dilakukan oleh marga Si Onom Hudonmembawa dampak buruk bagi marga-marga Si Onom Hudon.Hasil pertanian, ternakmengalami kegagalan dan sangat merugikan bagi marga Si Onom
Hudon.Akhirnyamereka memanggil kembali marga Berasa yang telah pergi ketika terjadi perselisihan.Marga Si Onom Hudon memberikan kembali tanah kepada marga Berasa
sebagaidaerah kekuasaannya.Penyerahan tanah ini dilakukan dengan upacara adat.Marga Si Onom Hudon memberikan tanah kepada marga Berasa mulai dari Sigulang-gulangsampai ke
Siekur-ekur yang sekarang Si Onom Hudon Toruan.Sejak saat itu antara marga Berasa dan marga Si Onom Hudon bersaudara dan menjadi bagian dari PakpakKelasen. Akan tetapi marga
Berasa tidak sama dengan marga Si Onom Hudon atauParna, karena selama ini banyak orang mengatakan Berasa masuk ke marga Parna.Sewaktu Mpu Mada tinggal di Barus dia bersama-
sama dengan Mpu Bada margaSigalingging dan menikahi boru Pohan yang merupakan kakak beradik.Inilahsebabnya selama ini orang mengatakan bahwa marga Berasa masuk ke Parna.
2.4 Manduamas Sebelum Masuknya Batak Toba
Pada masa itu seorang nenek moyang yang bernama Oppu Tuan Nahoda Raja Simbolon datang dari Samosir turun di daerah Parlilitan tepatnya di Gunung Sintua Kecamatan Parlilitan
sekitar tahun 1700. Dia bersama dua istrinya yang satu adalah Boru Sihotang dan yang kedua adalah Boru Limbong. Setelah bertahun-tahun tinggal di sana, mereka dikaruniai delapan anak,
tujuh laki-laki satu perempuan Si Onom Hudon. Pada mulanya mereka hidup dengan bercocok tanam di sana, dan seiring berjalannya
waktu mereka menanam kemenyan untuk komoditi, yang sampai sekarang kemenyan itu masih ada di Kecamatan Parlilitan. Setelah itu mereka mendengar adanya kapur barus yang sangat
berharga dan mahal harganya pada waktu itu sehingga mereka berencana untuk mengambil kapur barus di daerah Gunung Sijagar, yang sekarang menjadi daerah Siambaton Napa. Dan
setelah mereka melihat bahwa memang benar kayu kapur itu banyak dari Gunung Sijagar daerah dataran rendah sampai ke perbatasan Aceh semuanya ini diambil mereka bertahun-tahun dan
hasilnya dijual ke Barus, dan pembelinya adalah orang luar khususnya Mesir. Sehingga di pedalaman itulah terkenal kapur barus hasil dari olahan Si Onom Hudon.
Penjelasan mengenai nama Manduamas, sewaktu nenek moyang Si Onom Hudon mengambil kayu kapur barus, kayu kapur itu dibagi menjadi dua, yaitu kayu dengan intinya. Jadi
kayunya diambil dari hutan dan kayunya dibagi menjadi dua bagian, dan istilahnya adalah “mendua” dalam bahasa Dairi yaitu membagi dua. Jadi orang-orang pada waktu itu latah
mengucapkan hendak pergi ke tempat pengolahan kayu kapur itu sebagai Manduamas, karena kapur barus pada waktu itu dianggap sama dengan emas dengan selisih harga yg kecil dengan
Kapur Barus. Waktu itu nama kapur barus adalah “Haburuan” artinya kapur atau kayu kapur dalam bahasa Dairi. Karena transaksinya dilakukan atau dijual di kota Barus makanya namanya
lazim disebut sebagai kapur barus.
12
Semenjak purbakala nama Barus, sebuah kota pelabuhan di Tapanuli sudah terkenal di dunia sampai Eropa. Yang menjadikannya terkenal ialah kamfer kapur barus dan kemenyan,
yang diekspor melalui kota itu. Sarjana Yunani, Ptolomeus pada tahun 150 sesudah Masehi telah mencantumkannya dalam buku ilmu buminya. Demikian pula seorang Arab bernama Ibn Chord
hadbheh dalam salah satu tulisannya pada tahun 846 sesudah Masehi menguraikan tentang Barus. Dalam kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang India turut juga tersebut daerah itu.
12
Wawancara Gustaman Tumanggor, 28 Agustus 2014 di Manduamas.
Demikian harumnya nama Barus yang menarik pedagang-pedagang dari tempat-tempat yang jauh untuk membeli hasinya.
13
Di sisi lain, dari daerah pedalaman Batak Toba Kabupaten Tapanuli Utara yang sekarang, terdapat jalan setapak atau disebut juga jalan pengangkut garam parlanja sira ke
daerah pesisir barat dan timur. Jalan setapak ini terbentang dari hulu Sungai Asahan, daerah Uluan Proyek Sigura-gura Asahan menuju Bandar Pulo, sebuah pangkalan dagang dengan
Pantai Timur Sumatera Asahan. Sejak zaman prasejarah hingga permulaan abad ke-19 hampir seluruh pemenuhan kebutuhan daerah Toba berorientasi ke Pesisir Barat, yaitu Dusun Tapian
Nauli, Sorkam dan Barus. Terutama Barus yang sejak berabad-abad lalu sudah disinggahi perahu-perahu layar antarbenua sebagai pelabuhan pengekspor kemenyan dan kamper kapur
barus.
14
Dari berbagai distrik Toba, termasuk itu Silundung, Humbang Hasundutan, dan Pulau Samosir terbentang jalan-jalan setapak yang menghubungkan pelabuhan Barus dengan pasar-
pasar besar di pedalaman. Dari ketiga distrik tersebut masing-masing memiliki satu pasar besar yang disebut Onan Saksing atau Onan na Marpatik, yang secara harfiah berarti “Lembaga Pasar
Besar” yang dilindungi oleh hukumundang-undang Paguyuban Adat. Pelabuhan Barus selama berabad-abad berfungsi sebagai pintu ke dunia luar bagi pedalaman Toba. Perdagangan antara
daerah pesisir dan Toba menjadi pintu masuk bagi pengaruh dunia luar, baik di bidang kebudayaan maupun di bidang keagamaan dan kemasyarakatan politik yang meliputi unsur
budaya Hindu-Buddha sebelum abad ke-13 dan pengaruh kebudayaan pesisir Melayu-Islam sejak abad ke-15.
13
N. Siahaan B.A., “Sedjarah Kebudajaan Batak”, Medan: CV Napitupulu Sons, 1964, hal 22.
14
Sitor Situmorang, “Toba Na Sae”, Depok: Komunitas Bambu, 2009, hal 4.
Dunia luar bagi penduduk Toba di masa lampau adalah semua daerah tetangga. Dairi Pakpak dan Karo di sebelah utara, Simalungun di pantai timur Danau Toba, termasuk Asahan
dan Angkola-Mandailing di sebelah selatan. Sementara di sebelah Barat adalah daerah pesisir antara Teluk Tapiannauli dan Pelabuhan Barus. Orang Batak Toba mempunyai hubungan dagang
dengan Dairi Pakpak. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Batak Toba dan Pakpak Dairi sudah terjalin sejak zaman dahulu sampai sekarang sehingga hubungan yang terjalin tak
sebatas hubungan karena perniagaan saja tetapi karena kesamaan budaya dan nenek moyang mereka.
2.5 Manduamas Pada Masa Kolonial Belanda