kekurangan, memperkerjakan istri atau menguasai uang atau barang milik istri dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, jenis kekerasan dalam rumah tangga ialah kekerasan secara fisik, psikologis atau emosional, seksual, dan ekonomi atau
penelantaran rumah tangga.
3. Karakteristik Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam Dewi 2007, menyebutkan beberapa karakteristik pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga Marwick, 1998; Old Sally, 2004,
Strack, 1996yaitu, laki-laki atau suami sebagai pelaku berdampak dari adanya pengaruh dalam keluarga, seperti perilaku kasar dalam keluarga,
kurangnya pengajaran agama, kemungkinan dengan status ekonomi yang rendah, peran-peran jenis kelamin yang bersifat tradisional dan agresif untuk
laki-laki, dan terjadi disfungsi dalam sistem keluarga. Pembawaan personal juga mendorong pelaku untuk melakukan
kekerasan dalam rumah tangga, seperti perasaan tidak adekuat, inferior, sering menyalahkan orang lain karena tindakannya sendiri, memiliki
kecemburuan yang berlebihan, ingin memiliki, cepat marah, tidak menerima diri, agresif, memiliki emosi yang belum matang, tidak dapat mengontrol
diri sendiri, dan tidak menaruh hormat pada perempuan. Pengaruh gaya hidup juga menjadi pendukung laki-laki menjadi pelaku kekerasan, seperti
penyalahgunaan konsumsi alkohol, perselisihan verbal, sulit mendapatkan
pekerjaan, membatasi kebebasan perempuan, kurang aktif bergerak, dan membatasi diri untuk berhubungan dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, karakteristik pelaku kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari faktor pengaruh keluarga, pembawaan
personal, dan pengaruh gaya hidup.
4. Karakteristik Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam Dewi 2007 menyebutkan bahwa perempuan atau istri sebagai korban berdampak dari pengaruh dalam keluarga seperti mendapatkan
perilaku kasar dalam keluarga, kurangnya pengajaran agama, kemungkinan dengan status sosial ekonomi yang rendah, peran jenis kelamin yang masih
bersifat tradisional seperti menerima dan pasif, dan terjadi disfungsi dalam sistem keluarga.
Pembawaan personal seperti self esteem yang rendah, pernah mengalami kekecewaan, merasa bertanggungjawab untuk disakiti, mudah
merasa frustasi, merasa bersalah dan tidak berguna, senang menyendiri dan mengisolasi diri, sering merasa tidak percaya dengan orang lain, penakut,
menolak perilaku kasar, marah dan takut menjadi penguat untuk perempuan atau istri menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Pengaruh gaya
hidup juga menjadi salah satu pendukung yang menjadikan perempuan sebagai korban dari kekerasan, seperti penyalahgunaan konsumsi alkohol,
perselisihan verbal, ketergantungan kebutuhan dan keuangan pada suami,
dan terisolasi sumber-sumber pendukung seperti keluarga, teman, dan kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, karakteristik korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dari faktor pengaruh keluarga, pembawaan
personal, dan pengaruh gaya hidup.
5. Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
Dalam Keumalahayati 2007, Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga yang
memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, yaitu: a.
Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai sumber daya yang superior dibandingkan
dengan perempuan, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan perempuan. Menguasai atau memukul istri merupakan manifestasi dari
sifat superior laki-laki terhadap perempuan Sciortino Smyth, 1997; Suara APIK, 1997. Peran gender maskulin yang dimiliki laki-laki
menuntut dirinya memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan kekuatan dan status sebagai laki-laki.
b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja, sehingga mengakibatkan perempuan atau sebagai istri ketergantungan
terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
cenderung mengalami tindak kekerasan. Ketergantungan secara ekonomi istri terhadap suami berkaitan erat dengan kekerasan suami yang berat
Berkowitz, 1994. Selain itu, terkait ketergantungan istri terhadap suami, hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa semakin besar
ketergantungan psikologis istri terhadap suami maka semakin besar kecenderungan istri diperlakukan kasar oleh suami ditampar, didorong
dengan kasar, dan lain-lain. c.
Beban pengasuhan anak Ketika istri tidak memiliki pekerjaan, maka tugas pengasuhan ditanggung
oleh istri. Oleh karena itu, ketika terjadi sesuatu hal terhadap anak, maka suami akan cenderung menyalahkan istri.
d. Perempuan sebagai anak-anak
Konsep perempuan sebagai hak milik laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan
segala hak dan kewajiban perempuan. Laki-laki merasa memiliki hak untuk melakukan kekerasan layaknya sebagai seorang bapak melakukan
kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib. e.
Orientasi peradilan pidana pada laki-laki Posisi perempuan sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda dan ditutup. Alasan yang lazim
dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi