Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

matematika, sehingga ia mempunyai keinginan besar untuk memecahkan masalah matematika lantaran adanya pendekatan baru. Barnes 2004 mengatakan: RME memainkan peran besar dalam membawa dan membahas konsepsi- konsepsi alternatif tentang pembelajar dalam intervensi ini. Hal ini terjadi untuk pertama kali melalui penerapan prinsip reinvensi terbimbing guided reinvention dalam desain permasalahan kontekstual. PMRI yang kini sedang diujicoba dan diimplementasikan di beberapa SD dan MIN, diantaranya SD Negeri Timbulharjo Kabupaten Seleman Yogyakarta. PMRI merupakan adaptasi dari RME yang dikembangkan di Belanda, berdasarkan ide Freudenthal Gravemeijer, 1994. Dalam beberapa hal, PMRI mempunyai kesamaan dengan RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan intertwinment Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998. Karakteristik RME, menurut de Lange 1987 dan Gravemeijer 1994, sebagai penjabaran dari ketiga level Van Hiele, Fenomenologi Didaktik Freudenthal dan Matematisasi Progresif Treffers 1991 adalah sbb: 1. Penggunaan konteks dalam eksplorasi secara fenomenologis mathematics as human activity and the use of context; 2. Penggunaan model atau penghubung sebagai jembatan untuk mengkonstruksi konsep: matematisai horisontal dan vertikal; 3. Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa; 4. Sifat interaktif proses pembelajaran; 5. Dan saling-berkait antara aspek-aspek atau unit-unit matematika intertwinement. PMRI merupakan adaptasi dari RME dalam kontek indonesia. Ke lima prinsip itu ada dalam PMRI, yang Marpaung 2006 dijabarkan menjadi sepuluh karakteristik PMRI yang diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah. Kespuluh karakteristik itu adalah sebagai berikut: 1. Murid aktif, guru aktif matematika sebagai aktivitas manusia. 2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah kon- tekstualrealistik. 3. Guru memberi siswa kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. 4. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. 5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok kecil atau besar. 6. Pembelajaran tidak selalu di kelas bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data. 7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan siswa, juga antara siswa dan guru. 8. Siswa bebas memilih modus representasi sesuai dengan struktur kognisi-nya sewaktu menyelesaikan suatu masalah menggunakan model. 9. Guru bertindak sebagai fasilitator Tutwuri Handayani. 10.Kalau siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah, tidak dimarahi tapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan. Berdasarkan wawancara dengan seorang guru Kelas IV di SD Negeri Timbulharjo yang menerapkan PMRI dan di SD Negeri Mustokorejo yang tidak menerapkan PMRI Kabupaten Seleman Yogyakarta, diperoleh informasi bahwa dalam praktik pembelajaran matematika di kelas. Guru dihadapkan pada persoalan umum yaitu sulitnya siswa dalam menyelesaikan soal pecahan matematika. Sulitnya cara menyelesaikan soal pecahan karena kurangnya minat siswa dalam belajar matematika. Lemahnya minat siswa dalam belajar matematika lebih diakibatkan pendekatan pembelajaran yang tidak tepat. Pendekatan konvensional yang selama ini diterapkan guru kurang memberi siswa dorongan mengkonstruksi kemampuannya sendiri. Dalam pendekatan PMRI, hal itu menjadi masalah sangat penting karena pendekatan ini menekankan keaktifan dan kreatifan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, beberapa masalah dalam pembelajaran matematika dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika, yang menggunakan pendekatan PMRI, memungkinkan dilakukan perbandingan antara pendekatan konvensional yang selama ini diterapkan di SD dalam pembelajaran matematika. 2. Pembelajaran PMRI lebih mengarah pada siswa supaya mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematikanya sehingga dimungkinkan untuk melihat dan membandingkan antusiasme belajar matematika dengan pembelajaran konvensional. 3. Kesulitan anak dalam proses menyelesaikan soal pecahan, terutama dilihat dari minat siswa, dalam matematika memungkinkan dilakukannya perbandingan antara pendekatan PMRI dan konvensional.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tiga rumusan masalah penelitian dapat diajukan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pembelajaran matematika di sekolah yang menerapkan PMRI dan di sekolah yang tidak menerapkan PMRI dilihat dari keaktifan guru, keaktifan siswa, dan interaksi siswa? 2. Bagaimana minat siswa pada matematika dalam sekolah yang menerapkan PMRI dan sekolah yang tidak menerapkan PMRI? 3. Bagaimana cara siswa dalam menyelesaikan soal pecahan matematika di sekolah yang menerapkan PMRI dan sekolah yang tidak menerapkan PMRI?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Melihat perbedaan pembelajaran matematika di kelas pada sekolah yang menerapkan PMRI dan sekolah yang tidak menerapkan PMRI dilihat dari keaktifan guru, keaktifan siswa dan interaksi siswa selama pembelajaran. 2. Mengetahui perbedaan minat siswa pada matematika di sekolah yang menerapkan PMRI dan sekolah yang tidak menerapkan PMRI. 3. Membandingkan proses dalam meyelesaikan soal pecahan matematika di kelas dalam sekolah yang menerapkan PMRI dan sekolah yang tidak menerapkan PMRI jika dilihat dari keaktifan guru, keaktifan siswa, dan interaksi siswa.

E. Batasan Istilah

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Belajar merupakan suatu aktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan berbagai perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan keaktifan. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas Winkel, 1996:53. 2. Metode adalah cara kerja yang relatif umum untuk dapat mencapai tujuan tertentu Marpaung, 1992. 3. Peran siswa adalah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika dari awal sampai akhir pembelajaran. 4. Peran guru adalah aktivitas guru selama proses pembelajaran, sejak awal sampai akhir pembelajaran. 5. Antusiasme adalah kegairahan; bersemangat; minat besar terhadap sesuatu KBBI, 2007:59 6. Pembelajaran matematika merupakan proses yang ditempuh oleh guru atau