Manduamas Pada Masa Kolonial Belanda

Dunia luar bagi penduduk Toba di masa lampau adalah semua daerah tetangga. Dairi Pakpak dan Karo di sebelah utara, Simalungun di pantai timur Danau Toba, termasuk Asahan dan Angkola-Mandailing di sebelah selatan. Sementara di sebelah Barat adalah daerah pesisir antara Teluk Tapiannauli dan Pelabuhan Barus. Orang Batak Toba mempunyai hubungan dagang dengan Dairi Pakpak. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Batak Toba dan Pakpak Dairi sudah terjalin sejak zaman dahulu sampai sekarang sehingga hubungan yang terjalin tak sebatas hubungan karena perniagaan saja tetapi karena kesamaan budaya dan nenek moyang mereka.

2.5 Manduamas Pada Masa Kolonial Belanda

Zaman dahulu kala sebelum penjajahan Belanda suku Pakpak yang lima kelompok atau lima suak yakni : suak Singkil Boang, Suak Kelasen, Suak Simsim, Suak Keppas, dan Suak Pegagan adalah suatu kesatuan dalam bahasa dan adat istiadat. Jauh sebelum kita merdeka Belanda, Inggris, Perancis, Amerika, Portugis dan Spanyol dan negara barat lainnya sudah masuk ke Pantai Barat Sumatera Utara dengan maksud untuk membeli hasil hutan dari daerah Sumatera. Pada masa itu sudah terjadi perebutan kekuasaan melalui hasil perdagangan hasil hutan yang laris dijual di Eropa. Hasil hutan tersebut antara lain: damar, kemenyan, kapur barus, cula badak, lada dan lain-lain. Dengan adanya perebutan hasil hutan maka terjadilah peperangan di negara Eropa antara Belanda dengan Inggris. Penyelesaian peperangan ini muncullah Traktat London pada tanggal 17 Maret 1824 dengan isi perjanjian bahwa inggris harus menyerahkan seluruh wilayah atau daerah yang dikuasainya selama ini di Pantai Barat Sumatera kepada Belanda, sebaliknya Belanda harus menyerahkan seluruh wilayah yang dikuasainya di Semenanjung Malaka yang selama ini dikuasainya selama perdagangan. Sejak itulah Belanda mulai menguasai Pantai Barat Sumatera yakni Pelabuhan Barus dan Singkel, merupakan pelabuhan paling ramai. Belanda mulai membuat perjanjian dengan tokoh-tokoh masyarakat, pengetua masyarakat dengan perjanjian menguntungkan sepihak. Pada awalnya perjanjian itu banyak yang kurang memenuhi, maka Belanda mulai membuat perjanjian dengan lebih mempertajam lagi dimana bangsa kita tidak dibenarkan berdagang atau menjual hasil hutan yang dicarinya kepada orang lain. Bilamana ada yang tidak mematuhinya maka Belanda tidak segan-segan menekan dengan menggunakan militer atau tentaranya untuk kepentingan perdagangan ini. Belanda memasuki daerah Tapanuli Tengah dan dengan kelihaian atau kelicikannya yaitu dengan memberikan hadiah atau upah. Pada awalnya di daerah Toba, Belanda juga mendapat tantangan karena kurang sesuainya dengan budaya adat Batak, akan tetapi karena kelicikannya dan dengan memberi hadiah maupun upah besar kepada orang-orang tertentu, dimana kelak orang ini yang akan dipergunakan untuk menarik yang lainnya. Belanda pernah mendapat perlawanan Sisingamangaraja XII, karena Sisingamangaraja XII merasa kurang aman bagi perjuangannya takut apabila ada yang akan menghianati perjuangannya maka Sisingamangaraja XII berusaha bergabung dengan pejuang-pejuang Pakpak. Sisingamangaraja XII yang sudah mengetahui bahwa orang-orang Pakpak gigih berjuang dan tidak mau menyerah kepada Belanda lebih baik menyingkir ke hutan atau mengungsi daripada dijajah Belanda. Pernah terjadi dalam suatu peperangan antara pasukan Belanda dengan pasukan Gerilya, di pihak suku Pakpak banyak yang korban dan dipihak Belanda ada seorang Controleur yang mati dan tidak diizinkan oleh masyarakat untuk dikuburkan di tanah Pakpak maka terpaksa dibawa oleh Belanda ke Siborong-borong untuk dikebumikan. Belanda mempelajari Bahasa Toba dan setelah mengetahui Bahasa Toba maka mereka sudah dapat menghimpun orang-orang Toba. Belanda mendirikan gereja dengan berbahasa Toba yakni: Huria Kristen Batak Protestan HKBP dengan mencetak atau mengeluarkan buku bibel Alkitab, buku nyanyian dan lain-lain dengan Bahasa Toba. Pada saat pengembangan Agama Kristen yang dikembangkan oleh Belanda melalui Zending Agama Kristen dimana dari Toba HKBP akan masuk ke Tanah Pakpak. Pada prinsipnya suku Pakpak tidak setuju melihat cara Belanda menyanyikan lagu-lagu rohani lagu-lagu agama Kristen yang nyanyi bersama-sama. Sedangkan bagi suku pakpak sejak dahulu kala adalah tabu bilamana seorang anak gadis menyanyi didengar oleh besannya juga sebaliknya. Masyarakat Pakpak menganggap bahwa Agama Kristen dengan Zending HKBP ini adalah merusak tatakrama kehidupan suku Pakpak. Dengan adanya pemikiran atau perasaan yang sedemikian itu maka ada yang nekad membunuh penginjil dan sempat terbunuh dua orang penginjil yakni Van Lyman dan Munson di daerah Pakpak. Dengan terbunuhnya kedua penginjil tersebut maka Belanda mengirim berita ke Nederland Eropa maka muncullah kata-kata yang menyatakan Pakpak makan orang. Hal ini juga dipertajam oleh Belanda untuk memecah belah suku Pakpak yang sudah tunduk ke Tarutung bahwa dia adalah orang Dairi sedangkan orang yang membunuh adalah orang Pakpak. Dengan adanya perilaku dan sikap suku Pakpak yang keras, gigih, dan tak mau dijajah maka Belanda semakin marah dan semakin ganas melihat suku Pakpak maka timbullah kemarahan untuk menghancurkan atau memusnahkan suku Pakpak dengan cara: 1. Membakar rumah adat sampai habis, sehingga sekarang sudah sulit untuk menemukan rumah adat yang masih bersisa. 2. Peninggalan orang-orang tua dahulu kala, benda-benda bersejarah peninggalan zaman kuno misalnya: Mejan yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dibawa ke negeri Belanda. 3. Silsilah atau tarombo disusun atau dikurangi di negeri Belanda kemudian disebarluaskan ke Tapanuli sehingga mereka suku Toba mengatakan bahwa hampir semua marga suku Pakpak marga-marga yang ada di Tanah Pakpak berasal dari Toba sedangkan yang sebelumnya belum tentu demikian.

2.6 Manduamas Pada Awal Masuknya Batak Toba