b. Dampak Kekerasan Terhadap Anak Sebagai Korban Secara Tidak
Langsung
Marianne James pada tahun 1994 dalam Wahab, 2006, mengungkapkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga memiliki
dampak yang sangat berarti terhadap perilaku anak, kemampuan kognitif anak, kemampuan pemecahan masalah, dan fungsi untuk mengatasi
masalah emosi. Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga terjadi sejak anak usia bayi hingga anak usia sekolah.
Jaffe dkk, 1990 dalam Wahab, 2006 mengungkapkan bahwa anak bayi yang menyaksikan kekerasan yang terjadi pada kedua orangtuanya
sering dicirikan dengan anak yang memiliki kesehatan yang buruk, kebiasaan tidur yang buruk, dan teriakan yang berlebihan. Kondisi
tersebut berlanjut pada ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang sering kali tampak dalam permasalahan emosi
anak, bahkan sangat berkaitan dengan persoalan kelancaran komunikasi anak.
Dalam Wahab 2006, dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak balita digambarkan dengan masalah perilaku, seringnya
sakit, memiliki rasa malu yang serius, memiliki harga diri yang rendah, dan memiliki masalah selama pengasuhan terutama permasalahan sosial,
seperti memukul, menggigit, dan suka mendebat. Selain itu, stres yang dirasakan anak balita sebagai dampak dari menyaksikan kekerasan
dalam rumah tangga yang terjadi juga ditandai dengan mudah menangis,
kurang atau mundurnya kemampuan berbahasa, toilet training, gangguan tidur, dan persoalan kelekatan ketika anak mudah takut dan stres
ditinggal pengasuhnya dalam Margaretha, 2007; 2010. Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak usia pra-
sekolah ditunjukkan dengan emosi negatif anak yang diwujudkan dengan perilaku marah yang diikuti dengan rasa sedih dan adanya
keinginan anak untuk menghalangi dan ikut campur. Sebagian anak tidak menunjukkan emosinya akan tetapi setelahnya menjadi marah. Selain
itu, juga terdapat anak yang terlihat biasa saja bahkan terlihat bahagia, namun sebagian besar dari mereka menunjukkan sikap agresif secara
fisik dan verbal terhadap teman sebaya. Dalam Margaretha 2007; 2010 mengungkapkan bahwa anak yang
berada di masa kanak-kanak awal sejak lahir hingga usia 6-7 tahun yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dapat
memunculkan lebih banyak permasalahan perilaku, permasalahan relasi sosial, gejala post-traumatic stress disorder PTSD, dan kesulitan
mengembangkan empati jika dibandingkan dengan anak seusianya yang tidak menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga Huth-Bocks,
Levendosky, Semel, 2001. Anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga
menunjukkan tingkat distress yang lebih tinggi. Delange 1986 melalui pengamatannya melihat bahwa kekerasan dalam rumah tangga
berdampak terhadap kompetensi perkembangan sosial-kognitif anak usia