohani, hendaknya pembimbing dan orang yang dibimbing menentukan kapan waktu bimbingan rohani diadakan. Pada
prinsipnya, bimbingan rohani dapat dilaksanakan setiap saat. Namun pemilihan waktu yang tepat tentu saja berpengaruh terhadap proses bimbingan rohani.
Penetapan waktu bimbingan rohani secara tepat dapat membantu proses bimbingan rohani. Untuk itu pembimbing dan orang yang dibimbing perlu mencari dan
menentukan waktu yang tepat untuk mengadakan bimbingan rohani.
25
Selain pengetahuan dan ketrampilan yang telah disebutkan di atas, seorang pembimbing harus mempunyai:
1 Pengetahuan yang cukup mengenai kelemahan-kelemahan manusia yang
menjadi penghambat bagi karya Roh, pembimbing harus tahu tentang cacat cela dan keutamaan dan apa yang menjadi akibatnya dsb.
2 Kemampuan membedakan roh-roh secara praktis, supaya lebih mudah dapat
menolong orang yang dibimbingnya di jalan yang penting itu. 3
Pengetahuan arti ketiga tahap hidup rohani permulaan, kemajuan, kesempurnaan, apa yang menjadi tanda dan gejala khusus untuk tahap masing-
masing. 4
Pengetahuaan cukup tentang doa dan tingkat-tingkatnya. Karena lebih-lebih di situ pembimbing tidak boleh mengganti Allah yang membimbing orang dengan
Roh-Nya. Tidak jarang bimbingan rohani mengalami kemacetan karena faktor-faktor
yang disebut di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari pihak yunior, bimbingan rohani dirasa tidak pentingperlu, banyak kegiatan yang menyita banyak
waktu, merasa terpaksa karena diwajibkan, kurang adanya keterbukaan dan konsisten, kurang sabar dalam berproses, individualisme, egoisme sebagai akibat
dari arus globalisasi, permasalahan luka-luka batin yang menghambat hidup rohani dan emosi, sulit untuk masuk ke dalam diri, sehingga mereka kurang mampu
melihat kehadiran Allah dalam hidup mereka. Permasalahan yang lain adalah para suster yunior yang masuk Kongregasi
SSpS adalah remaja yang sangat dekat dengan dunia teknologi. Mereka mudah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Budaya instan, budaya individualisme,
egoisme sangat kuat mempengaruhi mereka. Hal ini perlu juga menjadi
26
pertimbangan dalam memberi bimbingan rohani. Bimbingan rohani perlu melihat situasi awal, latar belakang para yunior dan perkembangan zaman.
Dari pihak pembimbing, adanya tugas yang rangkap sehingga mengakibatkan bimbingan rohani merupakan tugas sampingan, pembimbing kurang mengenal
secara mendalam dengan yang dibimbing, pembimbing tidak profesional terutama untuk mendampingi pribadi-pribadi yang mempunyai kesulitan dan hambatan
psikologis, traumatis dll.
3. Dampak dari Bimbingan Rohani
Soenarja 1984: 88-104 menegaskan bahwa dampak dari bimbingan rohani ialah “Hidup dalam Roh” dan penerusan kabar gembira. Orang dewasa menerima
tanggung jawab atas hidupnya secara penuh. Kedewasaan rohani mengandaikan tanggungjawab yang sama di bidang rohani, dengan kata lain tidak melarang orang
minta nasihat atau bimbingan kepada orang lain, tetapi tanggungjawab pribadi yang dilakukan dengan kemantapan dan penuh percaya.
Kemantapan dan kepercayaan ini diperoleh karena dengan bimbingan yang akhirnya orang sudah langsung dapat menemukan dan mengalami perjumpaan
dengan Allah dalam setiap waktu. Seorang pribadi yang mengalami perjumpaan dengan Allah dalam setiap waktu tentu ia juga mampu menemukan dan senantiasa
melakukan kehendak Allah dalam hidupnya, hal ini tampak dalam sikapnya, misalnya saja: 1 ia mampu mengubah cara pandang lama menjadi cara pandang
baru; 2 mampu bergaul dan berkomunikasi dengan siapa saja tanpa memandang status; 3 memiliki emosi yang matang dan stabil sehingga bisa menghadapi
konflik dengan bijaksana; 4 memiliki kebebasan dan kemandirian dalam hidup; 5 mempunyai rasa tanggung jawab terhadap hal-hal yang dipercayakan
27
kepadanya; 6 memiliki diskresi dalam menentukan pilihan hidup. Orang yang sering melakukan bimbingan rohani akan menjadi orang yang peka dan hidupnya
senantiasa mencari kehendak Allah. Bimbingan rohani perlu dilaksanakan terus menerus karena dengan
bimbingan manusia mampu membawa gerak perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Hidup yang dijiwai oleh semangat “Roh” tentu saja berdampak pada sikap-
sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikehendaki Allah. Dengan demikian hidupnya menjadi bagian dari perpanjangan kasih Tuhan dan menjadi kekuatan,
sehingga ia mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama dengan orang lain maupun dalam tugas yang dipercayakan kepadanya. Hal ini tampak
dalam sikap hidupnya yang membawa dan menghidupi nilai-nilai: 1 melihat sesama secara positif; 2 mempunyai kemauan untuk maju dan mengembangkan
diri; 3 memiliki kerendahan hati; 4 mempunyai semangat berbagi Darminta, 2006: 90-91.
Bimbingan rohani merupakan sebuah sarana yang digunakan oleh para kaum religius dalam menumbuh kembangkan hidup penghayatannya sebagai seorang
yang secara khusus di panggil Allah untuk mengikuti-Nya secara radikal. Konstitusi SSpS mengatakan:
Roh Kuduslah yang selalu menyanggupkan kita untuk hidup terarah kepada Allah. Di bawah bimbingan-Nya kita mengenal semakin jelas kehendak Bapa
dalam hidup kita sehari-hari dan semakin rela menjawabnya, mengangkat salib dan mengikuti Kristus secara radikal. Hal ini menuntut dari kita usaha
terus-menerus untuk menanggalkan manusia lama dan membaharui diri dalam roh dan pikiran…… Konst. SSpS. art. 414.
Melalui beberapa penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa dampak dari bimbingan rohani ialah mengantar orang kepada kesadaran perlunya mengenali
kriteria kesejatian relasi dengan Tuhan: mampu membuat diskresi, yaitu mampu
28
membedakan mana roh baik dan roh jahat, mana penghiburan mana penghiburan yang semu, mana kehendak Tuhan dan mana kepentingan diri sendiri. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya kesatuan antara alam batin dan realitas yang dihadirkan dalam hidup kesehariannya atau buah-buahnya. Pengalaman rohani
yang benar itu semakin menyatukan orang dengan sesamanya dan membuat orang menjadi rendah hati untuk mendengarkan suara orang lain selain diri kita. Orang
yang hidupnya senantiasa melakukan bimbingan rohani dengan demikian akan merasa hidup dan pengabdiannya merupakan hidup di hadirat Allah.
Keadaan tersebut berbeda dengan orang yang tidak pernah melakukan bimbingan rohani dalam hidupnya. Bagi orang yang jarang melaksanakan
bimbingan rohani, segala yang dilakukan hanya berdasar pada kesenangan sesaat dan tidak mempunyai orientasi hidup yang jelas sehingga tidak bisa memaknai
setiap peristiwa dalam hidupnya, memandang segala sesuatu dengan negatif serta senantiasa menyalahkan Tuhan. Hal ini disebabkan hidupnya tidak dijiwai oleh Roh
Allah, melainkan roh dirinya sendiri. Dampak yang nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah atau tindakan-tindakan yang sesuai
dengan kehendaknya sendiri. Dengan demikian ia tidak pernah berkembang dalam hidup rohani dan hanya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Bimbingan rohani merupakan bagian dari pembinaan para yunior. Fungsi dari pembinaan ini, adalah untuk membantu para yunior agar semakin mampu
menghayati nilai-nilai hidup religius. Pada dasarnya pembinaan selalu menuju kepada kematangan rohani dan kematangan emosi yang lebih dalam dan utuh.
Untuk mencapai kematangan rohani dan kematangan emosi tersebut, orang perlu terus-menerus berproses untuk mengintegrasikan hidup rohaninya agar semakin
mencapai kebebasan batin.
29
C. Kematangan Emosi 1. Pengertian Emosi
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008: 368 Emosi adalah: 1 luapan perasaan yang berkembang dan surut di waktu singkat; 2 keadaan dan reaksi psikologis
fisiologis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan; keberanian yang bersifat subjektif.
Albin 1986: 11 memahami emosi sebagai perasaan yang kita alami seperti sedih, gembira, kecewa, semangat, marah, benci, cinta. Perasaan-perasaan tersebut
berpengaruh terhadap pikiran dan tindakan seseorang. Misalnya tingkah laku seorang ibu dalam keadaan sedih berbeda dengan tingkah laku pada saat ia dalam
keadaan gembira. Goleman 1997: 411 memahami emosi dalam konteks yang lebih luas yang
merujuk pada perasaan dan pikiran-pikiran yang khas sekaligus mencakup keadaan biologis dan psikologis dengan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak dan bereaksi terhadap setiap stimulus dari luar diri individu, seperti halnya emosi gembira mendorong seseorang
untuk tertawa sehingga terjadi perubahan suasana hati, emosi sedih mendorong seseorang untuk menangis.
Dari ketiga rumusan di atas dapat penulis rumuskan emosi merupakan dorongan seseorang untuk bertindak dan bereaksi terhadap rangsangan yang datang
baik dari dalam maupun dari luar karena pengaruh situasi lingkungan sekitar. Perubahan situasi dalam diri seseorang menimbulkan bermacam-macam reaksi baik
itu reaksi yang menggembirakan maupun yang mengecewakan.
30
2. Kematangan Emosi
Sebelum banyak orang mengenal kecerdasan emosional, sebagian besar berpendapat bahwa kesuksesan sangat ditentukan oleh kecerdasan intelektual yang
dimiliki oleh seseorang. Ternyata pendapat itu tidak selalu benar. Suparno 2004 berpendapat ada banyak orang yang berinteligensi tinggi karena tidak stabil
emosinya dan mudah marah, seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan persoalan hidup. Keadaan semacam itu dapat menimbulkan konflik dan kegagalan
dalam hidupnya. Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intellegence menjelaskan bahwa
selain kecerdasan inteligensi kita semua mempunyai kecerdasan lain yaitu kecerdasan emosional. Secara menyakinkan Goleman mengemukakan bahwa dalam
kehidupan kecerdasan emosional lebih penting daripada kecerdasan intelektual Goleman, 1997: 38.
Istilah kecerdasan emosional pertama kalinya dipelopori oleh seorang psikolog Israel, Reuven Bar-On pada tahun 1980 dan dilontarkan kembali pada
tahun 1990 oleh psikolog Pater Salovey dari Harvard University dan Jonh Mayer dari University of New Hamsphire. Salove dan Mayer mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang
lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan”. Yang dimaksud dengan himpunan bagian kecerdasan sosial
tersebut adalah kualitas-kualitas emosional dalam diri seseorang. Kualitas-kualitas ini antara lain: empati, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan
menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat Shapiro, 1999: 5.
31
Kecerdasan emosi ditandai dengan adanya kematangan emosi. Kematangan emosi dapat didefinisikan sebagai kemampuan pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri Goleman, 1977: xiii. Menurut Goleman 1997: 58-59 kematangan emosi mencakup banyak kecerdasan
kemampuan dalam mengelola emosi, yaitu: 1 Mengenal emosi diri yaitu kesadaran diri mengenali perasaannya sendiri pada
saat perasaan itu sedang terjadi, dan memahami penyebab perasaan yang timbul, serta mengenali perbedaan perasaan dan emosi yang sedang bergejolak di dalam
dirinya tanpa diingkari atau ditutupi. 2 Mengelola emosi yaitu orang mampu untuk mengendalikan dan mengelola
emosi-emosi yang merusak agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. Toleransi lebih tinggi terhadap frustasi, berkurangnya ungkapan emosi dalam
bentuk kata-kata ejekan, emosi terungkap dengan pas, mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi, tidak berperilaku agresif, perasaan lebih
positif terhadap diri, sesama, keluarga, mengatasi ketegangan jiwa, dan mengurangi kesepian, kecemasan dalam pergaulan.
3 Memotivasi diri sendiri yaitu menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri dan
menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi. Lebih bertanggungjawab, dan mampu memusatkan perhatian pada tugas, lebih produktif dan efektif dalam hidup.
4 Kemampuan berempati yaitu mampu menerima sudut pandang orang lain, memperbaiki rasa empati pada orang lain, dan lebih bisa mendengarkan orang lain.
5 Mengenali emosi orang lain yaitu orang yang empatik adalah orang yang mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang
32
dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Atau orang yang mampu untuk mengerti dan memahami perasaan-perasaan ataupun emosi-emosi orang lain.
6 Membina hubungan yaitu membina relasi dengan orang lain, terampil dalam mengelola emosi orang lain dan memahami orang lain, berkomunikasi dengan baik,
membangun dan memelihara hubungan dengan orang lain. Kematangan emosi merupakan dasar dari semua tindakan dan perilaku
seseorang. Kematangan emosi mencakup aspek perkembangan pribadi dan peranan seseorang dalam lingkungan sosial. Kematangan emosi adalah kecerdasan
seseorang dalam mengatur, mengendalikan dan menata emosi yang ada dalam dirinya. Emosi yang matang dapat dilihat dan dirasakan dari kemampuan seseorang
menguasai, dan mengatur emosi sesuai dengan kebutuhan.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Emosi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan seseorang. Kehidupan menjadi berarti karena adanya emosi. Emosi seseorang berkembang selama
individu mulai mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Maka dari itu dapat dimengerti bahwa keadaaan yang mempengaruhi seseorang memberikan corak
dalam perkembangan emosinya, misalnya keadaan keluarga, tempat tinggal, lingkungan sosial, pergaulan, sekolah, jabatan, bahkan cita-cita dan harapan-
harapannya. Pengaruh emosi terhadap sikap manusia: emosi memberi arah sikap yang
akan dilakukan oleh pribadi. Dalam perkembangan anak emosi lebih ditujukan kepada orang dewasa yang ada di sekitarnya, sehingga sikap orang dewasa turut
menentukan perkembangan emosi anak selanjutnya. Sikap emosi dari orang dewasa yang bijaksana dapat membantu anak untuk mengembangkan emosi yang baik.
33
Banyak anak yang bertingkah nakal, bersikap brutal, liar dan susah diatur disebabkan oleh situasi emosi pada saat itu. Pengaruh emosi sangat besar sekali
terhadap perkembangan pribadi, dan penyembuhan yang disertai dengan suasana yang menyenangkan akan mempercepat proses penyembuhan perkembangan
pribadi. Menurut Goleman 1997: 371-374, pendidikan emosi membantu seseorang
untuk melatih dan menyalurkan emosi dengan baik atau yang disebut dengan pengendalian emosi, serta membiasakan bereaksi dengan emosi yang positif yaitu
melalui sikap hidup yang wajar atau sesuai dengan sikap hidupnya. Bila seseorang mampu mengolah emosinya dan sadar siapa dirinya dengan
segala kelebihan dan kekurangannya dihadapan Allah dan sesamanya, orang tersebut akan bertumbuh dalam hidup rohaninya dan kepribadiannya.
Menjadi pribadi yang matang rohani dan matang emosi merupakan harapan dari semua orang. Hal ini mengandaikan seseorang berani menghadapi pergulatan-
pergulatan batin yang ada dalam dirinya. Sebagaimana dikatakan dalam Konst. SSpS. art. 503: “bahwa untuk menjadi pribadi yang utuh dan integral perlu orang
tersebut mengusahakan tercapainya kematangan manusiawi, mampu mengintegrasikan antara hidup iman dan karya”. Untuk mencapai kematangan
pribadi, orang dituntut untuk mengenal diri sebaik-baiknya, mampu mengembangkan bakat-bakatnya, sehingga sanggup menerima keterbatasan dirinya
serta sanggup mengatasi konflik dan tabah dalam menghadapi kesulitan- kesulitannya. Dengan demikian dia akan mencapai kebebasan batin yang
membantunya untuk mampu mengambil keputusan-keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
34
4. Dampak dari Kematangan Emosi
Dari uraian di atas, emosi adalah suatu reaksi batin yang wajar dan manusiawi. Emosi adalah perasaan yang muncul secara spontan sebagai reaksi atas
adanya suatu hal yang menyentuh atau merangsang batin kita, hal itu bisa menimbulkan reaksi positif maupun negatif. Mengalami dua keadaan yang berbeda
ini Goleman mengatakan 1997: 78 penderitaan maupun kebahagiaan adalah bumbu kehidupan. Dalam perasaan, rasio antara emosi positif dan negatif yang
menentukan sebuah rasa sejahtera. Menderita atau bahagia semuanya menentukan nilai hidup manusia. Tanpa emosi kita tidak akan pernah memahami arti hidup yang
sesungguhnya. Emosi dengan segala kualitasnya memperkaya eksistensi manusia sebagai pribadi.
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi yang ada dalam dirinya baik emosi
yang positif syukur, gembira, senang, tentram, aman, damai, dll, maupun emosi negatif jengkel, marah, sedih, tersinggung, dll. Kematangan emosi menyebabkan
seseorang menjadi lepas bebas dalam mengaktualisasikan dirinya secara optimal dengan menyadari keberadaannya. Hal ini membantu seseorang memiliki
keberanian untuk mengalami dan menerima rasa perasaan yang muncul dalam dirinya. Maka kematangan emosi adalah suatu disposisi atau sikap batin untuk
mengakui keberadaan diri secara bebas. Sedangkan orang yang tidak matang dalam emosinya akan menjadi pribadi
yang senantiasa labil, pribadi yang sering bertindak seturut perasaan saja tanpa memakai akal budi, pribadi yang tertutup dan sulit untuk berelasi dengan sesama,
pribadi yang tidak mampu untuk menerima diri apa adanyapribadi yang “unik” sehingga sulit juga untuk menerima kelebihan orang lain serta sulit memaafkan