3. Cuplikan hal. 158
Mereka berencana menyerangnya seperti preman pada umumnya. Jadi Ginko mulai menangis, semuanya akan berakhir baginya. Jadi, Ginko mati-matian
mengendalikan diri dan membalas mendelik. “Kami mau bergiliran, mengerti?”
Ginko berbalik lagi, tapi mereka menghalangi jalan di belakangnya. “Kami tidak akan memberi tahu siapapun, jadi kau tidak perlu sok jual mahal.”
Ginko menoleh ke belakang mereka sejauh-jauhnya, tapi tidak ada orang yang terlihat.
“Lepaskan pakaianmu”raung si kumis tebal, matanya merah. Mereka semua akan memerkosanya.
“Cepat” Ginko tiba-tiba berjongkok, menghindar ke kanan dan kemudian melesat
ke kiri bawah lengan yang ada di depannya. “Tolong” Ginko berlari secepatnya, buku-bukunya yang terbungkus kain
dia jepit di bawah lengannya. Namun kakinya tidak sebanding dengan mereka. Mereka dengan cepat menangkapnya dan menarik kerah bajunya ke belakang.
Analisis:
Cuplikan diatas menunjukkan tindakan kekerasan yang dialami oleh Ginko sebagai perempuan. Kekerasan yang dialami oleh Ginko berupa kekerasan dalam
bentuk fisik. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para laki-laki itu merupakan kekerasan secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
“Lepaskan pakaianmu”raung si kumis tebal, matanya merah. Mereka semua akan memerkosanya. “Cepat”. Kalimat ini menunjukkan indeksikal
adanya diskriminasi gender secara violence atau kekerasan yang dialami oleh Gin. Hal ini dapat terjadi karena berasal dari asumsi bahwa laki-laki dianggap memiliki
posisi yang lebih tinggi dari pada perempuan, sehingga memiliki legitimasi untuk menaklukkan dan memaksa perempuan. Selain itu juga berasal dari asumsi bahwa
perempuan adalah makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang kuat sehingga bisa saja laki-laki melakukan kekerasan terhadap perempuan dengan
kekuatan yang dimilikinya. Hal inilah yang terjadi pada tokoh Ginko, dia mengalami diskriminasi gender berupa kekerasan yang dilakukan oleh para
mahasiswa laki-laki dari universitasnya.
4. Cuplikan hal. 251
Pemilik rumah ini adalah perempuan nakal yang bersukaria dengan darah. Kata-kata itu tertulis di seluruh dinding disertai dengan karikatur Ginko yang
memegang pisau bedah dengan satu tangan dan wajah setan setengah tertutup oleh rambut panjang yang acak-acakan.
“Bersihkan saja,” kata Ginko enteng, dan kembali ke dalam rumah. Tulisan tersebut sudah dihapus, tapi dua hari kemudian ada lagi. Kiamat
sudah dekat kalau seorang perempuan mengukur denyut nadimu. Bidang kedokteran bukanlah pekerjaan bagi perempuan
Analisis:
Pada kalimat “Pemilik rumah ini adalah perempuan nakal yang bersukaria dengan darah. Kata-kata itu tertulis di seluruh dinding disertai dengan karikatur
Universitas Sumatera Utara
Ginko yang memegang pisau bedah dengan satu tangan dan wajah setan setengah tertutup oleh rambut panjang yang acak-acakan.” Dan pada kalimat ini “Tulisan
tersebut sudah dihapus, tapi dua hari kemudian ada lagi. Kiamat sudah dekat kalau seorang perempuan mengukur denyut nadimu. Bidang kedokteran bukanlah
pekerjaan bagi perempuan” menunjukkan indeksikal adanya ketidakadilan gender dalam bentuk violence atau kekerasan.
Dari kalimat diatas erlihat bagaimana Ginko mengalami diskriminasi gender secara violence atau kekerasan. Kekerasan yang dialami oleh Ginko tidak
dalam bentuk serangan terhadap fisik, namun serangan terhadap psikologisnya. Dengan menuliskan kata-kata yang menjatuhkan martabat Ginko sebagai seorang
dokter perempuan. Memang di zaman ini masyarakat Jepang belum bisa menerima kehadiran seorang dokter perempuan, sehingga masih banyak yang menjelek-
jelekkan perempuan yang berprofesi dokter, seperti halnya yang dialami oleh Ginko.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut : 1.
Novel ‘Ginko’ adalah novel karya Jun’ichi Watanabe yang menggambarkan keadaan sejarah Jepang para awal zaman Meiji yang berkisar tahun 1870-1913,
terutama kehidupan masyarakat pada zaman itu. Khususnya adalah kehidupan kaum wanita Jepang di masa ini serta kedudukan wanita dari segi peran
sosialnya. 2.
Melalui novel ‘Ginko’ dapat diketahui bagaimana kedudukan dan status wanita dalam masyarakat Jepang pada saat itu. Wanita di zaman Meiji sebenarnya
sudah memperoleh persamaan hukum dengan pria dan tidak boleh diadakan diskriminasi dalam hubungan politik, ekonomi atau sosial berdasarkan ras,
kepercayaan, gender, status sosial atau keturunan. Namun diskriminasi terhadap
wanita tetap terjadi di masa ini, yakni pada tokoh Gin dalam novel ini. 3.
Diskriminasi yang dialami oleh Gin terjadi sepanjang hidupnya. Yakni diskriminasi secara marginalisasi. Pemiskinan yang dialami Gin terjadi saat dia
kuliah ke Tokyo, sehingga keluarganya tidak lagi menanggung biayanya karena dia seorang wanita. Dan dialaminya juga saat Gin sudah menjadi seorang dokter,
keberadaannya sebagai seorang dokter perempuan sudah mengalami kemunduran dan membuat Gin mengalami peminggiran dari arus pekerjaan
utamanya.
Universitas Sumatera Utara