Ginko melanjutkan,”Perempuan tidak boleh memilih, dan sekarang hak kita untuk menyaksikan pemilihan anggota dewan pun dicabut. Kita tidak akan
pernah memiliki suara di dalam pemerintahan, dan sekarang kesempatan kita untuk mengetahui apa yang dilakukan pemerintah pun telah dirampok. Cuplikan
ini juga menunjukkan adanya indeksikal diskriminasi gender secara marginalisasi. Posisi perempuan mengalami peminggiran dalam bidang politik. Budaya patriarki
juga menjadi penyebab dipinggirkannya perempuan dalam bidang ini.
3.2.3 Ketidakadilan Gender Berupa Stereotipe
Berikut ini adalah masalah ketidakadilan gender dalam bentuk stereotipe atau pelabelan yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut:
1. Cuplikan hal. 19
“Tak peduli betapa pun kecilnya kesalahan suamiku atau meskipun hanya dilakukan sekali seumur hidup, yang jelas dia telah memberiku penyakit ini.”
“Tidak pantas perempuan bicara seperti itu” “Lalu kalau seorang perempuan mendapatkan penyakit dari seorang laki-
laki dan tak bisa memiliki anak, dia harus menerimanya begitu saja ? Meskipun aku menderita demam, aku tetap harus bangun dari tempat tidur, mematuhi segala
perintah Ibu Mertua kepadaku, dan melakukan segalanya semampuku untuk membuat suamiku tetap senang?”
Tomoko tak kuasa menjawab. Tadi dia mengira bahwa bakal lebih bisa memahami permasalahan ini ketimbang ibunya, tapi sekarang, meskipun tak
secara langsung menghendakinya, ternyata dia juga ingin memaksa Gin
Universitas Sumatera Utara
menjalankan aturan usang tentang apa itu perempuan dan apa yang harus dikerjakannya.
“Kau sendiri sudah tahu bagaimana nanti kata orang.” Tomoko mencoba memberi alasan yang masuk akal.
“Sayang sekali kalau begitu.” Gin berpaling dan memandang ke luar ke arah pohon gardenia putih di kebun. Pohon itu sudah semakin besar semenjak dia
menikah dan meninggalkan rumah. “Coba pikirkan, kau adalah pengantin perempuan sebuah keluarga kaya
raya.” Tomoko sadar bahwa dia sedang mengeluh.dari kelima orang bersaudari itu, Ginlah yang menikah dengan keluarga terkaya. Semua saudarinya merasa iri
dengan perjodohan itu, sama seperti semua orang lainnya. Sakit atau tidak, tak seorang pun akan mmilih untuk meninggalkan keluarga semacam itu atas
kehendaknya sendiri. Tomoko jengkel kalau membayangkan apa kata penduduk desa.
“Kenapa kau bahkan tak mau mempermbangkan untuk kembali kesana?” Tomoko thu pernyataannya bakal sia-sia, tapi dia harus mencoba.
“Aku tak peduli sekaya apa mereka, aku tak sudi menghabiskan hidupku hanya dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.”
“Mengerjakan pekerjaan rumah tangga?” Gin berpaling kembali ke kebun. Kilau dedaunan hijau memantul ke wajah
Gin hingga membuat warna kulitnya semakin menonjolkan derita akibat penyakitnya.
Tomoko bicara lagi. “Memang seperti itulah tugas istri-istri yang masih muda.”
Universitas Sumatera Utara
“Aku tidak mau.” Gin berbalik menghadap ke kakaknya. “Menyalakan tungku, membersihkan rumah, menanak nasi....sama sekali tak ada waktu untuk
membaca.” “Maksudmu kau ingin mengatakan kepadaku bahwa selama ini kau masih
membaca buku? Dimana-mana tak ada istri petani yang membaca buku. Memangnya apa yang ada dikepalamu?
Analisis :
Cuplikan diatas
menunjukkan bahwa
Gin mengalami diskriminasi secara stereotipe atau pelabelan. Tomoko, kakak perempuan Gin, menyatakan bahwa
perempuan tidak layak untuk membaca buku dan tugas perempuan hanyalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kakaknya juga secara tak langsung ingin
memaksa Gin untuk menjalankan peraturan usang tentang apa itu perempuan dan apa saja yang harus dikerjakan oleh perempuan. Hal ini memberikan pelabelan
yang negatif pada perempuan. Anggapan bahwa perempuan tidak layak untuk membaca buku mengakibatkan pembatasan terhadap perempuan.
Memang seperti itulah tugas istri-istri yang masih muda.” “Aku tidak mau.” Gin berbalik menghadap ke kakaknya. “Menyalakan
tungku, membersihkan rumah, menanak nasi....sama sekali tak ada waktu untuk membaca.”
“Maksudmu kau ingin mengatakan kepadaku bahwa selama ini kau masih membaca buku? Dimana-mana tak ada istri petani yang membaca buku.
Memangnya apa yang ada dikepalamu?. Kalimat ini meunjukkan indeksikal bahwa di sini Gin mengalami ketidakadilan gender berupa pelabelan. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
pada saat itu Gin hidup di zaman Meiji, yakni zaman dimana Jepang sudah memasuki zaman modernnya, namun kedudukan perempuan belumlah mengalami
perubahan. Dalam kehidupan keluarga Jepang masih ada anggapan bahwa orbit istri adalah rumah tangga dan anak-anaknya. Hal inilah yang membuat kedudukan
wanita tidak bisa setara dengan laki-laki dan mengakibatkan adanya diskriminasi gender secara stereotipe seperti halnya yang terjadi pada Gin.
2. Cuplikan hal. 127