Tujuan Pendidikan Multikultural PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
344 2. Tahap-tahap Pengembangan Pendidikan Multikultural
Gay 1995 mengemukakan empat tahap pengembangan pen- didikan multikultural dalam Walsh Agatucci, 2001.
1. inclusion. Pada tahap ini kelompok etnis dipelajari secara tunggal, dan biasanya pelajaran berpusat pada tokoh pahlawan dari etnis
yang bersangkutan. 2. infusion. Pada tahap kedua ini pendidikan multi kultural ditekan-
kan pada pengintegrasian isi, konteks, contoh, dan pandangan yang berbeda ke dalam kurikulum.
3. deconstruction, dimana pendidikan multikultural memberi kesem- patan siswa untuk memandang konsep dari perspektif yang
berbeda-beda sebagai bagian dari proses berpikir kritis dalam keanekaragaman budaya.
4. transformation, yakni fokus pendidikan multikultural terletak pada proses memikirkan dan mengimajinasikan penjelasan-penjelasan
baru tentang situasi sosial yang secara kultural berbeda-beda.
Materi pembelajaran multikultural dengan pendekatan multiple perspectives, hendaknya diorganisasi dengan menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi contribution approach, pendekatan additive additive approach, pendekatan transformasi
trasaformation approach dan pendekatan tindatan sosial social action approach Banks, 1989.
Sedangkan pendekatan yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok
tunggal single group studies dan pendekatan perspektif ganda multiple perspektives approach. Pendidikan multikultural di Indonesia pada
umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pan-
dangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus tersedia data-data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian,
rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang kontribusi kelompok itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu
pengetahuan, politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada isu-isu yang sarat dengan nilai-nilai
kelompok yang sedang dikaji.
345
Menurut Azra 2007 terdapat lima tipologi pendidikan multikultural yang berkembang, yaitu: 1 mengajar mengenai kelompok siswa yang
memiliki budaya yang lain culture difference. perubahan ini terutama siswa dalam transisi dari berbagai kelompok kebudayaan ke dalam
mainstream budaya yang ada; 2 hubungan manusia human relation. Program ini membantu siswa dari kelompok-kelompok tertentu sehingga
dia dapat mengikuti bersama-sama dengan siswa yang lain dalam kehidupan sosial; 3 singles group studies. Program ini mengajarkan
mengenai hal-hal yang memajukan pluralisme tetapi tidak menekankan kepada adanya perbedaan stratifikasi sosial yang ada di dalam
masyarakat; 4 pendidikan multikultural. Program ini merupakan suatu reformasi pendidikan di sekolah-sekolah dengan menyediakan kurikulum
serta materi-materi yang menekankan adanya perbedaan siswa dalam bahasa, yang keseluruhannya untuk memajukan pluralisme kebudayaan
akan equilitas sosial; dan 5 pendidikan multikultural yang sifatnya rekonstruksi sosial. Program ini merupakan suatu program baru yang
bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan kultural dan menan- tang ketimpangan-ketimpangan
sosial yang ada dalam masyarakat. Program ini dinamakan critical multicultural education.
Dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah, maka sekolah harus dipandang sebagai sebuah sistem sosial di mana
terdapat banyak variabel yang saling terkait dan berhubungan sangat erat. Berpikir tentang sekolah sebagai sistem sosial mengharuskan kita
untuk membuat suatu rancangan strategi mengubah lingkungan sekolah secara total untuk menerapkan pendidikan multikultural.
Tugas 7.3
Menurut pendapatmu, mengapa harus ada pendidikan multikultural pada masyarakat Indonesia?
346 D. RINGKASAN
Multikultur berasal dari kata multi dan kultur. Multi artinya banyak, dan kultur biasa disamakan dengan kata budaya. Dengan demikian kata
multikultur bermakna budaya yang banyak atau keberagaman budaya. kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola peri- laku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melang- sungkan kehidupan bermasyarakat. Wujud kebudayaan dibedakan
menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang elit seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine
art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan meng-
ambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
berkebudayaan disebut sebagai orang yang tidak berkebudayaan; bukan sebagai orang dari kebudayaan yang lain. Orang yang tidak
berkebudayaan dikatakan lebih alami, dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi high culture
untuk menekan pemikiran manusia alami human nature.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan atau biasa disebut sub-kultur, yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki
sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Multikultural sebagai masyarakat yang kelompok dan anggotanya mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara
keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Multikultural sering
347
diidentikkan dengan pluralisme, padahal ada beberapa perbedaan diantara kedua konsep tersebut.
Pluralisme pada dasarnya memiliki beberapa makna, yakni sebagai doktrin, sebagai model dan keterkaitannya dengan konsep lain.
Sebagai doktrin pluralisme sering dimaknai bahwa dalam setiap hal, tidak ada satu pun sebab bersifat tunggal monism atau ganda dualism bagi
terjadinya perubahan masyarakat. Sementara itu, pluralisme sebagai model, memungkinkan terjadinya peran individu atau kelompok yang
beragam dalam masyarakat. Pluralisme merupakan suatu pandangan bahwa sebab dari sebuah peristiwa sosial, harus dapat diuji melalui
interaksi yang beragam faktor dan bukan dianalisis hanya dari satu faktor semata-mata, dan keberagaman faktor itu adalah faktor kebudayaan.
Plurarisme mendorong perubahan cara berpikir dari cara monokultur ke arah cara berpikir multikultur. Dengan demikian, multikultur bukan hanya
sekedar bermakna keberagaman budaya, tetapi lebih kepada cara berpikir, cara bertindak, dan berperilaku terhadap keberagaman budaya
yang ada dalam masyarakat.
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks
pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan
sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam.
Dengan kata lain, integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk
itu sebagai semangat untuk bersatu. Integrasi nasional, adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya.
Di kebanyakan negara-negara dunia, sebagian besar dari mereka adalah bangsa-bangsa bekas jajahan, terdiri atas kelompok-kelompok
etnik dan budaya yang sangat majemuk, multikulturalisme adalah sebuah gagasan yang terus diperjuangkan. Bahkan lebih dari itu, kebanyakan
negara yang relatif muda usia ini, harus berjuang terlebih dahulu dengan gagasan nasionalisme.