Tipe stressor, kepribadian, dan hubungan dalam keluarga serta dukungan sosial memengaruhi kemampuan orangtua mengatasi
tekanan tersebut. iv.
Lingkungan sosial Hal ini mencakup hubungan orangua, anak, dan orang lain secara
satu sama lain, seperti yang dikatakan oleh Brofenbrenner dalam Teori Ekologi. Lingkungan sosial mencakup mikrosistem, yaitu
anak dengan ibu, tetangga, dan teman sekolah yang berhubungan secara langsung.
v. Status ekonomi dan sosial
Hal ini mencakup pendidikan orangtua, pendapatan, dan pekerjaan orangtua. Hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan memiliki
hubungan dengan pengasuhan seperti bagaimana orangtua membagi konsentrasi dan mengatasi stres.
vi. Dukungan sosial
Hal ini mencakup masyarakat mengenai tindakan orangtua terhadap anak. Dukungan sosial yang diberikan termasuk
dukungan emosional, dukungan instrumental, seperti bantuan dan saran, serta model pengasuhan.
c. Karakteristik orangtua
i. Kepribadian
Orang dewasa berbeda dalam tingkat kedewasaan, tenaga, kesabaran, inteligensi, dan sikap. Hal ini memengaruhi sensitivitas
terhadap kebutuhan anak, harapan terhadap anak, serta kemampuan mengatasi tuntutan sebagai orangtua.
ii. Sejarah perkembangan orangtua
Hal ini termasuk masa kanak-kanak orangtua yang memengaruhi gaya pengasuhan yang mereka terapkan. Saat menjadi orangtua,
mereka cenderung menerapkan pengasuhan yang mereka dapatkan kepada anak.
Dari uraian diatas, terdapat tiga karakteristik yang memengaruhi pengasuhan atau gaya pengasuhan yang diberikan orangtua, yaitu
karakteristik anak, keluarga, dan orangtua.
B. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1.
Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu pola pemaksaan kehendak atas seseorang terhadap pasangannya dengan menggunakan
serangan dan ancaman termasuk penyiksaan secara fisik, mental atau emosional dan juga penguasaan secara ekonomis. Kekerasan terjadi karena
ketidakseimbangan antara suami dan istri baik secara fisik, dan ekonomi kepada yang lemah, antara yang dominan kepada yang kurang dominan dan
antara yang berkuasa dan yang tidak berdaya LPKP2, 2003. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2004 pasal 1, kekerasan dalam
rumah tangga merupakan perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Laporan Bank Dunia 1994, bentuk kekerasan terhadap
perempuan yang terbanyak adalah penyiksaan terhadap istri atau tepatnya penyiksaan terhadap perempuan dalam relasi hubungan intim Intimate
Partner Violenceyang mengarah pada sistematika kekuasaan dan kontrol, yaitu penyiksa berupaya untuk menerapkannya terhadap istri melalui
penyiksaan secara fisik, emosi, sosial, seksual, dan ekonomi. Berdasarkan uraian diatas, kekerasan dalam rumah tangga adalah
perbuatan yang dilakukan terhadap perempuan melalui penyiksaan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi yang memberikan dampak terhadap
perempuan sebagai korban.
2. Jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Komnas Perempuan 2002 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT dapat berupa:
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan seperti memukul, menampar,
menjambak, menginjak, mendorong, melempar barang, sampai dengan melakukan pembunuhan seperti menusuk dan membakar. Perlakuan ini
akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah, atau bekas luka lainnya.
b. Kekerasan psikologis atau emosional
Kekerasan psikologis atau emosional merupakan kekerasan emosional berupa ucapan-ucapan yang menyakitkan, kotor, membentak, menghina,
menyudutkan ataupun mengancam. Kekerasan psikologis atau emosional ialah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Pelaku sering memutarbalikkan
fakta, istri selalu dilihat sebagai pihak yang bersalah, sementara suami selalu berada dipihak yang benar.
c. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual ialah perbuatan pengisolasian atau menjauhkan istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual,
memaksa selera seksual sendiri, dan tidak memerhatikan kepuasan pihak istri. Tindak kekerasan yang dilakukan, seperti pemerkosaan atau
pemaksaan hubungan seks, pemukulan dan kekerasan yang dilakukan sebelum melakukan hubungan seks, pornografi, penghinaan seksualitas
melalui bahasa verbal, dan lain-lain. d.
Kekerasan ekonomi Kekerasan yang dilakukan, seperti tidak memberikan nafkah untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga sementara melarang istri untuk bekerja, menghambur-hamburkan uang sementara istri dan anak
kekurangan, memperkerjakan istri atau menguasai uang atau barang milik istri dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, jenis kekerasan dalam rumah tangga ialah kekerasan secara fisik, psikologis atau emosional, seksual, dan ekonomi atau
penelantaran rumah tangga.
3. Karakteristik Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam Dewi 2007, menyebutkan beberapa karakteristik pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga Marwick, 1998; Old Sally, 2004,
Strack, 1996yaitu, laki-laki atau suami sebagai pelaku berdampak dari adanya pengaruh dalam keluarga, seperti perilaku kasar dalam keluarga,
kurangnya pengajaran agama, kemungkinan dengan status ekonomi yang rendah, peran-peran jenis kelamin yang bersifat tradisional dan agresif untuk
laki-laki, dan terjadi disfungsi dalam sistem keluarga. Pembawaan personal juga mendorong pelaku untuk melakukan
kekerasan dalam rumah tangga, seperti perasaan tidak adekuat, inferior, sering menyalahkan orang lain karena tindakannya sendiri, memiliki
kecemburuan yang berlebihan, ingin memiliki, cepat marah, tidak menerima diri, agresif, memiliki emosi yang belum matang, tidak dapat mengontrol
diri sendiri, dan tidak menaruh hormat pada perempuan. Pengaruh gaya hidup juga menjadi pendukung laki-laki menjadi pelaku kekerasan, seperti
penyalahgunaan konsumsi alkohol, perselisihan verbal, sulit mendapatkan