Novel sastra menuntut aktifitas pembaca secara lebih serius, menuntut pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya. Pembaca dituntut untuk ikut
merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antar tokoh. Teks kesastraan sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga menyebabkan
pembaca harus benar-benar mengerahkan konsentrasinya untuk memahami teks cerita. Luxemburg, dkk 1989:6 mengungkapkan jika cerita bertentangan dengan
pola harapan pembaca, disamping itu juga memiliki kontras yang ironis, hal ini justru menjadikan teks yang bersangkutan menjadi suatu cerita yang memiliki
kualitas kesusastraan. Stanton 2007:4 menjelaskan bahwa secara implisit maupun eksplisit
disebutkan bahwa novel serius dimaksudkan untuk mendidik dan mengajarkan sesuatu yang berguna untuk kita dan bukan hanya memberi kenikmatan. Faktanya,
novel serius dapat memberikan kenikmatan dan memang begitu adanya. Pernyataan ini telah diungkapkan dan dibuktikan oleh banyak orang.
2.2 Setting Novel Ginko
Setiap karya sastra disusun dari unsur-unsur yang menjadikannya sebuah kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya sastra
adalah unsur intrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra dalam hal ini adalah novel.
Menurut Abraham dalam Nurgiantoro 1995: 216 setting atau latar yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Universitas Sumatera Utara
Setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: waktu, tempat, dan sosial. Ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang
berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya setting berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Setting berguna bagi sastrawan dan pembaca. Bagi sastrawan setting cerita dapat digunakan untuk mengembangkan cerita. Setting cerita dapat digunakan
sebagai penjelas tentang tempat, waktu, dan suasana yang dialami tokoh. Sastrawan juga bisa menggunakan setting cerita sebagai simbol atau lambang bagi
peristiwa yang telah, sedang, atau akan terjadi. Sastrawan juga bisa menggunakan latar setting cerita untuk menggambarkan watak tokoh, suasana cerita atau
atmosfer, alur, atau tema ceritanya. Bagi pembaca, latar cerita bisa membantu untuk membayangkan tentang tempat, waktu, dan suasana yang dialami tokoh.
Latar juga bisa membantu pembaca dalam memahami watak tokoh, suasana cerita, alur, maupun dalam rangka mewujudkan tema suatu cerita.
1. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan denngan masalah kapan terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu factual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar waktu maka dalam novel ‘Ginko’ karya Jun’ichi Watanabe mengambil setting pada awal zaman Meiji yakni
sekitar tahun 1870-1913.
Universitas Sumatera Utara
2. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-
tempat dengan nama tertentu, inisia tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dalam novel ‘Ginko’ mengambil latar tempat di beberapa tempat di Jepang,
seperti di Kanto, Tokyo, Kofu, Hokkaido, Sapporo dan lain sebagainya. Peristiwa- peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di tepi sungai, rumah sakit,
asrama mahasiswa, kuil, klinik, gereja dan lain-lain.
3. Latar Sosial
Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan
bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menensgah atau atas.
Sama halnya juga dalam novel “Ginko” ini terdapat ruang lingkup tempat dan waktu sebagai wahana para tokohnya mengalami berbagai pengalaman dalam
hidupnya. Setting peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel ini seluruhnya terjadi di Jepang dan berlangsung pada tahun 1870-1913.
Pada zaman ini masih dipengaruhi oleh ajaran Konfusianisme yaitu konsep ryousaikenbo yang mengatakan “bahwa seorang perempuan harus menjadi istri
yang baik dan ibu yang bijaksana”. Oleh karena itu, bagi para perempuan pada
Universitas Sumatera Utara
zaman Meiji seperti Ogino Gin dalam novel ini untuk berpendidikan tinggi dan berprofesi sebagai dokter wanita merupakan hal yang hampir mustahil.
Sebenarnya, ryousaikenbo merupakan awal dari pandangan wanita Jepang modern. Hal ini disebabkan karena sebelum zaman meiji, para wanita hanya
berperan sebagai orang melahirkan anak saja serta tidak diperbolehkan mengurus anaknya sendiri. Tetapi sejak konsep ryousaikebo mulai diterapkan pada zaman
meiji, wanita pun harus turut berperan aktif dalam mendidik anak. Bahkan, konsep ryousaikenbo ini semakin diperkuat bahwa keluarga dianggap sebagai
rumah. Dengan maksud bahwa di dalam rumah para anggota keluarga akan dirawat secara penuh kasih sayang oleh istri atau ibu.
Meskipun wanita Jepang telah mengalami kemajuan pada zaman itu namun, tetap saja dilakukan pemisahan kelas bagi pria dan wanita. Bahkan, pada saat itu
pekerjaan bagi wanita Jepang sangat dibatasi serta pendidikan bagi wanita hanya dapat sampai SMU. Sehingga dapat dikatakan bahwa, konsep
ryousaikenbo sebagai awal dari dimulainya ketidakadilan atau diskriminasi
gender bagi wanita Jepang. Dimana seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak harus secara penuh mengurus rumah tangga dan merawat anak serta
patuh terhadap segala keputusan suami. Atas dasar konsep ryousaikenbo ini wanita Jepang harus dapat berperan
sebagai istri yang baik dan mengatur keadaan rumah dan melayani kebutuhan keluarga terutama suami dan dapat juga bereran sebagai ibu yang bijaksana dalam
menyerahkan diri sepenuhnya untuk mendidik anak. Sehingga kedua hal tersebut menjadi prioritas utama
Universitas Sumatera Utara
Tidak peduli bagaimanapun terdidiknya perempuan kelas menengah tapi mereka tidak ada peluang di dalam masyarakat untuk menggunakan pendidikan
mereka dalam berbagai cara yang efektif. Seperti halnya, Gin yang hidup di zaman Meiji yakni zaman dimana perempuan susah untuk mendapatkan pendidikan yang
lebih tinggi. Hal tersebut karena ada paham dalam masyarakat yakni paham yang menganggap bahwa wanita harus tinggal di rumah dan tugas wanita yaitu urusan
rumah tangga dan merawat anak dan suami. Sehingga Gin harus berjuang untuk bisa kuliah dan menjadi dokter wanita pertama.
2.3 Biografi Jun’ichi Watanabe