46 Tahun 1946 adalah tahun yang menjadi titik balik dari kehidupan
Soeharto. Bermodalkan kualitas diri yang dimilikinya, Soeharto sangat menikmati kehidupan militer yang menjanjikan.
42
meskipun pada tahun 1946 juga, Soeharto mengalami kemalangan, Ibundanya meninggal dunia, namun secara umum tahun
1946 telah menjadi awal bagi kecermelangan karier militer Soeharto di masa- masa mendatang.
2.2.4 Menikah, Rehat Sejenak dari Ingar-Bingar Revolusi
Karier militer Soeharto berbanding terbalik dengan reputasinya di sektor asmara. Situasi ini mulai menjadi perbincangan di dalam keluarga. Keluarga
Prawirowiharjo mempromosikan Siti Hartinah. Siti hartinah dalah putri dari seorang wedana yang bekerja di keraton Mangkunegara Keraton yang paling
muda di Solo, yang mempunyai darah biru atau keturunan priyayi. Setelah dibujuk bahwa perbedaan tidak akan menjadi halangan, Soeharto menyetujuinya.
Pada tanggal 26 Desember 1947, Letnan kolonel Soeharto yang ketika itu berusia 26 tahun menikah dengan putri kedua dari RM.Tumenggung
Soemoharjomo yang usianya dua tahun lebih muda.
43
Tiga hari sesudah perkawinan, Soeharto dan Siti Hartinah Ibu Tien pindah ke Yogyakarta. Dua
minggu berikutnya, Soeharto harus berpisah dengan Siti Hartinah untuk sementara waktu, karena Soeharto kembali menjalani tugas militernya ke front Ambarawa.
Kelak, pasangan Soeharto-Siti Hartinah dikarunai enam orang anak,terurut dari yang sulung yaitu Siti Hardiyanti Hastuti 23 Januari 1949, Sigit
42
Ibid
43
Retnowati Abdulgani-KNAPP, Opcit, hal.19
Universitas Sumatera Utara
47 Hardjojudanto 1 mei 1951, Bambang Trihatmodjo 23 juli 1953, Siti Hediati
Harijadi 14 April 1959, Hutomo Mandala Putra 15 juli 1962, Siti Hutami Endang Adiningsih 13 agustus 1964. Tiga dari enam anak-anaknya dilahirkan
tanpa kehadiran Soeharto yang tengah menjalani tugas militer.
44
2.2.5 Kembali ke Revolusi
Sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan 17 Agustus 1945. sejarah mencatat Belanda terus menerus melakukan tekanan politik dan militer.
45
Setelah segala perundingan gagal, Belanda mengambil jalan pintas, menduduki ibu kota
republik Indonesia di Yogyakarta melalui operasi militer pada tanggal 19 Desember 1948. para pemimpin republik ditangkap, sebagian di eksekusi.
Pasukan RI menghindari kontak terbuka karena kalah persenjataan. Karier militer Soeharto makin mengilap ketika memimpin Serangan fajar 1
maret 1949 melawan agresi militer Belanda kedua di Yogyakarta, serangan ini bertujuan merebut Yogyakarta dari tangan penjajah, dan berhasil menduduki ibu
kota selama enam jam, karena Yogyakarta sebagai simbol kedaulatan negara, dimana pada saat itu Yogyakarta adalaha Ibukota Negara Indonesia.
Pada 7 mei 1949, digelar perundingan antar Indonesia dengan Belanda yang dikenal dengan Perundingan Roem-Royen. Hasil perundingan ini adalah
gencatan senjata, pembebasan Soekarno-Hatta, penarikan pasukan Belanda di Yogyakarta dan penyelenggaraan Konfrensi Meja Bundar di Den Haag untuk
44
Lihat Gatra, Opcit, hal 41
45
Ibid
Universitas Sumatera Utara
48 mengurus penyerahan kedaulatan kepada Indonesia. Soeharto dipercaya bertugas
untuk menjaga ketertiban di Yogyakarta pada saat serah terima dari Belanda.
2.2.6 Menumpas Berbagai Pemberontakan