Sinopsis Cerita ANALISIS MASALAH DISKRIMINASI GENDER DALAM NOVEL

BAB III ANALISIS MASALAH DISKRIMINASI GENDER DALAM NOVEL

‘GINKO’ KARYA JUN’ICHI WATANABE

3.1 Sinopsis Cerita

Novel Ginko merupakan novel yang menyentuh tentang dokter perempuan pertama di Jepang. Ceritanya bermula saat seorang perempuan desa Tarawase yang sudah menikah tiba-tiba kembali ke kampung halamannya tanpa alasan yang jelas. Perempuan itu bernama Gin Ogino, seorang putri bungsu keluarga kelas atas Ogino yang terkenal cantik dan cerdas. Tak berapa lama, tersiar kabar mengenai perceraian Gin, tetapi hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa penyebab sebenarnya perceraian itu karena Gin tertular penyakit kelamin dari suaminya. Dan karena penyakit yang ditularkan suaminya Gin tidak bisa lagi memiliki anak. Saat suaminya meminta Gin untuk kembali, Gin dengan berani menolak kembali kepada suaminya. Hal yang tak lazim pada masa itu dimana perempuan tidak boleh secara sepihak meminta cerai. Untuk mengobati penyakit yang diderita oleh Gin, Dr. Mannen yang merupakan dokter di desanya menyarankan agar Gin dirawat di rumah sakit yang ada di Tokyo. Gin dibawa ke Rumah Sakit Juntendo di Tokyo pada pertengahan Desember 1970. Gin yang menanggung malu akibat perceraian menjadi semakin terpuruk ketika penyakit yang dianggapnya sebagai aib hanya bisa ditangani oleh dokter laki-laki karena saat itu belum ada dokter perempuan di Jepang. Namun, peristiwa itu pula yang memicu Gin untuk bangkit dari kesedihan dan Universitas Sumatera Utara keterpurukannya. Mulai saat itu Gin bertekad untuk menjadi dokter demi rasa solidaritasnya terhadap sesama kaum perempuan. Gin pun menyampaikan tekadnya untuk menjadi dokter kepada ibunya. Gin sudah menduga ibunya akan terkejut dengan keinginannya. Dan seperti dugaannya, ibunya hanya ternganga saat mendengar impian Gin. Ibunya tentu saja tidak mengizinkan Gin untuk menempuh pendidikan kedokteran. Pada masa awal pemerintahan Meiji, untuk meraih gelar dokter merupakan hal yang sulit bagi kaum laki-laki, apalagi Gin yang perempuan. Impiannya terbilang mustahil untuk terwujud. Namun kenyataan itu tidak membuat Gin gentar. Diawali denan mengubah namanya menjadi Ginko sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang mendera perempuan, dia memulai perjuangan untuk menjadi dokter perempuan pertama di Jepang. Gin akhirnya mendapatkan izin dari ibunya dan berangkat ke Tokyo pada April 1873, dia diterima sebagai siswi di sekolah Yorikuni, hingga akhirnya di pindah ke sekolah Guru Perempuan. Setelah lulus dari sekolah itu Ginko berencana untuk masuk ke Universitas Kojuin dan belajar ilmu kedokteran. Rencananya membuat banyak orang termasuk gurunya menggelengkan kepala, karena Gin seorang perempuan, dan perempuan tidak berhak untuk mengenyam pendidikan kedokteran. Namun akhirnya Gin bisa kuliah di Universitas Kedokteran Kojuin dan semenjak hari pertamanya Gin hanya mendapat perlakuan kasar dari mahasiswa Kojuin yang semuanya adalah laki-laki. Hampir setiap saat Gin mendapatkan penghinaan dan tindak pelecehan dari mahasiswa Kojuin. Namun karena itulah Gin bisa bertahan. Gin akhirnya lulus dari Universitas Kedokteran Kojuin setelah tiga tahun menempuh pendidikan. Universitas Sumatera Utara Setelah lulus Gin bekerja sementara waktu sambil menunggu kesempatan untuk ikut ujian lisensi kedokteran. Pada 23 Oktober 1883, Dewan Besar Negara menetapkan sistem baru peraturan lisensi kedokteran yang diberlakukn sejak 1 Januari 1884. Sejak tanggal tersebut, semua orang yang ingin mendirikan usaha praktik medis harus mengikuti ujian lisensi dari pemerintah dan hanya mereka yang lulus yang akan diizinkan untuk melakukan praktik kedokteran. Gin adalah perempuan pertama yang mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian lisensi kedokteran itu. Tanpa ragu, Gin mengirimkan surat permohonannya. Seperti yang diduganya, permohonan itu ditolak dengan ketus bersama sebuah pesan: “Belum ada preseden seorang perempuan menerima lisensi kedokteran”. Tahun berikutnya dia mencoba lagi hasilnya tetap sama, Gin gagal. Tahun berikutnya pun dia mencoba lagi namun hasilnya tetap gagal. Ditambah lagi Gin mendapatkan kabar bahwa ibunya telah meninggal. Hal itu membuat Gin semakin bersedih. Gin pun mencoba sekali lagi mengikuti ujian itu namun dengan surat pengantar dari seorang direktur rumah sakit bedah tentara. Daftar kandidat yang berhasl lulus ditempel pada taggal 20 maret 1885. Gin menemukan namanya “No. 135: Ginko Ogino.” Maka demikianlah, Gin menjadi dokter perempuan pertama yang mendapat sertifikasi dari pemerintah Jepang. Pada mei 1885 Gin membuka Klinik Obsentri dan Ginekolgi Ginko di Tokyo. Ginko juga mulai memeluk agama Kristen. Seorang pendeta membaptisnya pada November 1885. Ginko pun akhirnya menikah dengan Yukiyoshi Shikata. Mereka menikah pada tanggal 25 November 1890 di Kutami, Prefektur Kumamoto dan Universitas Sumatera Utara dinikahkan oleh Pendeta O.H. Gulick. Shikata adalah lelaki yang lebih muda 13 tahun dari Gin. Selama pernikahannya dengan Shikata, Ginlah yang membiayai smua kebutuhan hidup mereka. Maka dari itu Shikata memutuskan untuk pergi ke Hokkaido dan membuka lahan baru disana serta membangun komunitas Kristen. Pada Juni 1894, Gin memutuskan untuk menyusul Shikata ke Hokkaido. Dia menutup kliniknya dan membagi semua perabotan kepada suster dan staf kliniknya yang lain. Pada 23 September 1905 Shikata meninggal dunia. Gin menguburkan jenazah Shikata di sebuah bukit di ujung utara Emmanuel. Setelah kematian Shikata, Gin menjadi semakin pendiam. Tak lama setelah kematian suaminya Gin terserang flu dan agak demam. Penyakitnya memang ringan saja, tetapi disertai dengan nyeri di perut bawahnya. Tahun 1906, tak yakin lagi dengan kekuatan fisiknya, Gin akhirnya kembali ke Tokyo ditemani Tomi, anak angkatnya. Di sana dia membuka klinik dan berpraktik sampai akhirnya meninggal pada 23 Juni 1913, dalm usia enam puluh tiga tahun. Universitas Sumatera Utara

3.2 Masalah Gender dalam Novel Ginko Karya Jun’ichi Watanabe