Kebudayaan sebagai Peradaban KEBUDAYAAN CULTURE

327 mengutip pandangan John Gray, Liliweri menegaskan bahwa pada dasarnya plurarisme mendorong perubahan cara berpikir dari cara berpikir monokultur ke arah cara berpikir multikultur. Dengan demikian, multi kultur bukan hanya sekedar bermakna keberagaman budaya, tetapi lebih kepada cara berpikir, cara bertindak, dan berperilaku terhadap keberagaman budaya yang ada dalam masyarakat. Multikulturalisme lebih bermakna sebagai cara berpikir, cara bertindak, dan berperilaku manusia dalam memandang kebudayaan lain yang berbeda atau beragam denga kebudayaan kita adalah sebagai suatu hal yang wajar. Oleh karena itu menghargai dan menghormati kebudayaan lain serta memandang kebudayaan masyarakat lain secara sama adalah suatu keharusan. Multikulturalisme memandang bahwa ma- nusia mempunyai kebebasan untuk mengembangkan kebudayaannya. Berbeda dengan pemikiran di atas, Mohammad Ali 2003 lebih memusatkan konsep pluralisme pada keberagaman agama. Menurutnya, mengakui pluralisme agama sama sekali tidak berarti menghancurlebur- kan bangunan dasar teologis agama mana pun yang telah terbukti eksis dalam sejarah peradaban umat manusia. Lebih tegas lagi, bahwa memasyarakatkan pluralisme agama dan praktik politik pluralis yang demokratis, menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat pluralis Indonesia. Pluralisme agama tidak sekadar persoalan mengakomodasi klaim-klaim kebenaran agama dalam wilayah pribadi, tetapi juga persoalan kebijakan publik di mana pemimpin agama harus mengakui dan melindungi kebebasan beragama. Menurut Al Hakim 2006 esensi masyarakat pluralis-multikultural dapat digambarkan sebagai idealisasi masyarakat dimana kelompok dalam masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi Dufty, 1996. Dalam perspektif Indonesia, konsep masyarakat multikultural ber- sifat inhern dalam masyarakat sejak dahulu kala. Hanya saja, karena dinamika politik ketatanegaraan di masa lalu, praktik multikultural Indonesia sempat tenggelam dari kajian pendidikan sosial. Dengan dalih membicarakan multikulturalisme berarti akan membuka lahan konflik di dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme menjadi bahan kajian kembali ketika terjadi reformasi politik di Indonesia, gema multikultural mulai terdengar kembali. 328 Cita-cita reformasi dalam membangun masyarakat kesederajatan dalam bangunan civil society Indonesia, merupakan pertanda bahwa multi- kultural di bumi Indonesia akan “berhirup” angin segar, kendati dalam praktiknya nampak masih belum memenuhi harapan Al Hakim, 2002. Multikulturalisme bukan hanya sekedar wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan hidup masyarakat. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri secara ter- pisah dari ideologi lainnya. Multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan memahaminya dan mengembangluaskannya dalam kehidupan berma- syarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep yang relevan dan mendu- kung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komunitas, dan konsep lainnya yang relevan Al Hakim, 2002. Cakupan civil society memang sangat beragam, misalnya terdiri dari kelompok-kelompok dan perkumpulan, pendidikan, tenaga kerja, bisnis, partai politik, organisasi keagamaan, profesi, perdagangan, media, seni, kelompok lokal, keluarga dan perkumpulan kekerabatan Langenberg, dalam Subandi 1996. Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam. Dengan kata lain, integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu. Secara demikian, integrasi nasional, adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahan- 329 kan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya. Terbentuknya integrasi nasional yang kokoh, banyak ditentukan oleh pengetahuan warga masyarakat Indonesia terhadap kondisi sosial budaya masyarakat yang bersifat pluralistis. Berkaitan dengan itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan integrasi nasional yang mantap serta kokoh, antara lain: 1. kemampuan dan kesadaran bangsa dalam mengelola perbedaan- perbedaan SARA dan keanekaragaman budaya dan adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di wilayah nusantara. Perbedaan- perbedaan itu bukanlah sebagai suatu hal yang harus diperten- tangkan, akan tetapi harus diartikan sebagai kekayaan dan potensi bangsa. 2. kemampuan mereaksi penyebaran ideologi asing, dominasi ekonomi asing serta penyebaran globalisasi dalam berbagai aspeknya. 3. membangun sistem budaya yang sesuai dengan ideologi nasional Pancasila dan konstitusi, UUD Negara Republik Indonesia 1945. 4. menyelenggarakan proyek budaya’dengan cara melakukan pemahaman kritis dan sosialisasi terhadap simbol-simbol identitas nasional, seperti: bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila sebagai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun demikian, dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, bangsa Indonesia sering menghadapi persoalan yang sangat dilematis. Integrasi nasional yang seperti apa yang hendak dikembang- kan di Indonesia, yang masyarakatnya bersifat majemuk pluralistis. Integrasi nasional Indonesia, hendaknya juga diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam. Integrasi nasional di Indonesia, bukanlah sebuah peleburan yang sifatnya unifikatif menggabungkan, akan tetapi lebih tepat disebut dengan integrasi nasional yang bersifat diversifikatif atau menyebar Al- Hakim, 2002. Dengan cara ini, perbedaan tetap diakui, karena dengan ini masyarakat akan bebas berekspresi selaras dengan aspirasi dan way of life yang diangkat dari nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya daerah setempat lokal.