Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau mereka alami. Selain itu karya sastra menyuguhkan potret kehidupan dengan menyangkut persoalan sosial dalam masyarakat, setelah mengalami pengendapan secara intensif dalam imajinasi pengarang, maka lahirlah pengalaman kehidupan sosial tersebut dalam bentuk karya sastra. Menurut Semi dalam Wahyudi 2008: 67 sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta. Dengan hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan manusia, antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra. Mencermati hal tersebut, jelaslah manusia berperan sebagai pendukung yang sangat menentukan dalam kehidupan sastra. Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sastra merupakan segala sesuatu yang ditulis dan tercetak. Selain itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya dari pada karya fiksi Wellek dan Werren, 1995: 3-4. Universitas Sumatera Utara Sebagai hasil imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Sastra terdiri atas tiga jenis genre, yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel. Novel sebagai salah satu produk karya sastra merupakan media yang digunakan pengarang dalam menyampaikan ide-idenya. Sebagai media, karya sastra menjadi jembatan untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaikan kepada pembaca. Karya sastra sebagai media untuk merefleksikan pandangan si pengarang terhadap berbagai masalah yang diamatinya. Realitas sosial yang terjadi diramu dengan sedemikian rupa menjadi sebuah teks yang memungkinkan menghadirkan pencitraan yang berbeda dibandingkan dengan realitas empiris. Dengan demikian, realitas sosial yang terjadi di masyarakat dihadirkan kembali oleh pengarang melalui teks cerita dalam bentuk dan pencitraan yang berbeda. Dalam karya sastra, hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat bisa berupa struktur sosial masyarakat, fungsi dan peran masing- masing anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin diantara seluruh anggotanya. Secara lebih sederhana, karya sastra menggambarkan unsur-unsur masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Interaksi yang terjalin antara keduanya merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji. Dalam sistem yang lebih kompleks, hubungan antara laki-laki dan perempuan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk pola dan prilaku yang mencerminkan penerimaan dari pihak laki-laki dan perempuan terhadap kedudukan tiap jenis kelamin. Proses ini dikuatkan oleh realitas dalam banyak Universitas Sumatera Utara kebudayaan bahwa secara struktural posisi lelaki lebih tinggi dari pada kaum perempuan. Saat membahas masalah perempuan, salah satu konsep penting yang tidak bisa dilupakan adalah permasalahan gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Kalau dilihat dalam kamus, tidak dijelaskan secara jelas pengertian antara kata sex dan gender. Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender. Sejarah perbedaan gender gender differences antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan— seolah-olah bersifat biologis, yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan- perbedaan gender dianggap dan dipahami secara kodrat laki-laki dan kodrat perempuan. Universitas Sumatera Utara Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun, yang menjadi permasalahan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan perempuan pada umumnya. Pihak yang paling dirugikan dalam ketidakadilan gender biasanya adalah perempuan. Salah satu faktor penyebabnya adalah budaya patriarki. Partiarki menurut Bhasin 1996: 3 merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, sistem kontrol terhadap perempuan, dalam mana perempuan dikuasai. Patriarki membentuk laki-laki sebagai superordinat dalam kerangka hubungan dengan perempuan yang dijadikan sebagai subordinatnya. Dari kondisi ini muncullah dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun masyarakat. Perempuan sebagai lawan jenis dari laki-laki, digambarkan dengan citra tertentu yang mengesankan inferioritas perempuan. Inferioitas adalah perasaan minder atau rasa rendah diri tentang ketidakmampuan diri sehingga tidak bisa menunjukkan kebolehannya secara optimal. Inferioritas ini juga yang menyebabkan posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki. Salah satu kesan inferioritas yang sering ada adalah adanya sistem pembagian kerja. Ada beberapa pemahaman bahwa perempuan tidak hanya berperan sebagai istri, ibu, dan ibu rumah tangga saja, namun secara sosial dan budaya dapat mejadi apapun dalam ruang lingkup yang luas. Namun ketika peran itu diterapkan dalam anggota keluarga, semua pemahaman itu tidak dapat terealisasi. Semua peran yang menyangkut sosial dan masyarakat hanya didominasi oleh pihak laki-laki. Yang terjadi selanjutnya adalah, laki-laki akan lebih berkuasa dalam keluarga karena merasa memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dan berat Universitas Sumatera Utara dibandingkan perempuan. Efek negatif yang muncul akibat dari pemilahan peran gender dari budaya patriarki akan memunculkan ketidakadilan gender sehingga akan membentuk diskriminasi perempuan. Dalam pasal 1 butir 3 UU No. 391998 tentang HAM disebutkan pengertian diskriminasi, yakni segala bentuk pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Dalam http:id.wikipedia.orgwikiDiskriminasi , diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam kehidupan masyarakat, ini disebabkan kecenderungan manusia membeda-bedakan yang lain. Diskriminasi juga mempengaruhi setiap individu dalam menentukan pilihan dalam kehidupannya. Jadi diskriminasi merupakan tindakan yang memperlakukan satu orang atau satu kelompok secara tidak adil dari pada orang yang lainnya. Menurut Fakih 2004: 12-13, diskriminasi atau ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : a Marginalisasi atau peminggiran, b Subordinasi atau anggapan tidak penting, c Pembentukan Universitas Sumatera Utara stereotipe atau pelabelan, d Kekerasan violence , e Beban kerja berlebih double burden. Masalah mengenai diskriminasi khususnya diskriminasi gender juga terdapat dalam sebuah novel Jepang karangan Jun’ichi Watanabe yang berjudul Ginko. Novel Ginko menceritakan tentang seorang gadis desa Tarawase yang bernama Ogino Gin yang memiliki ambisi dan harapan untuk menjadi seorang dokter wanita. Pada masa awal pemerintahan Meiji, untuk meraih profesi dokter merupakan hal yang sangat sulit bagi perempuan. Maka dari itu cita-cita Gin untuk menjadi dokter terbilang mustahil untuk terwujud. Namun semua kenyataan itu tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi dokter. Diawali dengan mengubah namanya menjadi Ginko sebagai simbol perlawanannnya terhadap ketidakdilan yang mendera perempuan, dia memulai perjuangan untuk menjadi dokter perempuan pertama di Jepang. Tokoh utama perempuan dalam novel ini beranggapan bahwa perempuan juga memiliki hak untuk merasakan profesi dokter. Dia berambisi menjadi dokter perempuan agar perempuan-perempuan lain yang sedang sakit dan butuh pertolongan dokter tidak perlu merasa canggung lagi saat mereka akan diperiksa oleh dokter perempuan dan mereka pun dengan senang hati menjalani proses pengobatan apapun. Penyangkalan antara realitas dan keinginan tokoh utama mencerminkan tidak banyak yang dapat dilakukan perempuan jepang untuk melakukan budaya patriarki seperti yang biasa dilakukan oleh kaum laki- laki. Berbagai bentuk ketidakadilan gender itu terlihat dari usaha laki-laki untuk mengontrol perempuan dalam berbagai hal seperti penomorduaan, seksualitas, Universitas Sumatera Utara sistem pembagian kerja dan lain-lain. Walau demikian, tokoh utama wanita tidak pernah menyerah untuk meraih ambisinya untuk menjadi dokter perempuan. Berdasarkan pada uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk membahas diskriminasi gender yang terdapat dalam novel Ginko karya Jun’ichi Watanabe sehingga akhirnya penulis memilih judul skripsi yaitu “Diskriminasi Gender yang Dialami Oleh Tokoh Gin Dalam Novel ‘Ginko’ Karya Jun’ichi Watanabe”.

1.2 Perumusan Masalah