348
Gagasan nasionalisme negara-negara yang pada umumnya memperoleh kemerdekaannya setelah Perang Dunia II, dibangun melalui
kesadaran para pemimpinnya akan kepercayaan bahwa negaranya amat majemuk, seringkali terdiri atas puluhan bahkan ratusan kelompok etnik,
hanya mungkin dipersatukan dengan ikrar yang meneguhkan persatuan sebagai dasar untuk menciptakan kehidupan bersama yang lebih baik.
Dalam masyarakat multikultural itu telah terjadi interaksi dan dialog antar budaya. Bahkan juga, secara tidak disadari mungkin, telah
terjadi dialog antar peradaban, misalnya peradaban Barat yang didasarkan pada nilai-nilai Yudeo-Kristiani dan peradaban Islam atau
Konfusian. Dalam komunitas seperti itu tidak terjadi apa yang disebut oleh Samuel Huntington, clash of civilization, benturan peradaban.
Manajemen multi-kultural, memang telah menjadi budaya perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang lebih maju. Penerapan
manajemen multikultural itu, tentunya didasarkan pada prasangka baik tentang multikulturalisme. Tapi mungkin disadari juga bahwa suatu
masyarakat atau komunitas multikultural, mengandung potensi konflik, berdasarkan teori yang sederhana, yaitu karena terjadinya perjumpaan
dua atau beberapa budaya asing. Dalam interaksi itu mungkin terkandung prasangka-prasangka negatif antar kelompok etnis, ras,
budaya atau agama. Dengan katar belakang prasangka itu mungkin terjadi gesekan atau bahkan benturan. Dalam masyarakat multikultural,
yang terjadi mungkin justru isolasionisme, dimana suatu komunitas berkonsentrasi pada suatu daerah pemukiman tertentu yang bersifat
swasembada self-sufficient. Meskipun demikian, interaksi dengan komunitas luar tak bisa dihindari. Maka dalam interaksi yang membawa
prasangka bisa terjadi persaingan yang tidak sehat.
Pendidikan multikultural pada umumnya diletakkan pada latar kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mengarah pada upaya
perwujudan warga negara yang baik. Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas
kewarganegaraan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya.
Secara meluas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada
349
perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda.
Pendidikan multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan
saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Esensi masyarakat multikultural telah digambarkan oleh
Dufty 1996, sebagai gagasan masyarakat dimana kelompok dalam masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas
memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Pendidikan multikul-
tural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia.
Tujuan pendidikan multikultural adalah mengembangkan kemam- puan siswa untuk memandang kehidupan dari berbagai perspektif
budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Sementara itu, Banks
mengidentifikasi tujuan pendidikan multikultural, sebagai berikut: 1 untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan
siswa yang beraneka ragam; 2 untuk membantu siswa dalam mem- bangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik,
kelompok keagamaan; 3 memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan ketrampilan sosial-
nya; 4 untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergan- tungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka
mengenai perbedaan kelompok.
Materi pembelajaran multikultural dengan pendekatan multiple perspectives, hendaknya diorganisasi dengan menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi contribution approach, pende- katan additive additive approach, pendekatan transformasi trasafor-
mation approach dan pendekatan tindatan sosial social action approach Banks, 1989. Sedangkan pendekatan yang bisa dipakai
dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok tunggal single group studies dan pendekatan perspektif
ganda multiple perspektives approach.
350
Pendidikan multikultural di Indonesia pada umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk
membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pandangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus tersedia data-
data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian, rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang kontribusi kelompok
itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu pengetahuan, politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada isu-
isu yang sarat dengan nilai-nilai kelompok yang sedang dikaji.
351
BAB 8 KERAGAMAN BUDAYA
A. BUDAYA LOKAL BUDAYA ASING DAN KEBUDAYAAN
NASIONAL Indonesia adalah negara kepulauan, dan merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Negara Indonesia terdiri dari 17.504 pulau Dirjen Pemerintahan Umum, Depdagri RI, Kompas 21 Desember 2007,
terbentang dari Barat ke Timur sepanjang 5.110 km dari 950 Bujur Timur- 1410 Bujur Timur, dan dari utara keselatan sepanjang 1.888 km dari 60
Lintang Utara-110 Lintang Selatan.
Luas wilayah Indonesia menapai 5.193.252 km2, dengan luas daratan 1.904.443 km2, dan mempunyai garis pantai sepanang 54.716
km, merupakan yang terpanjang kedua di dunia seteah Kanada. Pulau paling besar adaah Pulau Kalimantan dengan luas 539.460 km2 atau
28,32 . Disusul Pulau Sumatra dengan luas 473.606 km2 atau 24,86 . Kemudian Pulau Sulawesi dengan luas 189.216 km2 atau 9,93 , yang
paling kecil diantara ke empat pulau terbesar itu adalah pulau Jawa dan Pulau Madura dengan luas 132.187 km2 atau 6,95 .
Indonesia terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Posisi ini membuat
Indonesia penting bukan hanya dari sudut sosial ekonomi, tetapi juga politik dan militer. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia juga
dijuluki Zamrud Khatulistiwa gambar 8.1.
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2000 berjumlah 203,4 juta orang, terdiri dari 101,6 juta laki-laki dan 101,8 juta
perempuan. Dengan laju pertumbuhan 1,35 pertahun, penduduk Indonesia relatif telah dapat dikendalikan pertumbuhannya, meskipun
jumlah penduduk Indonesia masih merupakan nomor empat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Penduduk Indonesia tersebar di sekitar 6.850 pulau dari kurang lebih 17.504 pulau, mulai Pulau We di ujung utara sampai Pulau Irian di
timur. Tetapi persebaran penduduknya tidak merata, 59 jumlah penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, padahal luasnya ha-
nya 6,94 dari luas wilayah Indonesia. Hal ini berakibat pada kepadatan penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta
dengan 12,6 ribu jiwa per km2, sementara di Papua hanya 5 jiwa per km2.
352
Bangsa Indonesia terbagi atas ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat dan tradisi berbeda. Merekapun mem-
punyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan dialek dan logat bahasa. Jika dikelompokkan, diperkirakan terdapat sekitar 200 sampai
250 bahasa daerah. Dari daftar sementara suku bangsa di Indonesia yang dikumpulkan, diperkirakan terdapat sekitar 360 kelompok suku
bangsa.
Dilihat dari ras, penduduk Indonesia juga memiliki beberapa ras. Ras didasarkan kepada persamaan cirri-ciri fisik dari kelompok manusia.
Para antropolog banyak yang berbeda pendapat bahkan mengalami kesulitan untuk membuat klasifikasi ras umat manusia, karena fakta
menunjukkan banyaknya variasi yang terjadi pada kelompok manusia. Ditambah banyak dari kelompok ras yang sama, mengembangkan
kebudayaan dan bahasa yang berbeda atau sebaliknya, ras-ras yang berbeda mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang sama. Misalnya
masyarakat Amerika terdiri dari berbagai macam ras di seluruh dunia, tetapi mereka mengembangkan bahasa dan kebudayaan Amerika.
Manusia Indonesia yang termasuk ke dalam ras Mongoloid Melayu antara lain orang Jawa, orang Minang, orang Menado, Orang
Sunda dan lainnya. Namun kelompok-kelompok yang berasal dari satu ras itu mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda.
Demikian halnya dengan ras Melanesosid yang ditemukan di Irian, terdiri
Gambar 8 1
Peta Indonesia
Sumber: Bahan Sosialisasi UUD Negara Republik Indonesia Amandemen IV
353
dari banyak bahasa dan kebudayaan yang berbeda-beda, padahal mereka berasal dari satu ras.
Pada dasarnya perkembangan kebudayaan dan bahasa masyarakat tidak terikat oleh faktor ras atau suku bangsa.
Menurut Koentjaraningrat 1990 suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan
kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali tetapi tidak selalu dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Dengan demikian kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli Antropologi, ahli
kebudayaan atau lainnya, melainkan oleh warga kebudayaan yang ber- sangkutan. Dengan demikian kebudayaan Osing merupakan suatu ke-
satuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara etnografi telah menentukan bahwa kebudayaan Osing itu suatu kebudayaan tersendiri
yang berbeda dari kebudayaan Jawa atau kebudayaan Bali, tetapi karena orang-orang Osing sendiri sadar bahwa diantara mereka ada kesera-
gaman kebudayaan, yaitu kebudayaan yang mempunyai kepribadian dan identitas khusus sebagai orang Osing.
Namun pengertian mengenai suku bangsa di Indonesia seperti tersebut di atas dalam kenyataannya sangat kompleks, ada yang
menyempit dan ada yang meluas. Misalnya penduduk Irian terdiri atas orang Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang Kapauku dan seba-
gainya yang masing-masing memiliki kebudayaan dan bahasa khas yang mereka gunakan dalam kelompoknya masing-masing. Namun apabila
mereka hidup di luar Irian akan mengaku sebagai orang Irian. Demikian halnya yang dialami oleh orang jawa yang tinggal di luar Jawa, semuanya
mengaku sebagai orang Jawa, tetapi ketika tinggal di Jawa tidak mau disamakan, karena memang berbeda sukunya.
Pengertian di atas sebenarnya lebih tepat kalau disebut dengan istilah kebudayaan lokal untuk menyebut mereka yang mengelompokkan
diri dalam suku bangsa-suku bangsa, artinya kebudayaan yang dimiliki dan diakui oleh masyarakat suku bangsa setempat. Dalam arti lebih luas
adalah ketika mereka mengaku sebagai orang Irian, orang Jawa, orang Bali ketika mereka tinggal di luar daerah yang bersangkutan.
Jumlah suku bangsa Indonesia, sekaligus juga bisa dikatakan sebagai jumlah budaya lokal Indonesia, sampai sekarang ada beberapa
pendapat.
354
Berdasarkan jumlah bahasa daerah di Indonesia, Esser, Berg dan St. Takdir Alisyahbana memperkirakan adanya 200 sampai 250 suku
bangsa di Indonesia. Kemudian Jaspan yang pernah menyusun daftar suku-suku bangsa di Indonesia berpendapat bahwa jumlah suku bangsa
di Indonesiia ada 360.
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia adalah sebagai berikut:
No Pulau Jumlah Suku
Bangsa
1. Sumatra 42
2. Jawa dan Madura
8 3.
Bali dan Lombok 3
4. Kalimantan 25
5. Sulawesi 37
6. Timor 24
7. Kep. Barat Daya
5 8. Maluku
9 9. Ternate
15 10. Irian
27
Jumlah 195 Tabel 8 1
Jumlah suku bangsa di Indonesia
Pemerintah Indonesia sendiri untuk kepentingan administratif yang sifatnya praktis membagi suku bangsa di Indonesia menjadi tiga
golongan, yaitu: suku bangsa, golongan keturunan asing, dan ҏmasya-
rakat terasing. Suku bangsa memiliki daerah asal dalam wilayah Indonesia.
Berbeda dengan golongan keturunan asing, golongan ini adalah penduduk Indonesia yang berasal dari luar Indonesia seperti Cina, Arab,
India, Eropa. Kebudayaan nenek moyang hanya untuk dianut dalam kehi- dupan pribadi mereka saja, karena mereka harus menggunakan kebuda-
aan nasional. Hal ini karena mereka hidup dalam wilayah negara kesa- tuan Republik Indonesia, menikmati keamanan di Indonesia, menikmati
kesejahteraan di Indonesia bahkan sampai melahirkan keturunan bebe- rapa generasi di Indonesia. Golongan penduduk keturunan asing ini
diharapkan dapat berasimilasi dengan penduduk dimana mereka tinggal atau sepenuhnya menganut kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini telah
dibuktikan oleh orang Arab-Indonesia yang telah menyatu mencapai
355
asimilasi dan mereka hanya dibedakan dari penduduk asli Indonesia melalui cirri-ciri fisiknya saja yang memang secara kodrat sulit
dihilangkan. Gotong royong gambar 8.1 merupakan kebiasaan khas masyarakat suku bangsa di Indonesia.
Masyarakat terasing merupakan golongan suku bangsa yang terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi dan
umbi-umbian dengan cara ladang berpindah-pindah. Mereka membuka hutan dengan cara membakar hutan. Biasanya mereka terhambat dari
perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi mereka. Namun kadang-kadang juga karena upaya-upaya mereka sendiri yang disengaja
untuk menolak bentuk perubahan, seperti halnya orang Baduy di Banten. Beberapa golongan masyarakat terasing yang masih tinggal antara lain
adalah: orang laut yang tinggal di perahunya seperti yang ada di daerah sulawesi tengah dan sulawesi tenggara, suku kubu, penduduk yang
tinggal di kepulauan Mentawai, orang Baduy di Banten Selatan, orang Punan Penan di sepanjang hulu sungai-sungai besar Kalimantan; orang
Tajio di Sulawesi tengah, orang Amma Toa di Sulawesi Selatan, dan sebagainya.
Selain konsep budaya lokal, dikenal pula istilah kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional bermakna sebagai sebutan untuk
mengidentifikasi kebudayaan yang menjadi milik seluruh masyarakat suatu negara, jadi lebih bernuansa homogen. Misalnya di Indonesia, bila
kebudayaan itu dimaknai bahasa, maka yang menjadi bahasa nasional adalah bahasa Indonesia, namun untuk yang lainnya belum ada, seperti
Gambar 8 2
gotong-royong
Sumber: Dokumentasi penulis
356
tarian, tidak ada tarian nasional Indonesia, yang ada adalah keberagaman tarian daerah.
Kebudayaan nasional Indonesia, bila dimaknai seperti pengertian di atas, jelas sulit ditemukan. Kebudayaan nasional Indonesia adalah
berbagai ragam kebudayaan lokal yang ada di daerah, yang dimiliki, dilaksanakan dan dilestarikan oleh suku bangsa yang ada di Indonesia.
Selain konsep-konsep tersebut, dikenal pula konsep budaya asing. Konsep budaya asing berbeda dengan konsep golongan terasing
ataupun konsep masyarakat terasing. Konsep budaya asing adalah sebutan kebudayaan lebih bersifat eksternal, dari luar negara Indonesia,
sedangkan ketiga konsep di atas lebih bersifat internal, sebutan untuk kebudayaan masyarakat Indonesia yang memiliki karakter tertutup, sulit
berkembang, dan unik, seperti dalam gambar 8.2.
Konsep budaya asing bermakna sebagai sebutan untuk kebudayaan yang dimiliki dan dipraktekkan oleh masyarakat yang
tinggalnya tidak di wilayah negara Republik Indonesia, tetapi di negara
Gambar 8 3
Tarian dari kebudayaan asing
Sumber: Dokumentasi penulis