Cuplikan hal. 81 Ketidakadilan Gender Berupa Subordinasi

3.2 Masalah Gender dalam Novel Ginko Karya Jun’ichi Watanabe

3.2.1 Ketidakadilan Gender Berupa Subordinasi

Berikut ini adalah masalah ketidakadilan gender dalam bentuk subordinasi atau penomorduaan yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut:

1. Cuplikan hal. 81

Dari waktu ke waktu,Ogie dan Gin membahas persoalan itu semakin dalam, dan akhirnya Gin memberitahu ibunya mengenai impiannya itu pada akhir musim panas. Seperti yang sudah diduga, Kayo hanya ternganga. “Apa kau sudah gila?” “Tentu saja tidak. Aku hanya meminta izin kepada Ibu agar mengizinkanku pergi ke Tokyo.” Mata Gin tampak berbinar-binar saat mengajukan permintaan itu. Kayo memang sudah cemas karena selama ini Gin hanya berdiam diri di dalam kamar, dan sekarang dia yakin bahwa Gin meracau karena depresi. Dengan hati kalut, dia memandangi putrinya yang berlutut di hadapannya. “Kumohon jangan bicara seperti orang tolol begitu.” “Aku tidak tolol” “Di dunia tempat kita hidup sekarang, ada beberapa hal yang mungkin, ada pula yang tidak mungkin. Bercerminlah pada kenyataan.” Kayo berpikir mungkin Gin kerasukan siluman rubah yang menyihirnya hingga kacau seperti ini. Waktu pasti akan memperbaiki keadaan ini dan putrinya akan kembali waras seperti biasanya. Namun, Gin tidak menyerah begitu saja. “Bagaimana Ibu tahu mana yang bisa dan tidak bisa kulakukan kalau Ibu tidak mengizinkanku mencobanya?” Universitas Sumatera Utara “Tidak.” Bahkan untuk membuka buku pun, perempuan itu tidak pantas. Selama mengurus proses perceraian, Kayo merasa bersimpati kepada keluarga Inamura yang mengeluh bahwa Gin gemar belajar. Kayo sengaja tidak mengungkit-ungkit hal itu, tetapi sekarang rasa simpatinya kepada mantan besan itu semakin besar. Gin telah merusak kesempatannya dalam kehidupan pernikahan, ditambah lagi dia tidak punya sedikit pun penyesalan, bahkan dia sekarang mengaku ingin menjadi dokter “Dimana letak memalukannya niat seseorang yang ingin membantu orang lain yang menderita?” Gin tetap bersikeras. “Itu tugas dokter laki-laki. Memotong bagian-bagian tubuh dan melihat darah bukanlah pekerjaan perempuan. Ada banyak hal lain yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan.” “Seperti mengurus rumah tangga dan merawat keluarga bukan?” “Ya, itu salah satunya.” kata Kayo, ibu Gin. Analisis : Pada cuplikan diatas terlihat dari ucapan Kayo, bahwa pada saat itu Gin sebagai seorang perempuan posisinya jauh lebih rendah dari pada laki-laki. Hal ini terlihat dari cuplikan berikut ini, Bahkan untuk membuka buku pun, perempuan itu tidak pantas. Selama mengurus proses perceraian, Kayo merasa bersimpati kepada keluarga Inamura yang mengeluh bahwa Gin gemar belajar. Cuplikan ini menunjukkan adanya indeksikal diskriminasi gender secara subordinasi kepada kaum perempuan. Hal ini diakibatkan oleh asumsi yang berasal dari kultur dan budaya yang telah terbentuk dan melekat pada masyarakat Jepang bahwa Universitas Sumatera Utara kedudukan perempuan jauh di bawah laki-laki. Di masa ini masih ada konsep ryousai kenbou, yakni bahwa seorang perempuan harus menjadi istri yang baik dan ibu yang bijaksana. “Itu tugas dokter laki-laki. Memotong bagian-bagian tubuh dan melihat darah bukanlah pekerjaan perempuan.”, pada kalimat ini menunjukkan indeksikal bahwa di zaman ini perempuan dinomorduakan posisinya. Meskipun sejak tahun 1872 sudah ada pengakuan persamaan hak pria dan wanita dalam berbagai hukum sipil dan kesempatan untuk menjalani dunia pendidikan, namun pada kenyataannya kesetaraan itu tidak langsung bisa diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, karena hukum kuno tentang keluarga tradisional yang patriarki masih banyak mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Begitulah yang terjadi pada Gin, ibunya masih saja beranggapan bahwa posisi perempuan tidak layak untuk sama dengan posisi laki-laki.

2. Cuplikan hal. 85