26 sangat kompleks dan bervariasi sesuai dengan macam dan jenis komoditi bahan
mentahnya. Menurut suksmadji 1988, semua komoditi yang akan dikeringkan harus
dilakukan blanching, atau perlakuan panas yang lain selama dalam proses pengolahan. Bahan mentah yang akan diolah bilamana masih dalam keadaan mentah,
sifat-sifatnya adalah teksturnya masih keras dan tegar, proses voluminasi dan tidak permeable terhadap air. Memberikan flavor, bau, dan aroma yang masih mentah.
Memberikan kenampakan yang bersifat segar. Sehingga dalam keadaan yang demikian tidak dapat langsung diawetkan. Dalam hubunganya dengan pengolahan
maka dengan diberikan perlakuan blanching justru akan memperbaiki sifat-sifatnya. Untuk bahan pangan yang kan dikeringkan, mempercepat proses pengeringan
karenaa membuat membrane sel permeable terhadap perpindahan air. Disamping itu blanching dapat diangap sebgai usaha “pemasakan” untuk produk kering yang
langsung dikonsumsi muchtadi dan sugiyono, 1992.
O. Analisa keputusan
Menurut Siagian 1987, analisa keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Tujuan dari
analisa keputusan adalah untuk menemukan keputusan yang secepat-cepatnya. Ketepatan keputusan bergantung dari informasi yang dapat dikumpulkan dan diolah
dalam analisa. Mengambil keputusan berarti menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif yang paling baik.
Proses pengambilan keputusan didahului dengan mengetahui adanya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
27 permasalahan, alternatif-alternatif yang ada serta kriteria untuk mengukur atau
membandingkan setiap alternatif yang memberikan hasil atau keuntungan paling besar dengan resiko paling kecil serta paling efektif. jadi masalah yang mempersulit
adalah adanya alternatif yang harus dipilih sebagai landasan atas tindakan yang harus dilaksanakan Assauri, 1980.
P. Analisa Finansial
Analisa kelayakan adalah analisa yang dilanjutkan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proses tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek
tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak. Analisa kelayakan tersebut dibagi menjadi 5 tahap yaitu dengan persiapan, tahap penelitian,
tahap penyusunan, tahap evaluasi proyek. Data harga-harga bahan baku dan bahan penunjang lainya dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kelayakan finansial pada
produk dekstrin. Analisa finansial yang dilakukan meliputi : analisa nilai uang dengan metode Net Present Value NPV, Rate Of Return ROR dengan metode Internal
Rate Of Return IRR, Break Event Point BEP dan Payback Period PP Susanto dan Saneto, 1994.
1. Break Event Point BEP Susanto dan Saneto, 1994
Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau tafsiran yang didasarkan atas anggapan-anggapan yang tidak selalu bisa dipenuhi.
Konsekuensinya adalah bisa terjadi penyimpangan- penyimpangan. Salah satu
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
28 penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi di bawah kapasitasnya. Hal ini
menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya mempengaruhi besarnya keuntungan Suatu analisa yang menunjukan hubungan antara keuntungan, volume
produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Event Point BEP. BEP adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya
produksi keseluruhan sama dengan besar nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut perusahaan tidak dapat keuntungan dan juga tidak
mengalami kerugian. Untuk memperoleh keuntungan maka usaha tersebut harus ditingkatkan dari
penerimaanya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari penjualan dan ditingkatkan melalui 3 cara. Yaitu menaikkan harga jual per unit, menaikkan
volume penjualan, menaikkan volume penjualan dan menaikkan harga jualnya. Rumus untuk mencari titik ampas adalah sebagai berikut :
a. Biaya Titik Impas
BEP Rp = Biaya Tetap
1- biaya tidak tetappendapatan
b. Unit Titik Impas
BEP Unit = Biaya Tetap
Harga jual - biaya tidak tetapkapasitas produksi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
29
2. Net Present Value NPV Tri dan Budi, 1994
Net Present Value NPV adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan nilai sekarang. Bila dala analisa diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0
nul, berarti proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh dari NPV lebih kecil dari 0, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan
Rumus NPV adalah:
n
NPV =
∑
B
t
- C
t t=1
1+i
t
Keterangan :
B
t
= Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t C
t
= Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t n = Umur ekonomis dari suatu proyek
i = Suku bunga bank
3. Payback Periode PP Susanto dan Saneto, 1994
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun
waktu baik tahun maupun bulan. Payback Periode tersebut nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
30 atau sedapat mungkin kurang dari 5 tahun. Rumus penentuan adalah sebagai
berikut: I
Payback Periode = A
b
Keterangan : I = biaya investasi yang diperlukan
A
b
= Benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
4. Internal Rate Of Return IRR Susanto dan Saneto, 1994
Internal Rate Of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukan persamaan antar interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi
modal awal dari suatu proyek yang dikerjakan. Kriteria ini memberika pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang
berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
NPV IRR = 1 +
i’ - i NPV + NPV’
Keterangan :
NPV = NPV positif hasil percobaan nilai NPV’ = NPV negatif hasil percobaan nilai
i = Tingkat bunga
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
31
5. Gross Benefit Cost Ratio Gross BC Ratio Susanto dan Saneto, 1994
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang di present valuenkan dirupiahkan sekarang .
n
B
t
Gross B C =
∑
t=1
1+i
t
Keterangan :
B
t
= Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t C
= Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t n = Umur ekonomis dari suatu proyek
i = Suku bunga bank
Q. Landasan Teori
Daun kelor mengandung Vitamin A yang lebih tinggi dibanding wortel, kandungan kalsium lebih tinggi dari susu, zat besi lebih tinggi dibanding bayam,
vitamin C lebih tinggi dibanding jeruk, dan potassium lebih banyak dibanding pisang. Sedangkan kualitas protein daun kelor setara dengan susu dan telur Fahey, 2005.
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarakan atau menghilangkan kandungan air yang berada dalam suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
32 yang terkandung di dalam bahan tersebut. Metode yang sering digunakan dengan
bantuan panas sampai diperoleh kadar air tertentu kurang dari 10 sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Salah satu jenis alat pengering
yang menggunakan bantuan panas dan mudah dioperasikan adalah cabinet dryer.Brown,1950
Muchtadi 1989, mengatakan bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan bahan segarnya. Selama
pengeringan terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dll. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan akan berubah warnanya menjadi coklat. Apabila suhu
pengeringan yang terlalu tinggi akan menyebabkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi keras sehingga menghambat pengupan air selanjutnya.Akibat
lainnya dari pengeringan adalah awetnya bahan dari proses kerusakan. Vitamin A bersifat tidak larut dalam air dan pada pemanasan biasa relatif
stabil, oleh karena itu hanya sedikit terjadi susut vitamin A selama pengolahan bahan pangan. Susut yang cukup besar terjadi jika terdapat oksigen udara serta adanya
produk hasil oksidasi lemak. Deddy muchtadi, 1992. Suhu berpengaruh terhadap resistensi vitamin C, resitensi vitamin C berkurang
dengan bertambahnya suhu perlakuan. Pada proses pengeringan pengeluaran udara merupakan sesuatu yang penting , karena bahan buah-buahan yang mengandung
udara di dalamnya dan di proses pada suhu tinggi akan merusakkan seluruh vitamin C-nya. Pada pemrosesan dengan suhu rendah dimana suhu kurang dari 600
o
C, vitamin C tidak akan terlalu banyak mengalalami kerusakan. Waktu pengeringan
yang singkat juga akan memperkecil laju oksidasi vitamin C. Winarno,1984
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
33 Antioksidan sebenarnya didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja
menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Tetapi mengenai radikal bebas yang
berkaitan dengan penyakit, akan lebih sesuai jika antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen
reaktif. Antioksidan akan rusak karena adanya cahaya, panas dan ion logam. Fery, 2007
Dengan adanya pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung yang sangat halus, permukaan bidangnya menjadi sangat lebar. Pada dasarnya penepungan
itu sendiri juga menyebabkan bahan menjadi bersifat higrokroskopis, yaitu bahan halus mudah sekali menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air namun
keuntungan dari penepungan yang palling tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang ditepungkan mencolok. Dari situlah pengaruh positif yang ditimbulkan oleh
penepungan tersebut Sugito,1995. Pembuatan tepung bubuk bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan bahan yang bersifat fisik maupun kualitatif
Purwanto, 1995.
Q. Hipotesis