HASIL PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan lingkungan sekitar atas kehamilannya dikarenakan keadaan ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan, mengundang warga
sekitar membicarakan dirinya. Selain itu, informan juga meyakini dirinya ti
dak dapat berpisah karena “ilmu” yang dimiliki oleh suaminya.
“Bapaknya kan punya daya tarik itu lho mbak, cari orang pinter… Misalkan saya ingin berubah sikap, waktu
belum ada X itu, waktu pacaran, itu gak bisa pisah sama bapaknya. Sampai sekarang juga gitu, misalnya gimana gitu
saya pulang ke Jawa Timur tetep gak bisa mbak. Dia ke orang tua terus, maksudnya kayak dukun gitu lho”
WI2, L265-270 Informan hanya bisa mengalah terhadap suaminya. Sesekali
informan membantah tuduhan dan kesalahan yang dilemparkan pada dirinya. Informan merasa masih memiliki harga diri. Akan tetapi,
jika informan membantah, suaminya akan lebih tega untuk memperlakukan dirinya dengan kasar. Informan merasa dirinya serba
salah. Informan juga pasrah kepada Tuhan karena dirinya yakin Tuhan memberikan jalan yang baik. Informan berusaha untuk sabar,
dan menerima kenyataan serta keadaan dengan berdoa. e.
Latar belakang informan dan keluarga informan Informan dilahirkan dari sebuah keluarga kecil sederhana dari
sebuah pedesaan di daerah Pacitan. Sejak berusia lima tahun, informan hanya dibesarkan dan dididik oleh ibu karena ayahnya
meninggal dunia. Sejak saat itu ibu informan menjadi orangtua tunggal untuk kedua anaknya. Infoman memiliki satu orang adik laki-
laki. Mata pencaharian ibu informan sehari-hari ialah berkebun dengan memanfaatkan kebun yang dimiliki oleh neneknya.
Ibu informan cukup keras dalam mendidik anak-anaknya. Ibu informan sering menggunakan fisik bahkan benda untuk menertibkan
informan dan adiknya. “Diasuh sama ibuk, ya sama ibuk saya itu kalau saya ngeyel saya
dicubit. Kalau itu juga diguyur pake air cucian piring yang basi itu lho mbak. Mamak saya dulu juga gitu. Sampai daun itu yang lidi itu,
batang itu mbak yang segitu ada daunnya, daunnya habis. Sampai lupa itu mamak saya, buat jemuran yang gede itu mbak, pringkak
gitu, sampai nancep disini…” WI.3, L586-589; WI.5, L918-921
Hingga saat ini, pada bagian punggung informan terdapat bekas benda yang menancap saat ibu informan memukulkan benda pada bagian
tersebut. Informan menyelesaikan pendidikannya pada tingkat Sekolah
Menengah Kejuruan SMK di Solo sedangkan adiknya hanya lulusan Sekolah Dasar SD. Sejak memutuskan untuk meneruskan sekolah di
bangku SMK, informan tinggal bersama saudaranya di Solo. Setelah lulus, informan memutuskan untuk mencari pekerjaan ke Yogyakarta.
Akhirnya informan mendapatkan pekerjaan di salah satu tempat perbelanjaan di Malioboro. Dari sanalah informan bertemu dengan
suaminya dan hubungan informan dengan kekasih yang sebelumnya berakhir.
f. Latar belakang suami dan keluarga suami
Suami informan adalah satu-satunya anak laki-laki, sehingga suami informan sangat dimanjakan di dalam keluarga. Apapun yang
diinginkan dan diminta selalu terpenuhi. “Bapaknya apa-apa minta diturutin. Dari dulu apa-apa maunya dia
diturutin…” WI.2, L556 L558
Semenjak ayah dan ibu mertua informan meninggal, suami informan tinggal bersama saudaranya. Suami informan tidak menyelesaikan
pendidikannya dengan baik. Suaminya berhenti atau putus sekolah saat duduk di kelas empat Sekolah Dasar SD.
Suami informan memiliki pergaulan yang tidak baik sejak memutuskan untuk berhenti bersekolah. Sejak duduk di bangku SD,
suami informan meminta untuk dibelikan sepeda motor dan berulang kali berganti-ganti sepeda motor. Selain itu, beranjak remaja suami
informan mengenal minuman beralkohol dan bergaul dengan banyak perempuan.
“Ya sekitar umur 10tahunanlah… Ya sekitar 11, 12 itulah mbak udah minta motor. Kakaknya sayang banget, cowok satu-satunya. Aneh
orangnya. Udah brutal gitu lho. Minta motor, gonta ganti, dirusakin, kenal minuman. Sampai dijualin apa-apa. Udah kenal cewek, ya
mungkin usia SMA gitu…” WI.5, L935-937 L942-944
2. Dampak kekerasan yang dialami terhadap pengasuhan
Informan memiliki tugas untuk memberikan pengasuhan kepada anak. Terlebih lagi, keadaan informan yang tidak memiliki pekerjaan
dan hanya beraktivitas di dalam rumah, menjadikan informan sebagai tokoh utama dalam tugas pengasuhan. Keterlibatan suami dalam
pengasuhan kepada anak sangatlah sedikit sehingga sepenuhnya dipegang oleh informan.
Kekerasan fisik dan psikologis yang dialami informan membuat dirinya tidak dapat berfungsi efektif untuk anak-anak. Dampak dari
kekerasan yang dialami membuat informan terluka dan merasakan sakit secara fisik dan sakit secara psikis. Secara fisik informan mendapatkan
memar dan luka pada bagian yang mendapatkan kekerasan. Secara psikologis, informan merasa sakit hati dan stres. Keadaan tersebut
membuat informan merasa dibawah tekanan karena harus memikirkan banyak hal sekaligus. Memikirkan tingkah laku suami yang keras dan
kasar, kekhawatiran informan jika kembali mendapatkan perlakuan kasar, kebiasaan suami berjudi melalui permainan catur yang masih
belum sepenuhnya berubah, memikirkan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan memikirkan anak-anak yang
sangat aktif sehingga sulit diatur. “Harusnya gini, tapi bapaknya malah kayak gitu. Kan nambah-
nambahin beban. Harusnya kan didik anak, malah mikirin bapaknya. Dulu pernah nyusul dia, anak-anak tak ajak kok. Itu lho mbak daerah
Prawirotaman. Itu main catur bapaknya disana…” WI.2, L251-254
Selain itu, dengan keadaan informan saat ini yang sedang mengandung anak keempat, seringkali informan merasakan nyeri pada perut bagian
bawah dan nyeri pada saluran kencing disaat sedang memiliki banyak pikiran.
Beban pikiran yang informan rasakan membuat dirinya menjadi membuang banyak waktu dengan termenung.
“Bengong karna mikir. Mikir khawatir kalau dipukul lagi” WI.2, L480
Hal ini berdampak pada tugas pengasuhannya terhadap anak, seperti: a.
Informan menjadi tidak fokus dalam merawat dan mendidik anak. Informan terkesan membiarkan anak-anak dengan memberikan
kebebasan kepada anak-anak untuk melakukan apa saja. Informan tidak banyak bertindak untuk anak-anak.
“Kalau ke anak, ya mungkin cara mendidik berkurang mbak. harusnya disiplin, jadi terlenalah. Jadi keteteran. Mungkin anak-
anak pada ngeyel mungkin karena itu juga mbak… Ngasuh anak itu jadi gimana gitu. Kebagi fokusnya. Harusnya bisa fokus ke anak-
anak…” WI.2, L546-548; WI.3, L625-626
Informan hanya sekedar menggunakan kata-kata yang halus untuk menertibkan anak-anak. Pada kenyataannya anak-anak tidak dapat
dikendalikan atau ditertibkan dengan kata-kata. Informan kurang tanggap terhadap perilaku yang anak-anak munculkan.
b. Menggunakan fisik untuk menertibkan anak
Ketidakfokusan informan dalam memberikan pengasuhan membuat anak-anak bertingkah semaunya. Anak-anak menjadi sulit diatur dan
tidak mendengarkan perkataan dan arahan dari informan. Dengan keadaan anak yang demikian, membuat informan memberikan
pengasuhan dengan cara menyubit atau menggunakan lidi serta
mengikat untuk menertibkan anak-anak. Meskipun demikian, anak- anak masih saja sulit untuk diberitahu.
“Dulu itu ngasuh anak itu ya saya gak keras. Cuma saya stres sendiri. Kadang kalau saya banyak pikiran saya diam tapi kadang
saya juga keras mbak. Nyubit sampai kenceng banget sampai hitam… Oh, anak-anak ngeyel mbak. Waktu banyak pikiran,
mungkin saya keras toh. Jadi anak- anak nyontoh… Biasanya saya
nyubit mbak, pake lidi kecil itu lho. Kadang kalau lupa pake yang gede”
WI.2, L540-542; WI.3, L639-640; WI.4, L782-783 c.
Membohongi dan mengancam anak Keadaan anak-anak yang sulit untuk diberitahu dan diatur terkadang
membuat informan menangis karena bingung harus bertindak seperti apa ditengah keadaannya yang demikian. Oleh karena itu, informan
juga kerap membohongi dan mengancam anak-anak agar mendengarkan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh informan.
“Kesulitannya itu ya itu kalau anak-anak nakal itu mbak. Susah banget, sampai nangis. Ya gimana ya kok anak nakal-
nakal…” WI.2, L161-162
Disamping keadaan yang informan alami, informan berupaya menjalankan
perannya sebagai
ibu dan
menunjukkan tanggungjawabnya, dengan cara:
a. Memberikan perhatian kepada anak-anak
Informan memberikan perhatian kepada anak-anak dengan cara memperingatkan anak-anak untuk berhati-hati saat bermain di luar
rumah. Informan tidak terlalu banyak melarang anak-anak untuk beraktivitas atau bermain di luar rumah, tetapi informan melarang
anak-anak jika mereka bermain dan membuat orang lain terganggu.
Selain itu, informan juga merawat anak-anak disaat sakit dengan memberikan obat-obatan ataupun menggunakan cara tradisional.
Informan juga berupaya untuk memberikan hiburan untuk menyenangkan hati anak-anak.
b. Memberikan ajaran-ajaran yang baik
Informan mengajarkan anak-anak untuk berlaku sopan pada orang lain, seperti mengatakan permisi saat melewati orang yang lebih tua.
Informan juga menegur anak-anak saat berbicara kotor atau tidak sopan. Selain itu, informan mengajarkan anak-anak untuk
mengucapkan terima kasih dan salim pada orang yang lebih tua. c.
Melindungi dan menjaga anak-anak dari hal yang tidak baik Informan memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang dihadapi
oleh anak, seperti permasalahan yang dihadapi oleh anak pertama yang mendapatkan perlakuan kasar dari teman sebayanya. Informan
memberikan pandangan dan nasehat kepada anak pertama. “Temennya mbak, temen-temennya yak eras. Kadang ngelemparin
batu. Tapi kalau X tak bilangin jangan, gak boleh. Saya bilang, kan mamak gak punya. Nanti kalau orang itu marah, mamak gak bisa
ganti, gak punya duit…” WI.2, L192-195
Selain itu, informan menjaga anak-anak agar tidak terpengaruh atau mendapatkan pengaruh buruk dari lingkungan sekolah maupun
lingkungan rumah. “Kemarin itu ada liat porno tetangga deket sini. Nonton pake laptop
gitu. Anak gede, usia SD gitu. Yang ikutan lihat X. udah tak ancam mbak, kalau lihat, nonton dari TV, dari laptop gitu nanti di sel sama
polisi, dimasukkan ke penjara…”
WI.3, L668-672 d.
Mementingkan kebutuhan dan keperluan anak-anak Di tengah keadaan ekonomi yang memprihatinkan, informan tetap
mementingkan kebutuhan anak-anak terutama kebutuhan pangan. Informan juga berusaha untuk melengkapi keperluan anaknya yang
sudah sekolah. e.
Mencoba memahami karakter anak Informan mencoba untuk memahami karakter anak-anak agar
informan mengetahui bagaimana menyikapi anak-anak sesuai dengan karakter mereka.
“Ngeyelnya itu mbak. Kalau misalkan jajan gak terlalu harus. Kalau maem juga gampang. Paling berantem, kadang ngeyel. Harus sabar
mbak. Misalkan kita keras dianya nambah nakal… Kalau dikerasin tambah ngeyel. Kalau Y ngeyelnya sama saya mbak. Kayak sejenis
manja itu lho mbak kalau ada saya…” WI.3, L610-612; WI.5, L1119 1123
f. Memiliki aktivitas bersama dengan anak
Adanya aktivitas yang dilakukan informan bersama dengan anak- anak. Informan menemani dan membantu anak pertama yang duduk
di bangku kelas satu mengerjakan pekerjaan rumah. Informan juga menemani anak-anak menggambar, mewarnai, melihat-lihat buku
yang bergambar, dan membacakan buku. g.
Memiliki harapan untuk anak Informan berharap agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses,
sholeh, tidak terpengaruh dengan keadaan saat ini, dan dapat membahagiakan dirinya.
“InsyaAllah kalau saya bekerja bisa sekolahin anak-anak, agar anak-anak berguna, jadi anak yang sholeh, gak terpengaruh.
Mudah- mudahan gak kena yang negatif… Mudah-mudahan anak-
anak besok bisa membahagiakan, jadi anak soleh…” WI.4, L806-808; WI.5, L1050-1051
3. Gambaran Anak
Dalam paragraf ini akan dijabarkan beberapa gambaran anak yang didapatkan, yaitu:
a. Keaktifan anak-anak
Anak-anak tampak sangat aktif, selalu bermain dan bergerak kesana kemari, terutama anak kedua. Hal ini membuat anak-anak sangat
sulit untuk mendengarkan bahkan melakukan apa yang diarahkan oleh informan. Anak-anak terkesan mengabaikan dan tidak
mendengarkan apa yang diucapkan dan diperintah oleh informan. Informan pun tampak kesulitan untuk membuat anak tertib dan
mudah untuk diatur. Tidak jarang karena keaktifan anak-anak, antar saudara saling ribut atau berkelahi. Banyak hal yang menjadi
penyebab, seperti rebutan benda atau makanan, tidak mau diajak bermain, saling ejek-ejekan, tidak diajak untuk pergi bermain,
merusak barang saudaranya, dan sebagainya. b.
Aktivitas anak-anak Selain beraktivitas dengan saudara kandung, anak-anak juga sudah
mampu bersosialisasi dan beraktivitas dengan lingkungan sekitar, seperti lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar rumah. Aktivitas
yang dilakukan anak-anak di dalam rumah seperti bermain bersama
saudara dan informan, makan, tidur, dan belajar bersama. Aktivitas diluar rumah yang dilakukan seperti bermain sepeda, bermain
layang-layang, memancing, bermain di selokan, bermain pasir, dan menonton TV di rumah saudara.
c. Perilaku yang menonjol pada anak-anak
Hal yang paling menonjol pada anak-anak ialah perilaku agresif. Agresi yang mereka tunjukkan dalam bentuk agresi verbal dan non
verbal. Agresi verbal yang tampak seperti berbicara kotor atau tidak sopan, berteriak, dan menangis dengan kencang. Sedangkan agresi
non verbal atau fisik ditunjukkan dengan memukul, menampar, mendorong, menendang, melempar benda-benda, dan merebut
barang milik orang lain atau yang sedang dipegang oleh orang lain. Perilaku agresi ditujukan tidak hanya kepada sesama saudara, tetapi
juga kepada teman sebaya, dan juga kepada informan. “Kapan itu saya nangis. X pulang sekolah itu lempar batu itu lho
mbak sama saya… Rebutan apa gitu. X gak mau ngalah. Sekarang sudah mau mengalah sedikit. Tapi masih suka rebutan juga. Kadang
Y punya makanan, direbut sama X. X tuh belum bisa ngalah mbak. Itu bikin ramai. Kalau gak berantem-
berantem itu lho mbak, gelut… Kadang kalau gak boleh ikut itu dipukulin adeknya, sampai mau
diinjek- injek itu lho… Kalau dulu juga ngelawan mbak. Temennya
mukul, dia pukul hidung temennya… ” WI.2, L135-136; L173-174; L175-177; L186-187 L202-203
d. Kebersihan anak-anak yang kurang
Kebanyakan pakaian yang dikenakan oleh anak-anak terdapat sobekan dan tidak bersih. Anak-anak juga terbiasa hidup tidak
bersih, seperti tidak menggunakan alas kaki saat bermain, pakaian
yang kotor, muka yang kotor, dan tangan serta kaki yang kotor. Informan kurang memperhatikan kebersihan anak-anak, sehingga
anak-anak sudah terbiasa dengan keadaan yang kumuh dan kotor. Begitu pula dengan keadaan rumah yang kotor dan berantakan.
e. Anak-anak menyaksikan kekerasan yang terjadi
Anak-anak menjadi saksi atas kekerasan yang dilakukan suami terhadap informan. Anak-anak melihat secara langsung bagaimana
suami memperlakukan informan dan melukai fisik informan. Anak- anak peduli dan kasihan melihat informan yang diperlakukan kasar
oleh suami. X mencoba melerai kedua orangtuanya, Y hanya diam saja, dan Z menangis. Anak-anak juga peka jika melihat informan
menangis. Saat informan menangis anak-anak mencoba mendekati informan.
f. Lingkungan bermain anak
Lingkungan bermain yang terkadang kurang bersahabat membuat mereka memiliki masalah dengan teman sebaya. Anak-anak
mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari lingkungan bermain, seperti dimusuhi, diganggu, dan mendapatkan perlakuan kasar.
“Kadang sandal diumpetin sama anak-anak gede. Ya X sandalnya diumpetin. Diumpetin sama anak-anak sini, ada aja mbak. Kadang
Dimusuhi, dikeroyok gitu sama anak- anak gede… Orang kadang gak
ngapa- ngapain, ditendang kadang itu…”
WI.1, L74-77 L86-87 Selain itu, lingkungan bermain anak juga mulai dicemari oleh
tontonan yang tidak baik, yaitu film atau video porno.
g. Pengasuhan suami terhadap anak-anak
Karakter yang dimiliki suami informan membuat dirinya juga bersikap keras pada anak-anak, termasuk dalam pengasuhan.
“Kalau dulu plak-plek. Ini sampai guling-guling. Saya bilang jangan mas. Kalau dulu dikejar sampai anaknya… Kalau mukul itu lho, gak
mikir anaknya jadi cacat atau gimana. Saya bilangin jangan ngikutin emosi…”
WI.2, L564-567 Suami informan kerap menggunakan fisik untuk menertibkan anak-
anak, seperti memukul menggunakan sapu, memlintir tangan, dan menyubit dengan keras. Selain itu, suami informan juga memaki
anak-anak dengan kata-kata kotor disaat dirinya kesal dan marah. Hal tersebut membuat anak-anak tidak menyukai ayahnya sendiri,
seperti ungkapan X yang mengatakan bahwa dirinya tidak sayang pada ayahnya.
“X sayang gak sama mamak? Sayang. Sama bapak? Enggak. Kenapa? Bapak sukanya nakal. Kok nakal? Bapak sukanya
mukul…” WA, L130-137