Tinjauan Pustaka Tinjauan Pusataka dan Kerangka Teori

utama adalah novel Ginko karya Jun’ichi Watanabe yang berjumlah 462 halaman, dalam edisi bahasa Indonesia.

1.4 Tinjauan Pusataka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Menurut Semi dalam Wahyudi 2008: 67,sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta. Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa. Sastra adalah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani. Banyak orang yang mendefenisiskan karya sastra dalam satu defenisi yang umum. Padahal selain bersifat umum, karya sastra juga bersifat khusus. Dikatakan bersifat umum karena semua karya sastra seharusnya dapat dibedakan dengan bentuk hasil-hasil seni atau kebudayaan lainnya, seperti seni patung, seni tari, seni lukis, seni rupa, dll. Karya sastra bersifat khusus karena karya sastra dapat dibedakan atas puisi, prosa, dan drama. Prosa dapat dibedakan atas cerpen, novel, novelet, dan cerpen. Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek dari pada roman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996: 694, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Masalah yang dibahas dalam novel juga tidak begitu kompleks. Novel sebagai salah satu produk karya sastra, merupakan media yang digunakan pengarang dalam menyampaikan gagasannya. Sebagai media, karya Universitas Sumatera Utara sastra menjadi jembatan yang menghubungkan pemikiran-pemikiran pengarang yang disampaikan kepada pembaca. Seperti karya seni pada umumnya, kesusastraan selalu diciptakan secara kreatif, dalam pengertian bahwa karya sastra selalu diciptakan dalam realitas baru, yang berarti sesuatu yang belum terlintas dan belum tertangkap oleh orang lain. Karya sastra sebagai media untuk merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamatinya dilingkungan. Realitas sosial yang terjadi diramu dengan sedemikian rupa menjadi sebuah teks yang nantinya dapat menghadirkan pencitraan yang berbeda dibandingkan dengan realitas empiris. Dengan demikian, realitas sosial yang terjadi di masyarakat dihadirkan kembali oleh pengarang melalui teks cerita dalam bentuk dan pencitraan yang berbeda. Penciptaan sastra selalu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat Rampan, 2008: 82. Dalam sebuah karya sastra, hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat dapat berupa struktur sosial masyarakat, fungsi dan peran masing-masing anggota masyarakat, maupun interaksi yang terjalin diantara seluruh anggotanya. Menurut Trisakti dan Sugiarti 2008: 4-6 kata “gender” sering diartikan sebagai kelompok laki-laki, permpuan, atau perbedaan jenis kelamin. Untuk memahami kata gender, harus dibedakan dengan kata sex atau jenis kelamin. Secara struktur biologis atau jenis kelamin, manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki alat dan fungsi biologis yang melekat setra tidak dapat dipertukarkan. Laki-laki tidak dapat menstruasi, tidak dapat hamil, Universitas Sumatera Utara karena tidak memiliki organ peranakan. Sedangkan perempuan tidak bersuara berat, tidak berkumis, karena keduanya memiliki hormon yang berbeda. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain : kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan dalam arti: memilih atau memisahkan peran antara laki-laki dan perempuan. Dengan melihat perbedaan yang jelas antara laki- laki dan perempuan, maka dapat dikatakan perbedaan itu terjadi secara kodrati. Gender adalah perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal. Jadi, gender menurut Fakih 2004: 8 adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sementara itu kultur yang ada dalam masyarakat akan mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan berjalannya waktu, maka sifat yang dilekatkan oleh masyarakat juga akan mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan ciri dan sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke Universitas Sumatera Utara tempat yang lainnya. Misalnya saja, kultur masyarakat yang berubah dari mulai zaman batu, laki-laki lebih dominan daripada perempuan karena kekuatan fisik yang berbeda, kemudian pada zaman agraris, dimana perempuan tampak lebih mandiri, dan di zaman industri maju dengan teknologi yang canggih saat ini lebih menghargai skill daripada jenis kelamin, yang menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan kaum laki-laki. Struktur sosial dan kondisi sosio-kultural akan mempengaruhi identitas gender.

1.4.2 Kerangka Teori