lain, sehingga siswa bisa melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. Konsep matematika adalah relasi-relasi. Secara psikologis, hal-hal
yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang dibanding hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama lain.
5 Prinsip interaksi, yaitu matematika dilihat sebagai aktifitas sosial. Siswa perlu dan harus diberi kesempatan menyampaikan strategi menyelesaikan suatu
masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain, strategi menemukan hal itu, kemudian menanggapi
temuan tersebut. Melalui diskusi, pemahaman siswa tentang suatu masalah atau konsep akan menjadi lebih mendalam dan siswa terdorong melakukan
refleksi yang memungkinkan ia menemukan pengertian guna memperbaiki strateginya atau menemukan solusi suatu masalah.
6 Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberi kesempatan dibimbing untuk menemukan kembali pengetahuan matematika. Guru menciptakan kondisi
belajar yang memungkinkannya mengkonstruksi pengetahuan matematika sendiri, bukan hanya mentransfer pengetahuannya ke dalam pikiran siswa.
Guru perlu mengetahui karakteristik setiap siswanya, agar ia lebih mudah membantu mereka dalam proses mengkonstruski pengetahuan.
b. Ciri-ciri Pendidikan Matematika Realistik PMR
Menurut Gravemeijer dalam Suwarsono, 2001, di antara ciri Pendidikan Matematika Realistik PMR adalah sebagai berikut:
1 Penemuan terbimbing dan matematika progresif guided reinvention and
progressive mathematization. Saat mempelajari matematika, siswa harus memiliki pengalaman dan menemukan sendiri berbagai konsep dan prinsip
matematika dengan bimbingan orang dewasa. 2 Fenomenologi didaktis didactical phenomenology. Untuk mempelajari
matematika, siswa bertolak dari masalah kontekstual, yaitu masalah yang berasal dari dunia nyata atau setidak-tidaknya dapat dibayangkan sebagai
masalah-masalah yang nyata. 3 Model-model yang dikembangkan-sendiri self-developed models Dalam
mempelajari matematika yang berasal dari masalah-masalah kontekstual, siswa diharapkan bisa mengembangkan model atau cara-cara penyelesaian
masalah-masalah tersebut. Model-model tersebut merupakan batu loncatan bagi siswa dari situasi konkret ke situasi yang abstrak.
Sementara itu, De Lange 1996 menggambarkan pendekatan realistik itu sebagai berikut:
Matematisasi dalam Aplikasi
Matematisasi dan Refleksi
Abstraksi dan Formalisasi
Abstraksi dan Formalisasi
Gambar 2.2. Konsep Pendidikan Matematika Realistik De Lange Mulai dengan masalah kontekstual
Gambar 2.3. Proses Linier Matematisasi De Lange
Supaya pembelajaran bermakna bagi siswa, pembelajaran dimulai dengan masalah-masalah kontekstual. Kemudian siswa diberi
kesempatan menyelesaikan masalah itu dengan caranya sendiri sesuai skema yang dimiliki dalam pikirannya. Artinya, siswa diberi
kesempatan melakukan eksplorasi, interpretasi dan mencari
Refleksi
Abstraksi
Konsep
Aplikasi dan Refleksi
Kembali ke Masalah Kontekstual