PERSIAPAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN

C. HASIL PENELITIAN

Tabel 2 Data demografis Informan Keterangan Informan Nama Usia saat ini Suku asal Tempat tinggal Pekerjaan Pendidikan terakhir Jumlah anak usia Usia suami saat ini Suku asal Pekerjaan suami Pendidikan terakhir suami Bentuk kekerasan yang dialami Mengalami kekerasan sejak I 38 tahun Jawa Jawa Timur Sleman Ibu Rumah Tangga SMK 4 orang 7 tahun, 5 tahun, 3,5 tahun, dan 3 bulan dalam kandungan 49 tahun Jawa Bantul Pengangguran bekerja serabutan SD kelas 4 Kekerasan fisik, psikologis, ekonomi Dari kelahiran anak pertama hingga sekarang 1. Deskripsi Informan dan suami Dalam paragraf ini akan dijabarkan berupa gambaran keadaan rumah tangga informan, uraian kekerasan yang dialami informan, sikap dan keadaan suami, keadaan informan saat ini, latar belakang informan dan keluarga, dan latar belakang suami dan keluarga. a. Gambaran rumah tangga informan Sejak menikah hingga saat ini informan tidak pernah bekerja. Informan mendapatkan larangan dari suami untuk bekerja. Oleh karena itu, kehidupan keluarga bergantung pada penghasilan suami. Awal pernikahan, suami masih memiliki pekerjaan yang cukup untuk menghidupi keluarga. Akan tetapi, kebiasaan suami dan kegemaran suami dalam berjudi membuat perekonomian keluarga perlahan- lahan menurun dan tidak terkendali hingga suami tidak memiliki pekerjaan. Selama kurang lebih tiga tahun terakhir hidup seadanya, berpindah-pindah rumah kontrakan, kost, dan saat ini tinggal di sebuah rumah yang tidak layak untuk dihuni. b. Kekerasan yang dialami informan Kekerasan yang didapatkan informan berupa kekerasan fisik, psikologis, dan ekonomi. Kekerasan pertama yang terjadi ialah kekerasan psikologis. Saat infoman memiliki anak pertama, keributan sudah sering terjadi antara informan dan suami. Hal itu membuat informan pulang ke rumah orangtuanya. Pemicu keributan yang terjadi ialah suami yang menjalin hubungan dengan perempuan lain selingkuh. Kejadian tersebut berulang saat informan mengandung anak kedua. Suami berselingkuh dengan seseorang yang diakui suami sebagai pembantu. Saat membesarkan anak keduapun, suami kembali berhubungan dengan perempuan lain yang berstatus janda. Saat mengandung anak ketiga, suami juga memiliki hubungan dengan seorang mahasiswa. Menurut pengakuan informan, suaminya dapat dengan mudah memikat perempuan karena memiliki “ilmu”. Kekerasan psikologis lain yang diterima oleh informan ialah kebiasaan dan kegemaran suami dalam berjudi yang membuat informan selalu disalahkan terkait ekonomi rumah tangga. Suami sangat perhitungan dan detail terhadap pengeluaran hingga informan diminta untuk membuat daftar pengeluaran. Tak jarang informan disalahkan jika ada uang yang terselip atau kurang. Infoman tidak terima jika disalahkan. Oleh karena itu, informan melawan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kekerasan fisik yang didapatkan informan. “Kalau sekarang nyalah-nyalahin saya. Padahal yang habisin rumahnya dia, buat aneh-aneh. Disalahin dikiranya saya ngabisin duit, sering diungkit-ungkit gitu. Ya marah mbak, orang saya gak boros, kadang masalah uang belanja mbak. Sama saya itung-itungan banget. Saya dituduh boros, padahal sini udah nerapkannya hati- ha ti udah biar ndak ramai…” WI.2, L301-302, L304-307; L312-313 Selain itu, suami memaki-maki informan dengan kata-kata yang tidak sopan atau kata-kata kotor. Hampir setiap hari informan mendapatkan makian tersebut. Bahkan anak-anak ikut mencontoh perkataan kotor yang diucapkan. “Iya mbak. Kalau sekarang yang itu mbak diomong kotor gitu.Kan gak ada orang yang mau dikata-katain kotor toh mbak. Malu sama orang kalau kedengaran orang. Malu sama tetangga. Dulu ini ikut ngomongin itu sama saya menunjuk X…” WI.2, L531-534 Suami juga kerap mengancam informan disaat sedang marah. Selain itu, sejak informan mengandung anak keempat, suami sering kali menyuruh informan untuk pergi meninggalkan rumah. “Tapi sekarang ya ada perubahan mbak. Cuma saya disuruh pergi. Orang hamil disuruh pergi, ikut siapa gitu… Dikit-dikit disuruh pergi, kalau dia marah…” WI.2, L381-382; L385 Kekerasan fisik yang didapatkan informan berupa kepala yang dibenturkan ke tembok, dilempar menggunakan handphone, dipukul pada bagian hidung, dan dilempar menggunakan gelas kaca. Sejak mendapatkan kekerasan dilempar menggunakan gelas kaca, informan mengadukan kekerasan yang ia dapatkan pada lembaga PSBK Yogyakarta yang kemudian dirujuk dan ditangani oleh P2TP2A Sleman mengadukan pada bulan Maret 2015. Beberapa pekan yang lalu, informan hampir mendapatkan kekerasan fisik dari suami, berupa kayu yang dilempar mengarah pada informan. Akan tetapi, kayu tersebut mengenai jemuran dan tidak mengenai informan. Kekerasan ekonomi yang didapatkan informan berupa larangan dari suami untuk bekerja. Sementara suami tidak selalu mendapatkan penghasilan dan penghasilan yang didapatkan tidak selalu mencukupi kebutuhan keluarga. Selain itu, kebiasaan suami menghambur-hamburkan uang lewat kegemarannya dalam berjudi membuat informan dan anak-anak kekurangan dalam konteks ekonomi. “Kan kalau dulu main kartu itu lho mbak, sampai habisin rumah. Sekarang kadang-kadang catur itu lho. Udah hidup kayak gini, megang duit sedikit aja udah, masih maju. Kadang apa, sampai jengkel saya, saudaranya…” WI.2, L237-239 L241-242 c. Sikap suami dan keadaan suami Sikap suami terhadap informan sangatlah buruk. Suami tidak merasa telah melukai fisik dan hati informan. Setelah informan melaporkan kekerasan yang didapatkan, suaminya masih saja mencoba melakukan kekerasan fisik dan hampir setiap hari memaki- maki informan dengan kata-kata kotor. Suami sama sekali tidak memiliki ketakutan atas konsekuensi tindak kekerasan yang ia lakukan pada informan. Padahal suami dan informan telah menandatangani surat kesepakatan bersama bermaterai yang berisi pasal-pasal untuk dipatuhi bersama. Jika salah satu melanggar, maka akan diproses secara hukum. Saat ini suami memiliki sedikit perubahan yang baik, salah satunya ialah adanya niat suami untuk bekerja mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika dulu, suami memilih-milih untuk melakukan suatu pekerjaan. Ketika informan mengingatkan dan memberitahu adanya lowongan pekerjaan, suami informan marah dan mengatakan dirinya tidak mau diatur. Saat ini suami informan juga sudah tidak lagi perhitungan dan detail terhadap pengeluaran untuk keperluan rumah tangga. Akan tetapi, masih banyak keraguan informan terhadap perubahan yang ditunjukkan oleh suami. d. Keadaan informan saat ini Informan masih menyimpan luka atas sikap dan perlakuan suami. Informan merasa terbebani dengan keadaan yang menyudutkan dirinya. Hal ini tampak saat informan diwawancarai, informan menyatakan perasaannya dengan menangis. Meskipun informan memiliki keinginan untuk berpisah dengan suami, informan tetap memikirkan nasib anak-anak dan mengurungkan niatnya demi kepentingan anak-anak. Informan merasa bertanggung jawab atas anak-anak. Informan takut jika dirinya berpisah dengan suami maka anak-anak dibesarkan oleh suaminya yang pemarah. “Kalau mau pisah udah dari dulu. Cuma mau pertahankan karna anak-anak. Adakan mbak, orangtua pisah, ikut ibu baru atau gimana, saya takut…” WI.2, L283-285 Informan juga khawatir jika orang lain tidak dapat merawat, menjaga, dan menyikapi anak-anaknya dengan baik. Informan yakin bahwa yang mampu memberikan pengasuhan yang terbaik adalah ibu kandung. Kondisi kehamilan saat ini juga menjadi bahan pertimbangan informan untuk berpisah dengan suami. Informan merasa malu dengan lingkungan sekitar atas kehamilannya dikarenakan keadaan ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan, mengundang warga sekitar membicarakan dirinya. Selain itu, informan juga meyakini dirinya ti dak dapat berpisah karena “ilmu” yang dimiliki oleh suaminya. “Bapaknya kan punya daya tarik itu lho mbak, cari orang pinter… Misalkan saya ingin berubah sikap, waktu belum ada X itu, waktu pacaran, itu gak bisa pisah sama bapaknya. Sampai sekarang juga gitu, misalnya gimana gitu saya pulang ke Jawa Timur tetep gak bisa mbak. Dia ke orang tua terus, maksudnya kayak dukun gitu lho” WI2, L265-270 Informan hanya bisa mengalah terhadap suaminya. Sesekali informan membantah tuduhan dan kesalahan yang dilemparkan pada dirinya. Informan merasa masih memiliki harga diri. Akan tetapi, jika informan membantah, suaminya akan lebih tega untuk memperlakukan dirinya dengan kasar. Informan merasa dirinya serba salah. Informan juga pasrah kepada Tuhan karena dirinya yakin Tuhan memberikan jalan yang baik. Informan berusaha untuk sabar, dan menerima kenyataan serta keadaan dengan berdoa. e. Latar belakang informan dan keluarga informan Informan dilahirkan dari sebuah keluarga kecil sederhana dari sebuah pedesaan di daerah Pacitan. Sejak berusia lima tahun, informan hanya dibesarkan dan dididik oleh ibu karena ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itu ibu informan menjadi orangtua tunggal untuk kedua anaknya. Infoman memiliki satu orang adik laki-