Jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga
suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
Faktor lain yang mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah stres lingkungan, seperti kemiskinan dan pengangguran.
Situasi yang stres seperti adanya konflik dalam pernikahan juga berkontribusi sebagai faktor pendorong. Selain itu, isolasi sosial dan adanya
pengalaman menggunakan hukuman fisik yang diberikan oleh orangtua. Kontrol impuls yang buruk yang dimiliki suami dan harga diri yang rendah
juga menjadi bagian dalam faktor yang mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut Zastrow Browker dalam Wahab, 2006, terdapat tiga teori yang dapat menjelaskan terjadinya kekerasan yaitu teori biologis, teori
frustasi-agresi, dan teori kontrol. Pertama, teori biologis menunjukkan bahwa manusia mempunyai insting agresif yang dibawa sejak lahir. Selain
itu, perlakuan kasar merujuk pada perilaku agresi yang menjadi bagian perilaku yang dipelajari dan dipelajari di rumah. Kedua, teori frustasi-agresi
menunjukkan bahwa kekerasan sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Orang frustasi cenderung terlibat
dalam tindakan agresif. Biasanya orang frustasi juga cenderung menyerang sumber frustasi atau memindahkan frustasinya kepada orang lain. Ketiga,
teori kontrol menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung lebih mampu mengontrol
dan mengendalikan perilaku yang impulsif dengan baik. Jadi kekerasan
cenderung dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat yang berarti dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah pembelaan atas kekuasaan laki-laki,
diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi, beban pengasuhan, anggapan perempuan seperti anak-anak, orientasi peradilan pidana pada
laki-laki, kemiskinan dan pengangguran.