Kepuasan Terhadap KPI dan Dampak Positif bagi Penyiaran

pada jam 05.00 pagi, bagi kita yang di Medan memang itu masih subuh tapi bagi bagian timur kan itu sudah siang pasti kan sudah banyak yang nonton TV sementara waktu itu gambarnya tidak diblur, itu lah nggak difilter sama editornya padahal itu pornografi. Dan saat itu KPI menegur, nah begitu lah yang bagus dan seharusnya. Selama minggu nggak boleh buat headline news, ya nggak apa namanya hukuman kan.” “Jadi ya bisa dibilang bukan belum ada efek jera tapi belum efektif aja hukumannya. Kayak yang kasuk blocking time perkawinan artis, kenapa nggak sekalian aja malam pertamanya ditayangkan, itu saya bilang sangkinkan keselnya lah saya, kan nggak efektif kan.” PS sudah merasakan langsung hukuman yang diberikan oleh KPI, tetapi hukuman tersebut masih belum efektif menurut PS karena belum memiliki efek jera yang begitu kuat. PS juga berpendapat bahwa hal tersebut harus diatur dengan peraturan yang lebih tegas lagi. Berbicara mengenai citra berarti juga berbicara tentang sikap yang cenderung diperlihatkan oleh seseorang terhadap sesuatu dimana sikap bisa meliputi kecenderungan bertindak, berpersepsi, dan berpikir mengenai suatu situasi atau nilai, dan dalam hal ini yang dimaksudkan adalah sikap untuk mengetahui citra yang sebenarnya terdapat pada masing-masing informan.

4.1.3.3 Kepuasan Terhadap KPI dan Dampak Positif bagi Penyiaran

Masing-masing informan pun berpendapat berbeda mengenai kepuasan dan dampak positif KPI terhadap dunia penyiaran, seperti berikut yang diungkapkan MA berikut ini: “Sebenarnya belum puas, tetapi kita harus tetap apresiasi ya, apresiasi usahanya KPI untuk menunjukkan kinerja terbaik mereka tetapi tolong..tolong...tingkatkan karena masih banyak nih tayangan- tayangan sampah yang sampai kepada masyarakat padahal itu sangat tidak perlu tayang. Dampaknya bagi penyiaran juga ada keliatan, tapi nggak banyak, ada beberapa kasus yang cepat ditangani KPI dan kita harus sangat apresiasi, misalnya nih kayak kemaren masalah bom di Sarinah kan banyak beredar kabar hoax, dan kemudian TV One paling pertama mengabarkan meskipun kabarnya masih simpang siur gitu, tapi mereka pengen jadi yang pertama nih pada saat itu. Nah, disitu keliatan kerja KPI sangat cepat karena besoknya langsung keluar peneguran untuk stasiun TV One karena mereka tidak seharusnya mengabarkan yang punya impact ke banyak orang, karenakan kemarin ceritanya menebarkan teror dan itu ber-impact lo karena statusnya itu isu nasional.” Meski mengaku belum puas tetapi kenyataannya MA tetap ingin mengapresiasi apa-apa yang telah diusahakan oleh KPI sejauh ini begitu pun MA Universitas Sumatera Utara mengapresiasi KPI karena telah memberikan dampak yang cukup baik bagi dunia penyiaran. Sama halnya dengan MA, ternyata AP juga memiliki pendapat yang serupa. Ia mengaku belum puas terhadap kinerja KPI yang sekarang dikarenakan terdapat beberapa hal yang belum maksimal tetapi dampak baik sudah terlihat walau pun tidak banyak. “Saya pribadi belum puas sama kinerja KPI yang sekarang, kenapa belum puas karena KPI belum bekerja secara maksimal, jadi menurut saya secara kelembagaan baik pusat maupun daerah KPI harus dikuatkan terutama inetrnal kelembagaannya berkaitan juga dengan amandemen undang-undang penyiaran Tahun 2002 itu, Undang-undang itu harus diamandemen karena udah nggak cocok lagi sama perkembangan zaman yang sekarang. Kalau perannya KPI saya rasa sudah baik, sudah ada dampak baiknya seperti mereka yang selalu melakukan publikasi, peduli terhadap program siaran yang melakukan pelanggaran itu sih, meskipun belum maksimal. AP memang mengungkapkan bahwa ia belum puas terhadap KPI tetapi pada pembahasan sebelumnya AP sudah mengatakan bahwa hal tersebut bukan sepenuhnya kesalahan KPI, ada pihak-pihak yang memang berkuasa ikut campur dalam hal ini sehingga KPI tidak bisa berbuat lebih luas. Begitu pun dengan produk hukum yang tidak kuat sehingga membuat AP terkadang cenderung memihak kepada KPI tapi terkadang juga cenderung tidak memihak. Berbeda dengan NFS yang menyatakan sudah puas terhadap kinerja KPI, dan beranggapaan bahwa dampak baik sudah kelihatan dari usaha KPI selama ini meski pun masih diperlukan kesadaran masyarakat agar dampaknya lebih besar lagi bagi dunia penyiaran. Usaha-usaha kecil yang telah dilakukan KPI cukup menjadi perhatian NFS sehingga menyatakan bahwa ia puas akan hal tersebut. “Untuk kinerja KPI yang sekarang emmm saya sudah cukup puas karena peningkatan kinerjanya sudah cepat untuk yang sekarang ini dan yang sebelum-sebelumnya ini nggak keliatan sih. Dampak baiknya sekarang sudah mulai kelihatan informasi yang didapatkan masyarakat saat ini sudah baik, beberapa tayangan sudah kena tegur sih tapi ya gitu lah walau KPI nggak bisa cepat-cepat kali menanganinya tapi sudah lebih cepat dari kemarin-kemarin ajadi lumayan keliatan dampaknya bagi penyiaran.Ya itu akan merubah masyarakatnya juga kalau banyak masyarakat yang mau peduli dan mau mendengarakan informasi itu kan, kenyataannya hanya sedikit bahkan hanya segelintir orang yang ngerti KPI lah yang mau menerima inormasi tentang KPI, mungkin karena orang itu bisa dibilang lebih melek terhadap informasi yang edukatif. Tapi kan, Universitas Sumatera Utara masyarakat Indonesia luas lo dan susah kan untuk menjangkau semua masyarakat.” Selama wawancara berlangsung, NFS masih tetap menunjukkan sikapnya yang cenderung pro terhadap KPI dimana ia pun mempersepsikan KPI secara baik dari awal mula wawancara. Berbeda dengan RR yang mengaku bahwa rate belum puasnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan rate puas yang terdapat di dalam dirinya. “Sejauh ini 60 saya belum puas lah sama kinerjanya KPI, dan dampak baiknya memang KPI sudah ada niatan untuk bekerjasama contohnya kayak membuka akses sebanyak-banyaknya untuk kita mengoreksi kinerja mereka karena kan KPI bukan dewa yang nggak bisa dikoreksi karena meskipun begitu banyak juga kok kasus yang ditangani baik oleh KPI. Pun udah nggak ada lagi konten LGBT di TV, saya pikir itu salah satu dampak baiknya juga.” Meski demikian RR yang cenderung menunjukan sikap belum puasnya terhadap KPI tetap mengapresiasi KPI dalam hal tindakan yang sudah ditangani oleh KPI sepert kasus konten tayangan LGBT Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender yang sudah diminimalisir sehingga bisa dikatakan hal tersebut merupakan dampak baik bagi nasib penyiaran. Sementara itu, FH justru memberikan sikap dan persepsi yang berbeda terhadap KPI. Ia memposisikan dirinya sebagai orang awam dan juga memposisikan dirinya sebagai akademisi yang masing-masing posisi tersebut memiliki hasil yang berbeda. “Berbicara puas atau tidak sama kinerja KPI ini susah sih bilangnya terhadap kinerja KPI ini karena gini kalau saya melihat dari sisi orang awam maka saya memang belum melihat langsung dari kinerja KPI kecuali mengenai sensor-sensor padahal tadi juga saya sebutkan bahwa sensornya cukup mengganggu ketika kita nonton televisi selebihnya manfaat yang lain tidak terasa kecuali misalnya berita heboh bebek nungging tapi kemudian yang dihebohkan hanya saat Zaskia minta maaf tapi stasiun televisinya tidak nampak diberi hukuman atau pun sekedar meminta maaf kepada publik atau mislanya sanksi yang di berikan KPI kepada televisinya itu apa, nggak ada terlihat. Jadi sebagai orang awam, kalau dibilang KPI memberikan manfaat kepada masyarakat saya rasa belum terasa manfaatnya. Tapi kalau saya melihat dari sisi akademisi dimana KPI sudah bekerja menangani kasus a, b, c, itu sudah terlihat ada kerjanya begitu.” “Beberapa tahun undang-undang penyiaran ada tetapi KPi tidak langsung terbentuk ya, kalau dibilang sudah memberikan dampak saya sih nggak merasa ada dampak yang krusial kecuali bagi akademisi yang memang melihat mereka bekerja, karena gini belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa tingkat kekerasan pada anak Universitas Sumatera Utara berkurang semenjak kehadiran KPI atau tingkat peniruan semenjak KPI ada atau tidak. Karena untuk masalah dada, punggung dan belahan dimana-mana itu ada perubahan nggak selama KPI ada, kan nggak ada surveynya dan nggak ada penelitian yang melakukan seperti itu. Jadi yang terlihat hanya mereka melakukan sensor dimana-mana.” Di satu sisi FH memang mengaku tidak puas karena tidak melihat langsung apa yang telah dilakukan oleh KPI tapi di satu sisi ia mengaku sudah puas karena sebagai akademisi ia memiliki pandangan yang berbeda, apalagi ia mengatakan bahwa sudah memberikan manfaat seperti KPI sudah menangani beberapa kasus yang kerjanya bagus. Sementara untuk dampak, FH tidak melihat ada dampak yang krusial terjadi semenjak keberadaan KPI, hal itu dikatakan FH dikarenakan menurutnya belum ada penelitian yang menyatakan bahwa sejak keberadaan KPI sudah ada perubahan yang signifikan. Jika FH melihat dari dua sisi, PS justru mengatakan dengan tegas bahwa ia belum puas meski pun ia berada di dua pekerjaan yang berbeda. Oleh karena itu dua pekerjaan berbeda yang dilakoninya lantas tak membuatnya memilik pandangan dari dua bagian karena menurutnya dilihat dari sisi mana pun hasilnya tetap sama. “Belum, pasti belum puas. Saya sudah di TV ya selama 11 tahun dari Tahun 2005, jadi saya tahu sebenarnya ada beberapa tayangan yang dibuat oleh media tempat saya bekerja dan itu harus ditegur sama KPI tapi tidak ada tindakan nyata. Dulu juga sempat sering terjadi penyiaran berita di berbagai media tentang kekerasan pemukulan dan sebagainya, disitu hati nurani saya saja tersentuh melihatnya tapi itu nggak ditegur sama KPI karena memang adegannya tidak pantas untuk ditayangkan dan tidak diblur juga, saya pun nggak bisa berbuat apa- apa kan. Saya kalau berkesempatan mendapat liputan berita kekerasan kadang saya nggak tega juga tapi bagaimana lah karena kan itu maunya TV .” “Ya, sedikit-sedikit ada lah, artinya peraturan KPI itu kan mengikat dan siapa yang melawan, melanggar maka Undang-undang penyiaran bisa dikaitkan, karenanya jangan macam-macam, orang KPI itu kan bekerja lewat peraturan dan ada Undang-undang penyiaran yang mendukung. Kayak yang kemarin kasus Tukul, itu kan ditegor sama KPI makanya berubah kalau enggak kan mereka kayak nggak terlihat jati diri bangsanya, kalau kita orang beragama mana mungkin begitu liat aja masa Tukul cipika-cipiki sama tamu perempuannya.” PS cenderung mengungkapkan dan mempersepsikan bahwa ketidakpuasan tersebut ia ungkapkan secara terang-terangan karena ia sudah merasakannya langsung lewat pengalamannya sebagai praktisi penyiaran dimana KPI tidak Universitas Sumatera Utara menegur stasiun tempatnya bekerja meski pun hal itu jelas-jelas salah.Walau pun demikian PS tetap mengakui bahwa terdapat dampak baik dari keberadaan KPI terhadap penyiaran walau pun tidak banyak.

4.1.3.4 Kesadaran Akan Keberadaan KPI