Kerusakan Hepar TINJAUAN PUSTAKA

b. Kolestasis Kolestasis merupakan bentuk penekanan atau penghentian dari aliran cairan empedu, dan kemungkinan ada penyebab intrahepatik dan ekstrahepatik. Inflamasi atau halangan dari saluran empedu menyebabkan retensi garam empedu sehingga terjadi akumulasi bilirubin, dan akan mengakibatkan jaundice Hodgson, 2010. Mekanisme lain yang juga dapat menyebabkan kolestasis adalah perubahan fluiditas membran yang mengubah fungsi protein transport dan enzim, gangguan sitoskeleton dan transportasi vesikel yang biasanya menentukan sekresi polaritas dan transport protein target terhadap membran basolateral dan kanalikular, kerusakan pada struktur junction yang menyebabkan hilangnya gradien osmotik karena adanya kebocoran pada jalur paraseluler, dan kerusakan jalur transduksi sinyal yang normalnya mengkoordinasikan fungsi sel dalam lobus hati melalui gap junction dan merangsang kontraksi empedu kanalikular Acalovschi and Paumgartner, 2001. Gambar 3. Struktur hati yang mengalami kolestasis Arora, 2012 Gambar 3 merupakan gambar histopatologi dari kolestatis yang diakibatkan oleh reaksi obat, obstruksi empedu, dan pembedahan Arora, 2012. c. Fibrosis dan Sirosis Fibrosis dikarakterisasi oleh deposisi dari kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein. Fibrosis yang luas dapat mengacaukan bentuk hepar. Hodgson, 2010. Keberlanjutan dari fibrosis adalah sirosis, gagal hepar, dan hipertensi portal Bataller and Brenner, 2005. Sirosis merupakan suatu bentuk perubahan hepar karena ada pemaparan dari agen toksik pada hepar. Sirosis dikarakteristik oleh fibrosis yang memperluas deposisi kolagen Hodgson, 2010. Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik, kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotoksin. Alkoholisme dan malnutrisi adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sirosis pascanektrotik akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering dijumpai. Ada empat macam sirosis, yaitu: 1. Sirosis Laennec. Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal sirosi ini, hepar membesar dan mengeras. Namun pada tahap akhir, hepar mengecil dan dan nodular. 2. Sirosis pascanekrotik. Pada sirosis ini, terjadi nekrosis yagn berat karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa. 3. Sirosis bilier. Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koledukus komunis duktus sistikus. 4. Sirosis jantung. Penyebabnya adalah gagal jantung sisi kanan gagal jantung kongestif. Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2005. Sirosis merupakan titik ketika terjadi kerusakan berulang dan ada akumulasi luka yang kemudian tidak dapat kembali ke bentuk semula atau menjadi ireversible. Kondisi ini memicu terjadinya sirosis yang semakin parah, diikuti dengan kerusakan hepar pada level akhir, penyakit hati, dan sirosis terdekompensasi atau gagal hepar Lee, 2013. Sirosis terjadi ketika ada kerusakan berulang dan ada akumulasi luka yang menyebabkan luka yang tidak dapat kembali ke bentuk normal irreversible. Sirosis kemudian akan berlanjut menjadi sirosis yang lebih parah diikuti oleh terjadinya penyakit hepar pada tahap akhir, hingga akhirnya terjadi sirosis yang terdekompensasi atau kegagalan hepar Lee, 2013. d. Nekrosis Nekrosis adalah suatu bentuk hilangnya fungsi sel-sel hepar secara permanen. Nekrosis biasanya diketahui sebagai kerusakan hepar akut, dapat terlokalisasi dan dapat mempengaruhi beberapa sel hepar fokal nekrosis, atau dapat mempengaruhi seluruh lobus nekrosis luas Hodgson, 2010. Nekrosis biasanya terjadi karena adanya gangguan metabolik dengan deplesi ATP seperti yang terjadi pada iskemi Malhi, Gores, and Lemasters, 2006 . e. Apoptosis Apoptosis adalah suatu bentuk kematian sel terkontrol yang berfungsi sebagai titik regulasi untuk proses biologis dan dianggap sebagai tanda adanya pembelahan sel secara mitosis. Apoptosis merupakan fisiologis yang normal, namun dapat juga diakibatkan karena ada faktor-faktor eksogen seperti pemaparan xenobiotika, radiasi, dan anoxia Hodgson, 2010.

D. Hepatotoksin

Menurut Zimmerman cit., Rahmamurti, 2013, hepatotoksin adalah senyawa kimia yang memiliki efek toksik terhadap hepar dengan dosis berlebihan atau dilakukan pemejanan dalam waktu yang lama. Senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hepar ada dua, yaitu: a. Hepatotoksin teramalkan tipe A Merupakan golongan senyawa yang memiliki sifat dasar toksis terhadap hepar. Perkembangan dan tingkat kerusakan hepar tergantung pada dosis yang diberikan. Contoh dari hepatotoksin ini adalah etionin, kloroform dan karbon tetraklorida. b. Hepatotoksin tak teramalkan tipe B Pada dasarnya, obat atau senyawa pada hepatotoksin tak teramalkan tidak bersifat toksik pada hepar tetapi pemberiannya pada beberapa orang tertentu dapat menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin ini tidak bergantung pada dosis pemberian. Frekuensi kejadian hanya 1 : 1000 orang. Contoh dari hepatotoksin ini adalah isoniazid dan halotan.

E. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida adalah cairan tidak berwarna Rieth, Sams, Manibusan, Jinot, Kopylev, White, et. al, 2010. Karbon tetraklorida dengan cepat diabsorbsi melalui berbagai rute pejanan pada manusia dan hewan uji. Karbon tetraklorida terabsobsi secara luas ke berbagai jaringan, terutama yang mempunyai kandungan lipid yang tinggi, maka konsentrasi karbon tetraklorida akan mencapai konsentrai puncak dalam jangka waktu kurang dari 1-6 jam, tergantung konsentrasi atau dosis pejanan Rieth, et al., 2010. Karbon tetraklorida dikonversi menjadi triklorometil radikal CCl 3 • kemudian menjadi triklorometilperoksi CCl 3 O 2 • . Senyawa radikal mempunyai tingkat kereaktifan yang sangat tinggi dan jika senyawa radikal ini masuk ke sel sentrilobular hepar yang mengandung konsentrasi tinggi sitokrom P450, maka senyawa radikal ini akan diaktivasi dan dapat menyebabkan terjadinya nekrosis Hodgson, 2010. Gambar 4. Mekanisme biotransformasi karbon tetraklorida Rieth, et al., 2010 Radikal triklorometil bergantung pada availabilitas oksigen, termasuk beberapa jalur alternatif untuk kondisi aerob dan anaerob. Secara anaerob, radikal triklorometil akan berdimerisasi membentuk hexakloroetana. Penambahan proton dan elektron ke radikal menghasilkan formasi berupa klorofom. Radikal triklorometil dapat melalui dehalogenasi reduktif lebih lanjut yang dikatalis oleh

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian jangka panjang dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Efek hepatoprotektif jangka panjang dekokta kulit buah persea americana Mill. terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 8

Pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah persea americana Mill. terhadap aktivitas enzim alkali fosfatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

1 5 96

Pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit buah Persea americana Mill. terhadap kadar albumin tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 84

Pengaruh pemberian jangka pendek dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 8

Pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada hati tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 91

Pengaruh pemberian jangka panjang dekok kulit persea americana Mill. terhadap kadar alkalin fosfatase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 8

Pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 81

Pengaruh pemberian jangka panjang infusa kulit Persea americana Mill. terhadap aktivitas alkali fosfatase pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida

0 6 79

Pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada hati tikus terinduksi karbon tetraklorida

0 1 89