BAB III KEBERADAAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI MANDUAMAS
3.1 Awal Kedatangan Masyarakat Batak Toba di Manduamas
Perpindahan penduduk dari dataran tinggi Toba Tapanuli Utara dalam era pra modern mulai sejak tahun 1900-an, terutama sejak terjadi ‘ledakan’ penduduk dan sulitnya memperoleh
lahan persawahan. Pada umumnya daerah persebaran mula-mula adalah ke daerah sekitarnya dan kemudian merembes ke daerah lain yang lebih jauh dari Tapanuli. Hingga sekarang perpindahan
tersebut masih berlangsung.
17
Dalam kurun waktu tahun 1900-1940 ini perpindahan penduduk dari Tapanuli Utara masih didominasi oleh kaum tani dengan sasaran utama untuk memperluas areal pertaniannya.
Mereka memasuki daerah Simalungun, Dairi, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Asahan, Labuhan Batu, Deli Serdang bahkan ada yang sampai ke Aceh Tanah Alas dan Singkil. Selain
dari Tapanuli Utara, tahun-tahun berikutnya ada yang pindah lagi remigrasi dari satu daerah ke daerah lainnya; pindah secara permanen atau temporer antara lain karena pengaruh konflik.
Perpindahan secara temporer dan sirkuler sering menjadi perpindahan permanen. Dengan berbekal pengetahuan dan teknik bertani yang dibawa dari kampung halamannya, daerah hutan
Perkembangan sosial budaya bergerak sangat cepat dewasa ini menimbulkan banyak dampak terhadap kehidupan dan pergaulan sosial orang Batak toba,
terutama yang hidup di desa-desa di daratan tinggi Toba Kabupaten Tapanuli Utara. Disadari sepenuhnya bahwa perkembangan itu merupakan pengaruh kemajuan pendidikan, hubungan
masyarakat yang terbuka dan sangat cepat antar wilayah dan antar suku.
17
O.H.S. Purba, Elvis F. Purba,”Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara suatu deskripsi”, Medan: Monora, 1998, hal 265.
belantara dan daerah rawa-rawa diolah menjadi areal persawahan dan perladangan sesuai dengan potensi daerahnya. Lumbung-lumbung padi pun menyebar di mana-mana.
18
Sejak tahun 1946 setelah melihat bahwa Manduamas sangat subur, pertaniannya bagus. Dulu Manduamas ini adalah lumbung padi, maka berdatanganlah orang Batak Toba dari Dolok
Sanggul, Pakkat dan Parlilitan masuk ke Siambaton Napa Manduamas. Maka semakin berkembanglah Manduamas dan adatpun menjadi dua, yaitu adat Pakpak Kelasen dan adat Toba
Humbang. Kedua adat ini berlaku sebagai adat pokok. Namun tidak mengisolasi beberapa adat suku pendatang seperti adat Karo, adat Mandailing, adat Jawa namun penggunannya tetap dalam
lingkup mereka. Adat Pakpak dipakai sejak tahun 1946 di Manduamas ini berkembang sampai sekarang yang disebut adat Pakpak Kelasen.
19
18
Ibid O. H. S. Purba, 1997, hal 268.
19
Wawancara dengan Gustaman Tumanggor, 30 Agustus 2014 di Manduamas.
Jadi, masuknya Batak Toba ke Manduamas melalui dua jalur, yaitu dari Dolok Sanggul, Pakkat dan Parlilitan yang merupakan wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan, dan yang
masuk dari Kabupaten Dairi. Motivasi suku Batak Toba datang ke Manduamas dari jalur yang berasal dari Kabupaten Humbang Hasundutan adalah untuk mencari tempat untuk penghidupan
melalui bercocok tanam dan didominasi oleh kaum tani. Seiring dengan waktu migrasi orang Batak Toba ke Manduamas terus berlanjut, mereka mulai membuka persawahan. Pada tahun
19061907 ada pembukaan jalan dari Dolok Sanggul ke Sidikalang, lalu rampung hingga ke Manduamas.
3.2 Kehidupan Masyarakat Batak Toba di Manduamas