Lembaga pendidikan Saluran-Saluran Mobilitas Sosial
275
anggota-anggotanya pasti terkumpul pada suatu tempat tertentu, misal- nya bila mengadakan upacara-upacara tradisional. Masyarakat-masya-
rakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaitas yang kuat sebagai pengaruh
kesatuan tempat tinggalnya.
Masyarakat modern, karena perkembangan teknologi alat-alat perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak berkurang, akan tetapi
sebaliknya hal itu bahkan memperluas wilayah pengaruh masyarakat se- tempat yang bersangkutan. Secara garis besar, masyarakat setempat
berfungsi sebagai ukuran untuk mengarisbawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu.
Sebagai contoh, betapapun kuatnya pengaruh luar, misalnya bidang per- tanian mengenai soal cara-cara penanaman yang lebih efisien, penggu-
naan pupuk dan sebagainya, akan tetapi masyarakat desa masih tetap mempertahankan tradisi yaitu ada hubungan yang erat dengan tanah,
karena tanah itulah yang memberikan keidupan kepadanya. Akan tetapi tempat tingal tertentu saja, walaupun merupakan suatu dasar pokok,
tidak cukup untuk membentuk masyarakat setempat. Disamping itu harus ada suatu perasaan di antara anggota bahwa mereka saling memerlukan
dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan demikian, yang pada hakikatnya merupakan identi-
fikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti comminity sentiment. Unsur-unsur perasaan komuniti community sentiment antara
lain seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan.
Melalui logat bahasa yang khas akan dapat diketahui dari mana asal seseorang. Walaupun perkembangan komunikasi agak mengurangi
fungsi ciri tersebut, akan tetapi setiap masyarakat setempat, baik yang berupa desa maupun kota, pasti mempunyai logat bahasa tersendiri.
Kecuali, masing-masing masyarakat setempat mempunyai juga cerita- cerita rakyat dengan variasi tersendiri. Orang Lampung percaya bahwa
nenek moyang mereka berasal dari Si Raja Lampung: akan tetapi masyarakat-masyarakat setempat mempunyai versi tersendiri mengenai
sejarah nenek moyangnya. Demikian pula misalnya cerita Nyi Roro kidul, mempunyai bermacam-macam versi dengan daerah di mana cerita tadi
berkembang.
Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community,
dan urban community. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam ma-
syarakat modern, betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh- pengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh
dari kota secara relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat pede- saan dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual.
Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara konsetrasi pendudukn
dengan gejala-gejala sosial yang dnamakan urbanisme yang diuraikan
276
kemudian. Seseorang boleh saja berpendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan masyarakat
perkotaan. Hal itu kurang benar, karena banyak pula daerah yang ber- penduduk padat, tak dapat digolongkan ke dalam masyarakat perkotaan.
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang mereka dengan warga
masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada
umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, dan bata, tukang membuat gula dan sebagainya, akan
tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja, oleh
karena bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan- pekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan. Namun demikian, tidaklah
berarti bahwa setiap orang mempunyai tanah.
Di luar Jawa, misalnya di Sumatera, disamping pertanian pen- duduk pedesaan juga berkebun, misalnya berkebun lada, karet, kelapa
sawit dan sebagainya. Pada umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini apabila ditinjau dari segi kehidupan sangat terkat dan sangat tergan-
tung dari tanah earth bound. Karena sama-sama tergantung pada tanah, maka kepentingan pokok juga sama, sehingga mereka juga akan
bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka
akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu dilakukan, karena biasanya satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerja-
kan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga kema- syarakatan yang dikenal dengan nama gotong royong, yang bukan
merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Sebab itu, pada masyarakat- masyarakat pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja berdasarkan
keahlian, akan tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik masing-masing dan juga atas dasar
pembedaan kelamin.
Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien, karena belum dikenalnya mekanisme dalam peranian. Biasanya mereka bertani
semata-mata untuk mencukupi kehidupannya sendiri dan tidak untuk dijual. Cara bertani yang demikian lazim dinamakan subsitence farming.
Mereka merasa puas apabila kebutuhan keluarga telah tercukupi.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasehat kepada
mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah bahwa golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang
didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat
terasa sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar untuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali mengubah jala
pikiran yang sosial ke ara jalan pikiran yang ekonomis, hal mana juga