.1.3 Hasil Wawancara
Peneliti melakukan wawancara terhadap enam orang informan di Kota Medan. Empat diantaranya perempuan dan dua orang lainnya laki-laki. Usia
informan dalam penelitian ini mulai dari 21 hingga 47 tahun. Masing-masing informan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda tentang KPI.
Setelah melakukan wawancara ternyata masing-masing informan pun memiliki persepsi, pandangan, penilaian dan citra yang berbeda pula terhadap KPI disertai
dengan alasan yang berbeda satu sama lain. Proses dalam bab ini, peneliti mendeskripsikan apa yang peneliti temukan di
lapangan saat melakukan wawancara dengan beberapa informan, peneliti juga menyertakan kutipan wawancara dari masing-masing informan. Pertanyaan yang
peneliti tanyakan adalah seputar kinerja KPI dan bagaimana pandangan para informan terhadap KPI selama ini, beberapa contoh kasus juga diceritakan
langsung oleh informan pada penjabaran berikut.
4.1.3.1 Kinerja KPI
Sementara itu, informan yang terdiri dari enam orang dari tiga bagian seperti praktisi penyiaran, akademisi dan mahasiswa Ilmu Komunikasi memiliki
pengetahuan yang berbeda-beda tentang kinerja yang telah dilaksanakan oleh KPI. Beberapa orang ada yang menilai berdasarkan pengalaman dan pengetahuan dan
sebagian lagi menilai dari kinerja yang telah dilaksanakan oleh KPI selama ini. Peneliti membiarkan para informan untuk melakukan penilaian sesuai dengan
pendapat yang dipaparkan oleh masing-masing informan karena sejatinya peneliti tidak boleh terlibat dalam penilaian yang diberikan oleh informan.
Seperti MA misalnya yang langsung memberikan persentase terhadap kinerja KPI beberapa tahun terakhir semenjak ia benar-benar mengenal KPI, jawaban
yang MA berikan selalu disertai dengan contoh-contoh riil seperti berikut : “Kalau kinerja sendiri mungkin saya bisa kasi hitungan persen
buat KPI dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, saya rasa mungkin 40 sudah tetapi 60 lagi belum gitu. Sementara itu kalau
cerita tentang melindungi masyarakat untuk menerima informasi yang baik, kita lihat saja dari model kerjanya yang masih 40 dilakukan,
misalnya nih sampai sekarang sinetron Anak Jalanan masih tayang padahal sinetron itu menurut saya nggak ada hal baiknya yang
ngajarin apapun, nilai pendidikannya nggak ada, nilai sosialnya nggak ada ya gitu karena yang terjadi di masyarakat kan nggak kayak
Universitas Sumatera Utara
gitu. Mana ada di dunia ini anak kaya, soleha, keren, bermobil dan segala macam tapi boleh balap di jalanan, kan nggak gitu. Tatanan di
masyarakat yang terjadi kan nggak seperti itu tapi mau gimana pun itu tetap tayang. Ini saya nggak tau ya apakah KPI sudah
menayangkan surat peneguran atau seperti apa, belum ada ngikutin beritanya sih tapi ya itu masih tayang gitu.”
Melalui penjabaran tersebut, MA mengungkapkan bahwa KPI belum secara penuh bekerja untuk penyiaran yang lebih baik, 40 adalah penilaian yang
diberikan MA terhadap kinerja tersebut, begitu pula dengan contoh kasus tayangan-tayangan yang menurut MA tidak mendidik. Seperti sinetron Anak
Jalanan tetapi masih tayang sampai detik ini, tayangan-tayangan yang tidak sehat tersebut akhirnya membuat anak-anak yang menonton berpikir bahwa kehidupan
yang sebenarnya adalah se-instan itu, tetapi pada kenyataannya mereka tidak mendapatkan hal yang serupa dan justru menganggap bahwa Tuhan tidak adil
pada mereka. Padahal, itu tidak terjadi hanya saja tontonan tersebut mengubah persepsi
anak-anak yang menontonnya menjadi sebegitu ringkasnya. Informasi yang diterima MA cukup kuat apalagi didukung dengan kasus nyata yang diamatinya
melalui televisi, MA yakin bahwa tayangan-tayangan tidak tersebut seharusnya ditindaklanjuti oleh KPI karena memang termasuk tayangan yang merusak
terutama bagi anak-anak. AP pun hampir memiliki kesamaan pendapat tentang kinerja yang dilakukan
oleh KPI, ungkapan tersebut tentu tidak asal keluar tetapi dijelaskan oleh AP dengan pengalaman yang ia terima sebelumnya dimana AP terlibat langsung
dalam kegiatan sosialisasi KPI yang dianggap AP sebagai salah satu alasan mengapa ia memberikan penilaian demikian. AP mengungkapkan langsung
bahwa KPI kurang tepat sasaran dalam melakukan kinerjanya, salah satu kinerja tersebut adalah kegiatan sosialiasi yang diberikan KPI hanya kepada orang-orang
yang bisa dikatakan berada di atas dan bukan secara langsung kepada masyarakat yang menjadi korban dalam penayangan siaran yang tidak sehat dan memang
tidak paham memfilter tayangan mana yang harus ditonton. “Berbicara kinerja yang baik, undang-undang penyiaran itu kan
tidak punya wewenang yang dapat memberikan sanksi sampai kepada katakanlah menutup satu stasiun televisi maupun radio apabila
mereka melanggar P3SPS gitu. Okelah ada sanksi administratif gitu tapi tidak bisa sampai mencabut izin, saya pikir itu jadi masalah yang
Universitas Sumatera Utara
menghambat komisi penyiaran sendiri untuk dapat bekerja secara maksimal. Memang iya, yang saya tahu ada wacana amandemen
untuk undang-undang penyiaran itu tapi harus kita ketahui bahwa undang-undang penyiaran itu dibentuk tidak lebih dari lobi-lobi para
penguasa dan korporasi media di dalamnya, mereka juga punya kepentingan disitu gitu.
“Oke, mungkin KPI akan mengaku selama ini mereka sering memberikan edukasi kepada masyarakat, ya iya tapi masyarakat yang
mana? Saya beberapa kali terlibat dalam acaranya KPID kayak sosialisi gitu dimana orang KPI pusat juga terlibat, apa ya
sosialisasinya itu nggak menyentuh kalangan masyarakat bawah, kalangan masyarakat awam. Yang diundang malah akademisi, orang
kampus, pejabat daerah seperti pemerintah kecamatan atau apa, kan nggak maksimal itu menurut saya ya. Harusnya KPI bisa berjalan dan
membikin edukasi tentang literasi media terutama televisi ya gitu ya supaya masyarakat kita tidak mudah terbodohi dengan siaran televisi
yang nggak bener gitu.”
AP yakin bahwa segala peraturan yang tertulis seperti undang-undang tidak lain juga memiliki sangkut paut dengan para penguasa lain sehingga membuat
KPI tidak bisa bergerak luas, informasi tersebut cukup membuat AP yakin bahwa dalam hal ini masyarakat sangat dirugikan. Sementara itu KPI harus segera
menanggulangi hal ini. Lain halnya dengan NFS, yang justru berpendapat bahwa KPI sudah bekerja
secara baik. NFS menjelaskan bahwa KPI saat ini sudah cukup baik dan ia mengapresiasi hal itu, tetapi hal itu lantas tidak membuat KPI harus bekerja
seperti ini seterusnya, NFS berharap akan kinerja KPI yang akan terus meningkat di masa yang akan datang. Menurut pandangan NFS citra yang ditampilkan oleh
KPI melalui kinerjanya sepertinya belum sampai kepada tahap puncak goal yang diinginkan dimana KPI bertugas mengubah wajah penyiaran menjadi lebih baik.
Kepuasan NFS terhadap kinerja KPI memang sudah cukup baik, NFS meyakini bahwa KPI akan mampu berbuat lebih, hal itu membuat NFS ingin
selalu mendukung apa yang dilakukan oleh KPI karena peran KPI dalam hal penyiaran adalah membantu agar menjadi lebih baik lagi. Informasi yang diterima
NFS mengenai apa-apa yang telah dilakukan oleh KPI pun membuatnya cukup mengapresiasi KPI.
“Pandangan saya terhadap KPI itu apa ya, KPI sudah bekerja lah secara baik, itu lagi lah mereka sudah berusaha ya tapi masih banyak
lah yang perlu mereka lakukan karena media kita masih banyak lah yang nyeleneh. Mereka sudah cukup baik untuk sampai saat ini tapi
Universitas Sumatera Utara
belum sampai begitu baik sampai puncak mereka yang harus mengurus nama baik penyiaran dimana masyarakat akan melek media dan
medianya akan aman dan baik. Intinya mereka sudah baik sampai saat ini tapi belum..belum apa ya..belum sampai ke tahap puncak dimana
goal-nya mereka lah. Mereka akan dan harus membuat baik nama media penyiaran kita lah nanti.”
RR pun mengungkapkan bahwa ia yakin dan percaya KPI sejauh ini melalui kinerjanya sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat penyiaran menjadi
lebih baik, tetapi tentu saja kinerja yang dilakukan oleh KPI tidak berjalan mulus dan terdapat beberapa hambatan di dalamnya. Hal itu juga ia ungkapkan
berdasarkan informasi yang diterima RR bahwa kepentingan yang ada membuat peraturan yang sudah ditetapkan menjadi bisa disusupi. Sama halnya dengan NFS,
RR pun memberikan rate langsung terhadap kinerja KPI yang memang dinilainya sendiri berdasarkan apa yang telah diamatinya beberapa waktu terakhir.
“Untuk saat ini, on going ya kinerja KPI ini sudah baik kayak seperti sudah ada upaya untuk ke arah penyiaran yang lebih baik tapi
belum maksimal, belum tercapailah. Memang peraturan yang diberikan KPI sudah baik cuma ada beberapa pasal yang bisa disusupi, ada
ceruknya gitu. Jadi, kan kalau media itu nggak boleh ada oligopoli, nggak boleh ada monopoli media gitu kan. Sementara di penyiaran itu
kan rentan kek gitu dan emang peraturannya itu engnggak jelas, engnggak spesifik gitu. Sebenarnya peraturannya bagus, tapi masih
ada celah-celah yang bisa dipakek sama pemilik media, taulah pemilik media gimana kan. Jadi celah-celah itu bisa dipakek untuk mengambil
keuntungan sebanyak-banyaknya padahal kan itu nggak boleh ya, gitu sih. Mungkin sudah 60-65 persen lah dijalankan dengan baik.”
FH memiliki pendapat yang sama dengan beberapa pendapat informan lainnya mengenai kinerja yang sudah dilakukan KPI sejauh ini, meski pun tetap
harus ada hal-hal lain yang perlu dimaksimalkan agar KPI bisa berkembang dan memperbaiki agar KPI bisa se-ideal mungkin.
“Dalam hal di beberapa sisi KPI sudah bekerja, tapi kita tidak bisa harapkan KPI bisa ideal secepat itu, KPI ke depan kan akan terus
berkembang, memperbaiki diri dan seterusnya. Di satu sisi mereka bagus dan menjalankan tugasnya tetapi di sisi lain dikhawatirkan
mereka tidak punya efek jera yang tidak ditakuti.”
PS pun mengungkapkan hal-hal yang hampir serupa dengan informan lainnya, PS berkeyakinan bahwa KPI selalu ingin membuat penyiaran menjadi
lebih baik tetapi memang terdapat berbagai hambatan dan halangan atau pun kemauan yang kurang dari personal KPI itu sendiri, PH mengungkapakan melalui
informasi yang dilihat yaitu dari kurang maksimalnya sosialisasi yang sampai
Universitas Sumatera Utara
kepada masyarakat. PS memandang KPI dari berbagai sisi, seperti layaknya ia memposisikan dirinya sebagai dosen Ilmu Komunikasi dan seorang praktisi
penyiaran, sehingga tidak heran ia terkadang berpihak pada KPI dan terkadang juga tidak berpihak. Tapi tetap saja, apa yang dikatakan PS bukan semata-mata
pendapatnya secara subjektif tetapi atas dasar kasus dan pengalaman yang dilihat maupun diterimanya.
“Kalau cerita kinerja ya begitulah, masih terus dilakukan oleh KPI, saya yakin orang-orang KPI ini pasti akan selalu berusaha membuah
penyiaran lebih baik lagi. Masalah hasil kan itu cerita terakhir ya, mungkin KPI ini kinerjanya kurang dalam hal sosialisasi, saya kemarin
itu ada baru baca di Analisa itu ada sebuah berita yang menyatakan bahwa laporan pengaduan masyarakat ke KPI itu sedikit dibandingkan
tahun lalu, artinya kan memang kurang sosialisasi komisoner KPI itu kepada masyarakat sebagaimana seharusnya ada lietrasi media
dimana masyarakat harus paham tentang media biar mereka paham mengenai tayangan berkualitas, harus melek terhadap media mana
yang sehat dan tidak sehat. Kan banyak tayangan berkualitas kayak Kick Andy, itu ya harus diteruskan tapi ada tayangan-tayangan yang
kayak Pesbukers, Dahsyat, dulu juga ada YKS, apalah manfaatnya itu ditonton, dulu YKS katanya ratingnya makanya mempengaruhi
pengiklan juga, itu kan jamnya pun jam yang prime time ya dimana banyak orang nonton. Nah, sinetron pun gitu buat apalah, seharusnya
jangan untuk kepentingan pengiklan dan yang punya media saja.”
Berdasarkan beragam pengalaman, status pendidikan, maupun pengamatan yang berbeda dari masing-masing informan memang mejadikan pendapat yang
berbeda-beda meski pun beberapa informan memiliki kesamaan pendapat. Pengetahuan dari ke-enam informan yang berbeda-beda pun menjadi pendukung
mengapa jawaban setiap pertanyaan berbeda-beda, ada yang menanggapi secara kritis yang disertai dengan contoh dan ada pula yang menjawab secara ringkas.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini meliputi pengalaman, keyakinan, informasi, kelakuan, bertindak mau pun berpersepsi sehingga peneliti juga
mengkaitkan hasil wawancara dengan hal-hal tersebut yang sudah juga diungkapkan informan pada sesi wawancara berlangsung.
4.1.3.2 Hukuman yang Diberikan KPI