persawahan dan mulai membuka hutan sebagai lahan pertanian.Orang Batak Toba memperoleh lahan melalui aturan adat setempat.Dimana ada daerah tertentu yang dapat diolah menjadi
pertanian seperti hutan dan ada lahan yang tidak dapat diolah yaitu lahan marga.Tempat tinggal orang Batak Toba yang pertama sekali bernamaPeduk.
23
Interaksi orang Batak Toba dengan penduduk asli suku Pakpak Kelasen cukup harmonis dan akrab. Awal perkenalan dari suku Batak Toba dan suku Pakpak akan menanyakan
marga dan akan ditarik persamaan marga dari kedua belah pihak sehingga dapat diketahui tuturpanggilan apa yang baik untuk masing-masing. Karena suku Batak Toba dan suku Pakpak
adalah sangat menghargai partuturon. Apabila tidak mengetahui dari tutur kepada orang lain dikatakan sebagai orang yang tidak tahu adat. Kerjasama diantara kedua suku juga terjalin
3.3 Interaksi Budaya Masyarakat Batak Toba di Manduamas
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tak akan ada kehidupan bersama. Dalam kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan
interaksi untuk mencapai sesuatu ataupun hanya untuk melakukan komunikasi. Dengan adanya interaksi maka setiap masyarakat akan lebih mengenal masyarakat yang ada di lingkungan
hidupnya. Demikian juga orang Batak Toba yang ada di Kecamatan Manduamas, sebagai penduduk yang bukan asli dari daerah tersebut senantiasa membutuhkan orang lain, maka
diperlukan interaksi agar dapat salingberkomunikasi dengan masyarakat setempat.Dalam orang Batak Toba ada ungkapan“Sidapot solup na ro” artinya orang pendatang seharusnya
menyesuaikan dengankebiasaan, adat-istiadat daerah yang didatangi.
23
Merisdawati Limbong, “Migrasi Orang Batak Toba di Sidikalang 1964-1985” Skripsi: Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, 2010 hal 29.
dengan baik jika ada acara pesta adat maka kedua suku akanmarhobas bekerja secara sama- sama tanpa memandang suku dan agama. Dalam acara perkawinan ke dua adat ini akan
dibicarakan menggunakan adat yang mana jika diperoleh kesepakatan maka akan dilaksanakan. Bukan hanya pada acara adat saja dalam acara hari besar agama penduduk Manduamas
hidup secara berdampingan.Umumnya suku Pakpak Kelasenyang ada di Kecamatan Manduamas beragama Islam sementara orang-orang Batak Toba beragama Kristen.Ini tidak menjadi
penghalang bagi mereka untuk berhubungan.Hal ini terlihat ketika orang Pakpak Kelasen yang beragama Islam yang mengadakan acara hari besar agamanya Idul Fitri maka orang Batak Toba
datang berkunjung ke rumah mereka dan mengucapkan selamat hari raya serta salingbermaafan.Demikian sebaliknya jika orang Batak Toba yang beragama Kristen
mengadakan acara hari besar agamanya Natal, maka orang-orang Pakpak pun datang berkunjung.Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang telah lama saling berhubungan dan
hubungan tersebut terjalin dengan sangat erat dan kompak. Penggunaan bahasa juga dalam kehidupan sehari-hari di Kecamatan Manduamas lebih
umum menggunakan bahasa Batak Toba akan tetapi untuk mempelancar hubungan sehari-hari bila orang Pakpak Kelasen menggunakan bahasa daerahnya maka orang Batak Toba akan
membalasnya dengan menggunakan bahasa Pakpak. Orang Batak Toba yang tinggal di daerah Manduamas lamban laun fasih dengan menggunakan bahasa Pakpak.Bahasa yang digunakan
bukan hanya bahasa daerah tetapi bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Budaya minum tuak juga menjadi tradisi suku Pakpak Kelasen yang dibawa oleh orang
Batak Toba. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa sejarah kedatangan orang Batak Toba ke Kecamatan Manduamas pada dekade pertama setelah penyerahan
kedaulatan atau kemerdekaan Republik Indonesia. Keberadaan Orang Toba di desa ini dipengaruhi perbaikan kehidupan ekonomis. Pada masa revolusi 1945-1950 situasi sangat
kacau. Orang Toba menggunakan kesempatan ini untuk menduduki dan mengolah tanah-tanah kosong di Sumatera Timur. Sedangkan peran tuak dalam membangun solidaritas orang Batak
Toba dimana tuak sebagai media telah membangun ruang diskusi masyarakat pinggiran untuk meningkatkan solidaritas dan untuk meredam konflik sehingga warga masyarakat tidak saling
menghancurkan. Solidaritas yang dimaksud di sini bukan hanya solidaritas semarga, solidaritas keluarga atau golongan tetapi lebih kepada solidaritas warga Manduamas. Bentuk solidaritas
yang terjalin pada masyarakat adalah solidaritas mekanik yang timbul karena adanya kesamaan yang terdapat pada masyarakat yang Homogen sesama suku Batak. Masyarakat tersebut
melalui tuak dipersatukan tanpa melepaskan ikatan yang berupa kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral. Ikatan solidaritas antara suku Batak Toba dan suku Pakpak Kelasen di
Manduamas yang kuat disebabkan adanya proses interaksi dan tuak sebagai media atau sarana penghubungnya dengan tidak mengenyampingkan interaksi mereka di lingkungan maupun pada
aktivitas kehidupan lainnya. Sementara makna tuak dalam pesta adat etnis Batak Toba dianggap sebagai minuman
kehormatan. Dimana tuak yang dipakai pada upacara adat adalah Tuak Tangkasan, tuak yang tidak bercampur dengan raru. Tuak aslinya manis karena manisnya maka disebut tuak na tonggi
dalam bahasa Batak Toba. Tuak Tangkasan ialah tuak asli yang diambil langsung dari pohon enau pada pagi hari tanpa tercampur dengan ramuan lain. Keduanya Tuak Tangkasan dan Tuak
na tonggi disajikan dalam suatu prosesi adat. Tuak termasuk sebagai minuman adat pada dua upacara adat resmi, yaitu upacara manuan ompu-ompu dan upacara manulangi.
Biasanya bagi masyarakat Batak Toba khususnya laki-laki berkumpul di kedai tuak. Mereka berbincang-bincang, menyanyi, memain kartu, bercatur, dan menonton televisi sambil
minum tuak. Dan untuk peminum tuak, tuak ini sering diminum khususnya pada malam hari. Tidak heran, kedai-kedai tuak sering dipenuhi oleh para peminumnya yang mayoritas adalah
bapak-bapak dan pemuda-pemuda. Para peminum ini dengan sendirinya akan meninggalkan rumah mereka pada sore hari dan kembali dari kedai tuak pada malam hari hingga larut malam
atau subuh. Jarang sekali orang membeli tuak lalu meminumnya di rumah. Daya tarik tuak ini tidak
perlu diragukan lagi mengingat begitu banyak orang tua dan anak-anak muda yang sungguh- sungguh menikmati hidupnya di kedai khususnya pada sore dan malam hari. Apalagi untuk
menambah daya tarik tuak ini si pemilik kedai sering juga menyediakan makanan pelezat tambul dan berupa permainan seperti main kartu.
Kebiasaan minum tuak tidak berhubungan dengan status sosial ekonominya, dengan kata lain bukan hanya orang-orang yang berstatus rendah sosial-ekonominya seperti tukang
becak, tetapi yang agak tinggi status sosial ekonominya seperti pegawai negeri juga minum tuak. Sehingga kedudukan seseorang pada saat mereka menikmati tuak di kedai tersebut tidak menjadi
penghalang dalam komunikasi antar mereka. Keakraban terjalin tidak hanya di tempat tersebut saja, namun di dalam lingkungan bermasyarakatpun rasa keakraban tersebut terjalin. Tidak bisa
dipungkiri tuak salah satu perekat keakraban maupun solidaritas suku Batak Toba dan suku Pakpak Kelasen.
3.4 Wilayah Budaya Batak Toba dan Pakpak Kelasen