Konflik antarkelas Dampak Mobilitas Sosial
277
disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Salah satu alat ko- munikasi yang berkembang adalah desas desus, biasanya bersifat ne-
gatif. Sebagai akibat sistem komunikasi yang sederhana tadi, hubungan antara seseorang dengan orang lain, dapat diatur dengan seksama. Rasa
persatuan erat sekali, yang kemudian menimbulkan saling mengenal dan saling menolong yang akrab.
Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, maka hubungan antara penguasa dengan rakyat, berlangsung secara tidak resmi. Segala
sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah. Disamping itu karena tidak adanya pembagian kerja yang tegas, seorang penguasa sekaligus
mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sama sekali tak dapat dipisah-pisahkan atau paling tidak sukar untuk dibeda-bedakan.
Apalagi di desa yang terpencil, sukar sekali untuk memisahkan antara kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai orang tua
yang nasehat-nasehatnya patut dijadikan pegangan, sebagai seorang pemimpin upacara adat dan lain sebagainya. Pendeknya segala sesuatu
disentralisasi pada diri kepala desa tersebut.
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”,
terletak pada sifat dan ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat modern.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan
utama keidupan, hubungan-hubunganan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, sumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota
yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan
masyarakat sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang diutamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan tersebut membe-
rikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu, diusahakan untuk menghidangkan
makan dalam kaleng. Pada orang-orang desa, hal itu tidak diperdulikan; mereka masak makanan sendiri tanpa memperdulikan apakah tamunya
suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat menghidangkannya juga harus mewah dan
terhormat. Di sini terlihat perbedaan penilaian; orang desa menilai makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan
pada orang kota, sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Demikian pula soal pakaian bagi orang desa, bentuk dan warna pakaian tak menjadi soal karena yang terpenting adalah fungsi pakaian
yang dapat melindungi diri dari panas dan dingin. Bagi orang kota, nilai pakaian adalah alat kebutuhan sosial, mahalnya bahan pakaian yang
dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai. Ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota, antara lain
sebagai berikut.