Perkawinan Saluran-Saluran Mobilitas Sosial

276 kemudian. Seseorang boleh saja berpendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan masyarakat perkotaan. Hal itu kurang benar, karena banyak pula daerah yang ber- penduduk padat, tak dapat digolongkan ke dalam masyarakat perkotaan. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, dan bata, tukang membuat gula dan sebagainya, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja, oleh karena bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan- pekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa setiap orang mempunyai tanah. Di luar Jawa, misalnya di Sumatera, disamping pertanian pen- duduk pedesaan juga berkebun, misalnya berkebun lada, karet, kelapa sawit dan sebagainya. Pada umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini apabila ditinjau dari segi kehidupan sangat terkat dan sangat tergan- tung dari tanah earth bound. Karena sama-sama tergantung pada tanah, maka kepentingan pokok juga sama, sehingga mereka juga akan bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu dilakukan, karena biasanya satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerja- kan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga kema- syarakatan yang dikenal dengan nama gotong royong, yang bukan merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Sebab itu, pada masyarakat- masyarakat pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, akan tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik masing-masing dan juga atas dasar pembedaan kelamin. Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien, karena belum dikenalnya mekanisme dalam peranian. Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kehidupannya sendiri dan tidak untuk dijual. Cara bertani yang demikian lazim dinamakan subsitence farming. Mereka merasa puas apabila kebutuhan keluarga telah tercukupi. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasehat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah bahwa golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat terasa sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar untuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali mengubah jala pikiran yang sosial ke ara jalan pikiran yang ekonomis, hal mana juga 277 disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Salah satu alat ko- munikasi yang berkembang adalah desas desus, biasanya bersifat ne- gatif. Sebagai akibat sistem komunikasi yang sederhana tadi, hubungan antara seseorang dengan orang lain, dapat diatur dengan seksama. Rasa persatuan erat sekali, yang kemudian menimbulkan saling mengenal dan saling menolong yang akrab. Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, maka hubungan antara penguasa dengan rakyat, berlangsung secara tidak resmi. Segala sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah. Disamping itu karena tidak adanya pembagian kerja yang tegas, seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sama sekali tak dapat dipisah-pisahkan atau paling tidak sukar untuk dibeda-bedakan. Apalagi di desa yang terpencil, sukar sekali untuk memisahkan antara kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai orang tua yang nasehat-nasehatnya patut dijadikan pegangan, sebagai seorang pemimpin upacara adat dan lain sebagainya. Pendeknya segala sesuatu disentralisasi pada diri kepala desa tersebut. Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”, terletak pada sifat dan ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat modern. Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan utama keidupan, hubungan-hubunganan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, sumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang diutamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan tersebut membe- rikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu, diusahakan untuk menghidangkan makan dalam kaleng. Pada orang-orang desa, hal itu tidak diperdulikan; mereka masak makanan sendiri tanpa memperdulikan apakah tamunya suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat menghidangkannya juga harus mewah dan terhormat. Di sini terlihat perbedaan penilaian; orang desa menilai makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kota, sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial. Demikian pula soal pakaian bagi orang desa, bentuk dan warna pakaian tak menjadi soal karena yang terpenting adalah fungsi pakaian yang dapat melindungi diri dari panas dan dingin. Bagi orang kota, nilai pakaian adalah alat kebutuhan sosial, mahalnya bahan pakaian yang dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai. Ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota, antara lain sebagai berikut.