Kerangka Berpikir LANDASAN TEORI

terutama dalam kaitannya dengan soal pecahan. Asumsinya, sekolah yang menerapkan PMRI mampu mendorong siswa untuk mampu menyelesaikan soal pecahan matematika secara lebih baik dalam hubungannya dengan kehidupan sehari- hari. Jika asumsi ini benar, dapat dikatakan bahwa pendekatan PMRI lebih unggul dibandingkan pendekatan konvensional. Berdasarkan kajian teoritis dan penyusunan kerangkan berpikir di atas peneliti ini merumusan sebagai berikut: Analisis Perbandingan Gambar 2.4 Skema Analisis 1. Deskripsi perbedaan proses pembelajaran di SD PMRI dan Non-PMRI. 2. Adakah perbedaan minat siswa terhadap matematika sebagai akibat perbedan proses pembelajaran di SD PMRI dan Non-PMRI. 3. Adakah perbedaan, dampak pembelajaran matematika terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pecahan matematika pada SD PMRI dan SD Non-PMRI. SD dengan Pendekatan PMRI SD Non-PMRI Indikator: 1. Keaktifan Guru dalam Proses Dialog 2. Keaktifan Siswa 3. Interaksi Guru-Siswa 4. Minat siswa 5. Proses Pemecahan Masalah Pecahan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar hanyalah merupakan aktivitas mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji berbentuk informasi materi pelajaran, sementara sebagian yang lain berpendapat bahwa belajar adalah kegiatan dalam menerima informasimateri pelajaran yang belum pernah diterima sebelumnya. Berikut ini peneliti kemukakan definisi belajar menurut perspektif behavioris dan konstruktivis.

2. Belajar

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar adalah suatu sistem respons tingkah laku terhadap rangsangan fisik Suparno, 1997. Menurut Skinner dalam Muhibbin, 1995, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Definisi ini menekankan efek kejadian eksternal pada tingkah laku individu. Sementara itu, menurut perspektif konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar dalam mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain Suparno, 1997. Marlow dan Page dalam Huang, 2006 menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivis berbeda dari pendekatan tradisional dalam empat hal. e. Pembelajaran kontruktivis berkaitan dengan mengontruksi pengetahuan, bukan langsung menerima. f. Pembelajaran kontruktivis berhubungan dengan pemahaman dan aplikasi, bukan mengulang. g. Pembelajaran kontruktivis berkaitan dengan pemikiran dan analisis, bukan akumulasi dan ingatan. h. Pembelajaran kontruktivis berbicara tentang menjadi aktif, bukan pasif. Di samping itu, dalam perspektif ini, belajar juga merupakan suatu proses mengasimilasi dan mengaitkan pengalaman atau materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang, sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses seperti itu mempunyai karakteristik sebagai berikut Suparno, 1997. e. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia miliki. f. Konstruksi arti adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah. g. Belajar bukan hanya kegiatan mengumpulkan fakta tetapi lebih merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. h. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya Bettencourt, 1989

3. Mengajar

Dalam perspektif behavioris, mengajar adalah proses mengatur lingkungan 9 agar dapat membantu siswa belajar Suparno, 1997. Di sini diandaikan bahwa pikiran manusia adalah suatu kotak hitam black box yang prosesnya tidak bisa diketahui Souviney, dalam Marpaung, 2006 atau bejana kosong yang dapat diisi apa saja oleh siapa pun yang ingin mengisi. Konsekuensinya, semua pengetahuankonsep matematika ditransfer oleh guru secara aktif kepada siswapelajar yang menerima secara pasif. Sementara itu, dalam perspektif konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, tapi kegiatan yang memungkinkan siswa membangun pengetahuannya sendiri. Mengajar berarti partisipasi guru bersama pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan dan bersikap kritis, serta mengadakan justifikasi. Menurut Glaserfeld dalam Suparno, 1997 mengajar adalah membantu orang berpikir secara benar dengan membiarkan ia sendiri. Guru hanyalah berperan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik.

4. Pembelajaran

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif behavioris, pembelajaran adalah kegiatan memindahkan pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa. Peran siswa dalam pembelajaran sangat minimal, yaitu ia hanya mendengarkan, melihatmenonton, dan meniru apa yang dikatakandikerjakandicontohkan oleh guru. Sementara itu, menurut perspektif konstruktivis, pembelajaran merupakan